UE Berani Keras ke Rusia, Eropa akan Dilanda Krisis Energi: 40 Persen Gasnya Dipasok Rusia!

27 Januari 2022, 08:20 WIB
Ilustrasi jaringan pipa gas. biasanya mengalirkan gas Rusia ke Eropa Barat mengirim kembali bahan bakar itu ke Polandia. Jika konfrontasi antara Rusia dan Uni Eropa terjadi, maka UE terancam mengalami krisis energi karena pasokan 40 persen gasnya diimpor dari Rusia /Pixabay/12019

KALBAR TERKINI - Semenanjung Krimea sedang dilanda krisis pasca ketegangan antara dua negara bekas Uni Soviet yakni Rusia dan Ukraina.

Ukraina yang dimotori NATO belakangan sudah mengobarkan semangat tak akan menyerah sebelum pertumpahan darah terjadi.

Namun benarkan negara yang beribukota di Kiev tersebut berani angkat senjata, faktanya  Rusia selama ini menjadi pemasok 40 gas ke Uni Eropa melalui Ukraina.

Baca Juga: Rusia Kaya Gas dan Minyak Mentah, UE akan Terbelah dalam Mendukung Sanksi AS, NATO Tak Bisa Hidup Tanpa Rusia?

Jika konfrontasi antara Rusia dan Uni Eropa secara keseluruhan, maka dipastikan gabungan negara benua biru tersebut akan mengalami krisis energi berkepanjangan.

Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) dibentuk pada 4 April 1949.

Keberadaan organisasi militer internasional ini, awalnya untuk menekan pengaruh komunis dari Uni Soviet lewat aliansi saingan NATO, Pakta Warsawa di era Perang Dingin.

Hanya saja, ketika Soviet bubar pada 21 Desember 1991,negara-negara bagian bekas Soviet mulai mandiri, dan beberapa di antaranya memilih, atau berencana bergabung dengan NATO, termasuk Ukraina.

Baca Juga: AS Evakuasi Staf Kedutaan di Ukraina: Kekhawatiran Serbuan dini Rusia Membuat NATO Panik, Ketegangan Meningkat

Belakangan, Rusia, negara inti dari bekas Soviet, tak ingin itu terjadi.

Ini ditandai aneksasi Rusia ke Krimea, yang diakui banyak komunitas internasional sebagai wilayah Ukriana, negara bagian dengan banyak pabrikan persenjataan, saingan Rusia sejak era Soviet.

Aneksasi ini adalah proses pengambilan paksa oleh Rusia atas wilayah keseluruhan Semenanjung Krimea pada 21 Maret 2014, dan Rusia kemudian memerintah Krimea dalam dua subjek federal, Republik Krimea, dan kota federal Sevastopol.

Dalam sepekan terakhir, kian menguat kecurigaan AS bahwa Rusia akan segera melakukan hal yang sama ke Ukraina.

Baca Juga: Politikus Ukraina Khianati Negaranya: Persiapkan Pemerintahan Baru dengan Intelijen Rusia

Itu sebabnya AS menggalang persatuan dari sekutu NATO-nya, yang terdiri dari dua negara di Amerika Utara , 27 negara di Eropa, dan satu negara Eurasia.

Rusia sendiri berulangkali menyatakan, kecurigaan AS bahwa negaranya akan menyerang Ukraina, hanya merupakan provokasi yang dibuat oleh NATO dan AS, tombak utama NATO.

Masalah ini pun kian ribet. Andai terjadi serangan Rusia ke Ukraina, walaupun pasukan Rusia hanya 'menyeberangi' perbatasan Ukraina, maka Uni Eropa (UE) secara tegas akan memberlakukan sanksi ekonomi, selain tindakan militer dari sejumlah anggota NATO, terutama Inggris, dan juga dipastikan gerakan militer bakal datang dari AS.

Baca Juga: Politikus Ukraina Khianati Negaranya: Persiapkan Pemerintahan Baru dengan Intelijen Rusia

Hanya saja, masalahnya, ditengarai bahwa tak semua anggota blok tersebut akan mengikuti sikap keras AS dan sebagian besar negara UE ke Rusia.

Upaya AS melestarikan hegemoninya di Eropa, yang mulai sirna di Benua Asia, ditengarai akan mendapatan perlawanan internal UE, menyusul bakal terjadinya krisis energi dahsyat di Benua Eropa, jika semua negara Eropa bersikap sama seperti AS ke Rusia.

Memang, masalah kepentingan politik, bisnis, dan energi yang beragam, telah lama memecah belah blok dari 27 negara UE terkait pendekatan ke Moskow.

Sebab, sekitar 40 persen dari impor gas alam UE, berasal dari Rusia, dan sebagian besar melalui pipa di seluruh Ukraina.

Baca Juga: China Caplok Taiwan jika AS dan NATO Fokus Urusi Ukraina, Rusia Dituding Ingin Kembali Hidupkan Uni Soviet

Harga gas telah meroket, dan Kepala Badan Energi Internasional menyatakan, raksasa energi Rusia Gazprom, telah mengurangi ekspornya ke UE pada akhir 2021, meskipun harganya sedang tinggi.

Presiden Rusia Vladimir Putin pun menyatakan, Gazprom menghormati kewajiban kontraknya, bukan untuk menekan Eropa.

Dua kekuatan utama UE, tampak paling berhati-hati. Pipa Nord Stream 2 Jerman dari Rusia, yang sudah selesai, tetapi belum memompa gas, telah menjadi alat tawar-menawar. Presiden Prancis Emmanuel Macron telah memperbarui seruan, yang sebelumnya ditolak untuk pertemuan puncak UE dengan Putin.

Pada akhir 2021, Prancis dan Jerman awalnya menyatakan keraguan tentang penilaian intelijen AS bahwa Moskow mungkin bersiap untuk menyerang.

Pada Sabtu malam lalu, dilansir Kalbar-Terkini.Com dari The Associated Press, Komandan Angkatan Laut Jerman, yakni Wakil Laksamana Kay-Achim Schoenbach, mengundurkan diri setelah mendapat kecaman.

Ini terkait pernyataan Schoenbach bahwa Ukraina tidak akan mendapatkan kembali Semenanjung Krimea, dan juga karena sarannya bahwa Putin layak mendapatkan 'penghormatan'.

Sementara Perdana Menteri Hongaria, Viktor Orban berencana untuk bertemu dengan Putin minggu depan, untuk membahas proyek yang didukung Rusia, terkait perluasan pembangkit listrik tenaga nuklir Hongaria.

Memang, tak segampang itu untuk menyatukan seluruh Eropa, hanya demi mengikuti kecurigaan AS ke Rusia, yang disebut akan menyerang Ukraina.

Dilansir dari Bloombeg, Senin, 3 Januari 2022, Gazprom PJSC telah melewatkan target 'konservatifnya' sendiri untuk ekspor gas ke Eropa sejak 2021.

Dilaporkan dari Moskow, Ibukota Rusia, aliran gas yang dibatasi oleh Gazprom ini, berkontribusi ke krisis pasokan energi terburuk di Benua Eropa dalam beberapa dekade.

Gazprom selama ini mengirimkan 185,1 miliar meter kubik gas ke klien utamanya di luar negeri, termasuk Turki, China, dan Eropa, tidak termasuk negara-negara bekas Soviet, menurut Chief Executive Officer Alexey Miller dalam sebuah pernyataan.

Pengurangan kuota itu pada pekan pertama Januari 2022 , adalah 3,2 persen di atas level pada 2020, tetapi lebih rendah dari 2018 dan 2019, yang sekitar 200 miliar meter kubik.

Pengiriman ke Eropa dan Turki sekitar 177 miliar meter kubik pada 2021, menurut perhitungan Bloomberg News dan BCS Global Markets, berdasarkan data Gazprom.

Angka itu, jauh dari perkiraan Gazprom untuk ekspor ke Eropa dan Turki sebanyak 183 miliar meter kubik, perkiraan yang bertahan sejak musim semi, dan dipertahankan pada akhir Oktober 2021, bahkan ketika Eropa menuntut lebih banyak pasokan.

Sementara aliran gas Gazprom ke Eropa dan Turki, terlihat di bawah perkiraan Gazprom, yang sejalan pula dengan perkiraan terbaru dari BCS Global Markets, menurut Ron Smith, analis minyak dan gas senior perusahaan tersebut di Moskow.

"Sudah jelas dalam beberapa pekan terakhir bahwa harga tinggi telah menyebabkan pengurangan nominasi dari basis pelanggan Eropa," katanya.

Aliran gas ke Eropa dan Turki bisa lebih rendah lagi, yakni sekitar 175,4 miliar meter kubik sebagaimana pada 2021, berdasarkan asumsi bahwa aliran gas Gazprom secara harian ke China, lebih dari sepertiga di atas volume kontraktualnya pada November dan Desember 2021, menurut Mitch Jennings, analis energi di Sova Capital.

Ekspor Gazprom telah diteliti dengan cermat, karena pasokan yang ketat di Eropa baru-baru ini, sehingga harga melonjak ke tingkat rekor.

Dengan masuknya musim dingin dan persediaan gas di kawasan itu sangat rendah, perusahaan Rusia tersebut hanya mengirim gas ke klien di UE sebanyak yang diwajibkan,.

Ini berdasarkan kontrak jangka panjang, dan selama berbulan-bulan belum menawarkan kargo spot hingga awal 2022.

Tidak jelas mengapa Gazprom enggan menawarkan spot gas ke Eropa. Sementara perusahaan ini telah menunjuk kehancuran permintaan, sebagai akibat dari melonjaknya harga regional.

Pejabat di Eropa menyatakan, produsen gas Rusia itu sengaja menahan jumlah pasokan, dengan harapan mempercepat persetujuan untuk pipa Nord Stream 2 yang kontroversial.

Gazprom tidak merinci data ekspor berdasarkan negara, sehingga sulit untuk memperkirakan arus gas pada 2021 ke pasar individu.

Namun, Miller menyatakan, pertumbuhan terbesar dalam pengiriman adalah ke Jerman, Turki dan Italia. "Aliran ke China melebihi kewajiban kontraktual Gazprom sepanjang tahun 2021," kata Miller.

Ekspor harian di luar negara-negara bekas Uni Soviet pada Desember 2021, ketika musim permintaan puncak sering dimulai, rata-rata 439 juta meter kubik, level terendah untuk bulan itu sejak 2014, menurut perhitungan Bloomberg.

Produksi gas Gazprom pada 2021 mencapai 514,8 miliar meter kubik, tertinggi sejak 2008.

Produksi harian pada Desember 2021, rata-rata 1,523 miliar meter kubik, tertinggi sejak 2013 untuk bulan itu.

Dengan ekspor gas lewat pipa Rusia ke sebagian besar negara di UE, yang dibatasi pada Desember 2021, sebagian besar gas ekstra ini tetap di rumah, karena suhu rendah yang tidak normal terjadi selama hari-hari terakhir sepanjang tahun ini.

Saat suhu turun, pengiriman ke klien domestik pada akhir Desember 2021, melonjak hingga 1,656 miliar meter kubik per hari.

Menurut Gazprom, lonjakan ini lebih tinggi dari tingkat produksi harian rata-rata untuk Desember 2021.

Untuk memenuhi permintaan, perusahaan ini menyatakan adanya penarikan dari penyimpanan di bawah tanah lokal, yang mencapai tertinggi dalam lima tahun.

Rusia mampu menarik jumlah rekor dari inventarisnya, karena Gazprom memenuhi situs domestik, dengan volume gas tertinggi sepanjang masa sebesar 72,6 miliar meter kubik pada November 2021.

Sementara itu, Radio France Internationale (RFI), 26 Desember 2021, melaporkan bahwa Gazprom menolak tuduhan bahwa Moskow membatasi pengiriman gas ke Eropa, dan mengecam penjualan kembali gas Jerman ke Polandia di tengah melonjaknya harga.

Prancis dilaporkan berusaha untuk mencari cara lain agar Eropa tidak terlalu bergantung energi dari Moskow.

Polandia pada Desember 2021 menuduh Moskow telah menghentikan pengirimannya melalui pipa Yamal-Eropa, yang mengirim gas Rusia ke Eropa Barat, dan menuduh Gazprom melakukan 'manipulasi'.

Pipa gas itu sempat beroperasi dalam mode terbalik pada Desember 2021 selama mengirimkan gas dari Jerman ke Polandia, menurut data publik, yang menunjukkan bahwa karena itu harga gas di Eropa naik.

Presiden Putin sempat membantah bahwa arah aliran gas itu adalah langkah politik, dan menyatakan bahwa Polandia telah 'mengesampingkan' Rusia dalam mengelola pipa.

"Semua tuduhan ke Rusia dan Gazprom bahwa kami tidak memasok cukup gas ke pasar Eropa, sama sekali tidak berdasar, tidak dapat diterima, dan tidak benar," lapor kantor berita Pemerintah Rusia, TASS, mengutip pernyataan juru bicara Gazprom, Sergei Kupriyanov, yang menyebut bahwa tuduhan itu sebagai 'kebohongan'.

Negara-negara Barat selama berminggu-minggu menuduh Rusia membatasi pengiriman gas untuk menekan Eropa di tengah ketegangan atas konflik Ukraina, dan untuk mendorong melalui jalur pipa Nord Stream 2 yang kontroversial untuk mengirimkan gas Rusia ke Jerman.***

Sumber: The Associated Press, Bloomber, Wikipedia, Radio France Internationale (RFI),

 

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: The Associated Press Blomberg Radio France Internationale (RFI)

Tags

Terkini

Terpopuler