Dayak Malaysia Bangkit Melawan Model Politik Identitas Islam Melayu

- 11 Oktober 2022, 10:19 WIB
Potret Wanita Suku Dayak. Suku yang diyakini sebagai pencipta lagu Cik Cik Periuk / @burhanurrozak_id / Pixabay
Potret Wanita Suku Dayak. Suku yang diyakini sebagai pencipta lagu Cik Cik Periuk / @burhanurrozak_id / Pixabay /

KALBAR TERKINI - Etnis Dayak dan non-Melayu di Malaysia Timur terus melakukan perlawanan terhadap politik ras dan agama etnis Melayu.

Merasa sebagai dominan di negara tersebut, etnis Melayu memberlakukan model politik ras dan agama Melayu, yakni Islam.

Bahwa Islam harus mendominasi jabatan politik dan administrasi di Malaysia Timur adalah akibat langsung dari Malaya.

Baca Juga: Malaysia Sepelekan Pembangunan Sabah dan Sarawak: Jangan Memperkaya Kelompok!

Orang Malaya alias Melayu mendorong ideologi 'Ketuanan Melayu'.

Politik ini terus berupaya memasukkan dua negara bagian Sabah dan Sarawak ke dalam sistem politik mereka.

Para tokoh Dayak di Negara Bagian Sabah dan pengamat politik Malaysia pun menuntut supaya jabatan gubernur tidak harus Muslim.

Karena itu, James Chin dari Institut Asia Universitas Tasmania mengecam penolakan etnis Melayu atas penunjukan Joseph Pairin Kitingan.

Karena bukan Muslim, politikus etnis Dayak yang beragama Islam ini dianggap tak layak menjabat Gubernur Sabah.

Baca Juga: DPR Malaysia Bubar, Sabah dan Sarawak Bersorak: Malaysia Dihadang Krisis Ekonomi dan Politik!

Menurutnya, Kitingan adalah pilihan yang cocok untuk Gubernur Sabah, dilansir Kalbar-Terkini.com dari Free Malaysia Today, Selasa, 4 Oktober 2022.

Analis politik ini menegaskan, Gubernur Sabah tidak harus seorang Muslim, karena tidak ada persyaratan agama untuk jabatan itu.

Hal ini ditegaskan menanggapi perdebatan yang sedang berlangsung di media sosial Malaysia terkait postingan tersebut.

Chinmenggambarkan penolakan terhadap penunjukan Kitingan karena bukan Muslim sebagai 'sampah total'.

Baca Juga: Taiwan Incar Talenta IT Singapura dan Malaysia: Kasihan, Indonesia 'Dilewatkan'!

Dalam praktiknya, menurut Chin, satu-satunya persyaratan hukum adalah kandidat itu harus dicalonkan pemerintah negara bagian, yakni Menteri Utama Sabah.

"Kemudian, naik ke Yang di-Pertuan Agong,” kata Chin.

Secara historis, lanjutnya, telah ada diskusi untuk berbagi jabatan kepala menteri dan gubernur negara bagian.

Hal ini dalam konteks Sabah berarti bagi penduduk asli Muslim dan non-Muslim.

"Tetapi, ini belum dikodifikasikan ke dalam dokumen hukum apa pun," tegas Chin.

Baca Juga: Malaysia Klaim belum Bangkrut, Menkeu: Apa IMF Dibayar?

Masih secara historis, Menteri Utama pertama Sabah adalah Donald Aloysius Stephens.

Pada saat pengangkatannya, Stephens beragama Kristen, sedangkan gubernur pertama Sabah adalah Mustapha Harun.

"Beliau (Harun) adalah seorang Muslim, jadinya seimbang,” ujarnya.

Hal yang sama, menurut Chin, berlaku untuk Negara Bagian Sarawak.

"Di mana pembahasannya adalah jika seorang Dayak menjadi menteri utama, gubernurnya akan berasal dari etnis lain," tambahnya.

“Dengan demikian, Stephen Kalong Ningkan menjadi menteri utama pertama, (sementara) gubernur pertama adalah Tun Abang Haji Openg”, katanya.

Chin menambahkan bahwa seperti kebanyakan perjanjian politik, itu tidak dikodifikasikan menjadi undang-undang.

Chin lebih lanjut menegaskan dukungan atas pencalonan Kitingan sebagai Gubernur Sabah.

"Karena menurut saya, sangat penting bagi negara-negara bagian Kalimantan," tegasnya.

"Ini untuk memperkuat pendekatan multiras mereka terhadap politik,” lanjut Chin.

Menurutnya, model politik ras dan agama Melayu harus dilawan.

Ini bisa dilakukan dengan membagi jabatan gubernur, jabatan puncak seremonial, dan kepala menteri.

"Juga untuk jabatan politik teratas, di antara berbagai komunitas politik adalah simbol kuat untuk melawan model politik ras dan agama Melayu." tegasnya.

“Ini adalah politik yang baik, serta memastikan semua orang termasuk dalam mosaik yaitu Sabah dan Sarawak," kata Chin.

"Jika kita memainkan permainan politik ras atau agama, kita akan berakhir seperti Malaya, secara politis," tegasnya.

“Ringkasnya, pemilihan gubernur adalah pilihan politik 110 persen," tandas Chin.***

Sumber: Free Malaysia Today

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: Free Malaysia Today


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x