Rusia Berlakukan Wamil, Banyak Pria Eksodus Takut Jadi Umpan Meriam!

- 3 Oktober 2022, 08:45 WIB
TAMPAK ratusan pria warga Rusia meninggalkan negaranya karena takut diperintahkan berangkat perang ke Ukraina.
TAMPAK ratusan pria warga Rusia meninggalkan negaranya karena takut diperintahkan berangkat perang ke Ukraina. /AFP/F. AFP


KALBAR TERKINI - Wajib militer (wamil) yang diberlakukan Presiden Vladimir Putin langsung memicu demo dan perlawanan di seluruh Rusia.

Bahkan, banyak pria yang nekat eksodus ke luar negeri. Masalahnya, dengan latihan singkat, mereka bisa saja pulang nama dari medna perang di Ukraina.

Dilansir Kalbar-Terkini.com dari The Moscow Times, Rabu, 21 September 2022, ribuan pria Rusia usia wamil tampaknya berusaha melarikan diri dari negara itu.

Baca Juga: Georgia Marak Unjuk Rasa Tolak Eksodus Wamil Rusia

Perlawanan ini terjadi begitu Putin mengumumkan mobilisasi militer parsial untuk perang di Ukraina.

“Saya tidak ingin menjadi umpan meriam,” kata seorang warga Moskow berusia 30 tahun.

Warga ini meminta anonimitas untuk berbicara dengan bebas kepada The Moscow Times.

Cara paling jelas untuk menghindari wamil adalah meninggalkan negara itu lewat penerbangan langsung ke negara-negara terdekat.

Tiket untuk penerbangan ke Armenia, Turki, dan Azerbaij, yang memungkinkan orang Rusia masuk tanpa visa, dengan cepat terjual habis.

Baca Juga: Park Bo Gum Selesaikan Wamil dan Lulus Jadi Tukang Cukur

Harga untuk penerbangan satu arah ke tujuan populer juga mulai naik, setidaknya delapan kali lipat.

Tiket dari Moskow, ibukota Rusia ke Yerevan dijual sekitar 160.000 rubel (2.621 dolar AS).

Sedangkan dari Moskow ke Dubai naik menjadi 170.000 rubel (2.784 dolar AS).

“Adikku takut. Kami segera mencoba untuk membelikannya tiket pesawat di suatu tempat,” kata seorang wanita Rusia.

Saudaranya yang baru saja menyelesaikan dinas militer, diharapkan bisa melintasi perbatasan Rusi tanpa masalah.

Hukum Rusia sendiri mengatur pergerakan di pembatasan terkait kasus mobilisasi umum.

Namun, Kremlin belum mengambil langkah apa pun untuk menutup perbatasan Rusia.

Kepala Komite Pertahanan Duma Negara Rusia Andrei Kartapolov menyatakan, Rabu, perbatasan kemungkinan tetap terbuka.

Sementara juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menolak untuk mengomentari masalah tersebut.

“Tentu saja, saya memiliki ketakutan. Saya benar-benar ingin menghindari wajib militer, dan saya pasti akan meninggalkan negara," ujarnya.

"(Tapi) itu jika keuangan saya memungkinkan, dan jika saya punya teman di luar negeri, ”kata Oleg (29), yang baru saja menyelesaikan dinas militernya.

"Aku mencoba mencari tahu bagaimana melakukannya...Aku mencoba mencari tahu bagaimana melakukannya," lanjutnya.

Sementara Putin menyatakan bahwa Rusia hanya akan menerapkan mobilisasi 'sebagian'.

Caranya, memprioritaskan wamil untuk cadangan militer yang berpengalaman letenteraan.

Keputusan resmi Kremlin tentang masalah yang diterbitkan pada Rabu ini, jauh lebih kabur tentang siapa yang mungkin dipanggil.

“Situasinya saat ini tidak jelas,” kata Sergei Krivenko, direktur kelompok hak asasi manusia Citizen.

“Dilihat dari dekrit… setiap warga negara dari cadangan militer berpotensi dapat direkrut,” katanya kepada The Moscow Times.

Ketidakpastian tampaknya memicu rasa panik di antara beberapa orang Rusia.

“Orang akan menggunakan setiap kesempatan untuk menghindari wajib militer," lanjutnya.

"Beberapa mungkin kembali ke universitas atau mencari pekerjaan paruh waktu di sektor pertahanan,” lanjut warga Moskow itu.

"Saya bahkan berpikir untuk mematahkan lengan saya sendiri, untuk mendapatkan keringanan medis," lanjutnya.

Warga yang lain mengaku bahwa mobilisasi kemungkinan akan diterapkan secara tidak merata di berbagai wilayah.

Sedangkan warga Moskow cenderung tidak menjadi sasaran daripada wilayah-wilayah yang lebih miskin.

“Mudah-mudahan mereka akan menyelamatkan Moskow lagi," kata Vyacheslav Tikhonov, seorang jurnalis yang berbasis di Moskow.

"Saya yakin, pihak berwenang tidak memerlukan foto polisi, dan komisaris militer yang mengejar para hipster di kereta bawah tanah,” lanjutnya.

“Mengerikan bahwa orang Moskow kemungkinan besar akan menghindari wajib militer dengan mengorbankan daerahnya," katanya.

"Tetapi, saya tidak punya harapan lain,” lanjut Tikhonov.

Pengumuman mobilisasi muncul saat Rusia menghadapi kekurangan tentara di Ukraina.

Hal ini terjadi setelah serangkaian kekalahan militer Rusia di sekitar kota timur laut Kharkiv.

Dalam perkiraan resmi pertama kerugian medan perang sejak Maret 2022, 5.937 tentara Rusia telah tewas di Ukraina.

Menurut Menteri Pertahanan Shoigu, Rabu, mereka tewas di Ukraina sejak 'operasi militer' Rusia pada 24 Februari 2022.

Tetapi, jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.
Data publik menunjukkan, setidaknya 6.219 tentara Rusia telah tewas.

Pejabat AS memperkirakan bulan lalu, hingga 80.000 tentara Rusia telah tewas, atau terluka sejak Februari 2022.

“Mengapa mengirim kami ke sana? Saya pikir semua kampanye militer harus dilakukan oleh tentara profesional," kata warga Moskow itu.

"Mereka secara sukarela menandatangani kontrak militer. Yang terjadi sekarang adalah kegagalan terbesar dalam sejarah Rusia," tambahnya.***

Sumber: The Moscow Times

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: The Moscow Times


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x