Mahsa Amini Tewas akibat Pukulan di Kepala, Iran Bersikeras Hukum Pengunjuk Rasa!

- 30 September 2022, 20:20 WIB
Demo jilbab di wilayah-wilayah Iran
Demo jilbab di wilayah-wilayah Iran /The International

KALBAR TERKINI - Keluarga mengklaim bahwa Mahsa Amini (22) dipukul benda keras di kepala yang membuatnya tewas di tahanan Kepolisian Moral Iran.

Kematian wanita Kurdi di tahanan di Teheran, Ibukota Iran, Jumat, 16 September 2022 telah memicu kemarahan mayoritas rakyat Iran, termasuk yang telah berdomisili di luar negeri.

Demo anti-jilbab ini pun disusul demo tandingan dari kalangan pro-pemerintah di seantero Iran, hingga Kamis, 29 September 2022 ini.

Baca Juga: Rakyat Iran Murka: Buntut Razia Jilbab Polisi Moral yang Berujung Maut!

Presiden Ebrahim Raisi menilai, maraknya demo anti-jilbab di Iran tak lain akibat campur tangan pihak asing.

“Musuh telah menargetkan persatuan nasional dan ingin mengadu domba orang satu sama lain,” katanya di Teheran, Ibukota Iran, Rabu, 28 September 2022.

Demo yang memprotes kematian Mahsa Amini telah berkembang menjadi penolakan penggunaan jilbab di Iran.

Mahsa ditangkap karena mengenakan jilbab yang terlalu longgar.

Baca Juga: Israel Siap Hantam Iran, Herzog: Tak Berhak Melarang Bangsa Israel untuk Hidup!

Dia juga dianggap telah melanggar aturan ketat di Iran bagi wanita terkait mengenakan pakaian yang sederhana.

Adapun demo tersebut memicu aksi balasan yang menuntut agar pendemo dari kalangan anti-jilbab dieksekusi.

Raisi menggambarkan protes tersebut sebagai 'kekacauan', dilansir Kalbar-Terkini.com dari The International, Kamis.

“Mereka yang terlibat kerusuhan harus ditindak tegas. Ini tuntutan rakyat,” kata Raisi dalam wawancara dengan stasiun televisi pemerintah, Rabu.

Baca Juga: Rakyat Iran Bahagia, Penista Islam Disebut dalam Perjalanan ke Neraka

"Keselamatan rakyat adalah garis merah Republik Islam Iran. Tidak ada yang diizinkan untuk melanggar hukum, dan menyebabkan kekacauan," tegasnya.

Menurut Raisi, Bangsa Iran telah merasakan 'kesedihan dan kesedihan' atas kematian Mahsa.

Ahli forensik dan peradilan akan segera memberikan laporan akhir, tetapi juga memperingatkan bahwa ;protes berbeda dengan kerusuhan'.

Protes itu sendiri sekarang ini telah berkecamuk selama 12 malam.

Komando polisi Iran bersumpah bahwa pasukannya akan menghadapinya 'dengan sekuat tenaga'..

Iran menyalahkan kerusuhan kepada kelompok-kelompok Kurdi 'kontra-revolusioner' yang berbasis di Irak utara.

Wilayah ini berada di seberang Provinsi Kurdistan wilayah Iran, asal Amini, dan tempat protes pertama kali berkobar.

Kantor berita Fars yang terkait dengan Pengawal Revolusi melansir, Selasa, sekitar 60 orang tewas sejak kematian Amini.

Tetapi, kelompok Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Oslo, mengklaim bahwa sejauh ini 76 orang telah terbunuh.

Kematian Mahsa telah memicu kampanye solidaritas yang dipimpin oleh perempuan dan laki-laki Iran di luar negeri.

Tanda terbaru sebagai dukungan protes pun diperlihatkan oleh Nazanin Zaghari-Ratcliffe, otang Iran yang tinggal di Inggris.

Zaghari-Ratcliffe yang pernah dipenjara enam tahun di Iran, memotong rambutnya dalam sebuah video yang disiarkan stasiun televisi BBC Persia.

"Wanita, Kehidupan, Kebebasan!" teriak para pengunjuk rasa dalam demonstrasi terbesar Iran dalam hampir tiga tahun.

Dalam aksi ini, para wanita dengan berani membakar jilbab dan memotong rambut mereka.

Orang tua Amini yang berduka telah mengajukan pengaduan, menuntut 'penyelidikan menyeluruh'.

Juga dituntut agar semua video dan foto Mahsa selama dalam tahanan untuk dirilis.

Hal ini dikemukakan oleh pengacara mereka, Saleh Nikbakht dalam wawancara yang dilansir oleh AFP.

Muncul pula temuan baru dari anggota keluarganya yang telah diklaim di media sosial dan dalam wawancara dengan media oposisi.

Dinyatakan bahwa Mahsa meninggal setelah menerima pukulan keras di kepala.

Pemerintah Iran, yang ekonominya sudah terkena sanksi atas program nuklirnya, terus berusaha untuk mengecilkan krisis tersebut.

Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian menyatakan, protes itu bukan masalah besar untuk stabilitas negara ulama itu.

Hal ini dinyatakannya di hadapan para diplomat Barat dalam pertemuan di PBB baru-baru ini.

“Tidak akan ada perubahan rezim di Iran. Jangan mempermainkan emosi rakyat Iran,” katanya kepada National Public Radio di New York.

Dia juga menuduh 'elemen luar' telah memicu kekerasan.

Tanggapan Iran telah menarik perhatian dari PBB dan kecaman dari seluruh dunia.

Jerman dan Spanyol memanggil Duta Besar Iran mereka, dan AS dan Kanada mengumumkan sanksi baru.

Sementara itu, pasukan Taliban melepaskan tembakan ke udara pada Kamis ini.

Tembakan-tembakan ini untuk membubarkan demonstrasi wanita yang mendukung protes di Iran.

Meneriakkan 'Wanita, Kehidupan, Kebebasan!' yang sama, Mantra, kelompok sekitar 25 wanita Afghanistan, melakukan protes di depan Kedutaan Besar Iran di Kabul.

Mereka akhirnya dibubarkan oleh pasukan Taliban, seorang koresponden AFP melaporkan.

Para pengunjuk rasa wanita membawa spanduk bertuliskan: 'Iran telah bangkit, sekarang giliran kita!'.

Juga terlihat spanduk bertuliskan: 'Dari Kabul ke Iran, katakan tidak pada kediktatoran!'

Pasukan Taliban dengan cepat menyambar spanduk dan merobeknya di depan para pengunjuk rasa.***

Sumber: The International

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: The International News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah