Tetapi, satu media Sri Lanka, mengutip sumber dari Maladewa, kemudian melaporkan bahwa Rajapaksa dan istrinya tidak naik penerbangan itu karena 'masalah keamanan'.
Protes massal telah mencengkeram Sri Lanka di tengah krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade.
Rajapaksa dituduh salah mengelola ekonomi ke titik di mana negara itu kehabisan devisa untuk membiayai impor yang paling penting, yang menyebabkan kesulitan parah bagi 22 juta penduduknya.
Sri Lanka gagal membayar utang luar negerinya sebesar 51 miliar dolar AS pada April 2022, dan sedang dalam pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk kemungkinan bailout.
Negara ini juga hampir kehabisan persediaan bensin, dan pemerintah telah memerintahkan penutupan kantor dan sekolah yang tidak penting.
Ribuan pengunjuk rasa anti-pemerintah menyerbu kantor Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe pada Rabu lalu, beberapa jam setelah diangkat sebagai penjabat presiden.
Mereka ingin Wickremesinghe mengundurkan diri karena melihatnya sebagai sekutu Rajapaksa.
Polisi dan tentara gagal menahan para pengunjuk rasa meskipun menembakkan gas air mata dan meriam air.
Negara itu sebelumnya telah mengumumkan keadaan darurat setelah berbulan-bulan protes.
Selama akhir pekan, Rajapaksa berjanji untuk mengundurkan diri pada Rabu lalu untuk membuka jalan bagi 'transisi kekuasaan yang damai'.