Krisis Ukraina Mustahil Picu Perang Dunia III: Tak semua Negara Eropa Mau Diseret AS Melawan Rusia

- 9 Februari 2022, 13:01 WIB
Seorang ahli mengatakan jika memberi kendali senjata nuklir kepada kecerdasan buatan (AI) bisa memicu Perang Dunia III dan mengancam kehidupan. /Ilustrasi/Pexels/Pixabay
Seorang ahli mengatakan jika memberi kendali senjata nuklir kepada kecerdasan buatan (AI) bisa memicu Perang Dunia III dan mengancam kehidupan. /Ilustrasi/Pexels/Pixabay /

KALBAR TERKINI - Krisis Ukraina Mustahil Picu Perang Dunia III: Tak semua Negara Eropa Mau Diseret AS Melawan Rusia

Perang Dunia (PD) III yang disebut-sebut bakal berawal dari Krisis Ukraina diprediksi tak akan terjadi.

Selain hanya perang uray syaraf (psywar) antara Rusia dan Barat, Rusia berjanji untuk segera menarik pasukannya di perbatasan Ukraina.

Baca Juga: AS Dipermalukan, Prancis Merapat ke Rusia: Putin dan Macron Bertemu di Moskow

Ibarat pepatah 'winning to charcoal, losing to ashes (menang jadi arang, kalah menjadi abu)', maka PD III hanya akan menghancurkan semua pihak yang bertikai karena melibatkan senjata nuklir.

Klaim akan terjadi serangan Rusia ke Ukraina ini pun ditengarai hanya skenario AS untuk mencari pengaruh Barat pasca hegemoni geopolitiknya mulai memudar.

Dengan mengajak semua negara Benua Eropa untuk mengikutinya memerangi Rusia, hal ini diprediksi tak akan diikuti oleh semua negara di benua tersebut.

Baca Juga: Gas dari Rusia sangat Dibutuhkan, Rakyat Eropa Berontak Jika Pemerintahnya Sanksi Rusia

Selain hegemoni global AS mulai memudar, Eropa sangat bergantung dari pasokan gas Rusia, dan hubungan baik Rusia dengan China bersama sejumlah negara musuh AS, tidaklah bisa disepelekan oleh semua negara di Eropa.

Itu sebabnya sebagian besar negara di Eropa enggan untuk ikut ' 'diseret' oleh AS untuk berkonflik dengan Rusia, negara terkuat di bekas Uni Soviet sejak era Perang Dingin..

Pasukan Rusia yang berjumlah sekitar 100.000 ribu personel ini, ditumpuk di Belarus, tetangga Ukraina, yang juga tetangga Rusia.

Baca Juga: Rusia Ketar-ketir, Lima Presiden Kunjungi Ukraina Disusul para Menteri Luar Negeri, Dapat Dukungan Militer?

Para personel lainnya dikerahkan untuk mengikuti latihan perang antara Rusia dan Belarus di Laut Hitam.

Disebut saling gertak dan perang urat syaraf, ini karena Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim tak pernah berencana untuk menyerang Ukraina, selain hanya karena 'kecurigaan' AS kemudian AS berusaha mempengaruhi Eropa.

Rusia sendiri dituding oleh Barat terus melakukan manuver di perbatasan Ukraina.

Baca Juga: Ukraina Lipatgandakan Kekuatan Pasukan di Perbatasan, Rusia Tuding AS Bawa Nazi Murni ke Ukraina!

Termasuk membuat gerakan militer, sekitar dua pekan silam, sehingga alarm berbunyi, dan muncul kesan bahwa armada pesawat tempur Rusia sedang lepas landas untuk menyerang Ukraina.

Manuver-manuver ini pun dibalas oleh AS dan banyak negara anggota NATO untuk mengancam sanksi ke Rusika, sekaligus mengerahkan pasukannya dengan jumlah yang ditambah ke Eropa Timur, wilayah negara-negara bekas Soviet.

Pengerahan pasukan Barat yang juga melibatkan wahana-wahana tempur ini pun bisa menjadi alasan tepat bagi Putin untuk semakin meningkatkan gertakannya bahwa invasinya akan segera terjadi.

Hal ini akan dilakukan, jika NATO menafikan tuntutan Rusia, agar NATO menarik pasukannya dari Eropa Timur, dan berhenti menerima negara-negara bekas Soviet dalam keanggotaan NATO, termasuk Ukraina.

Menurut laporan The Associated Press dari Kiev, Ibukota Ukraina, sebagaimana dilansir Kalbar-Terkini.Com, Rabu, 9 Februari 2022, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan pada Selasa lalu, Putin berjanji tidak akan lebih meningkatkan krisis di Ukraina.

Hal ini terungkap dalam pertemuan sekitar lima jam antara Macron dan Putin di Berlin, Jerman.

Dari pertemuan tersebut, menurut Macron, bisa disimpulkan bahwa akan membutuhkan waktu untuk menemukan solusi diplomatik atas meningkatnya ketegangan.

"Ini merupakan krisis keamanan terbesar antara Rusia dan Barat sejak Perang Dingin," kata pada Selasa, hari yang sama, ketika Presiden AS Joe Biden bertemu pemimpin baru Jerman, Kanselir Olaf Scholz di Washington, Ibukota AS, yang juga membicarakan Krisis Ukraina.

Sementara itu, Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan bahwa Macron, yang pada Rabu ini berada di Kota Kiev, tidak pernah mencapai kesepakatan dalam pertemuannya dengan Putin.

“Dalam situasi saat ini, Moskow dan Paris tidak dapat mencapai kesepakatan apa pun," katanya.

Macron bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di tengah meningkatnya kekhawatiran akan invasi Rusia.

Moskow telah mengumpulkan lebih dari 100.000 tentara di dekat perbatasan Ukraina, tetapi menegaskan tidak memiliki rencana untuk menyerang.

Kremlin menginginkan jaminan dari Barat bahwa NATO tidak akan menerima Ukraina dan negara-negara bekas Soviet lainnya sebagai anggota, menghentikan penyebaran senjata, dan menarik kembali pasukannya dari Eropa Timur, tuntutan yang ditolak AS dan NATO sebagai nonstarter.

Dalam konferensi pers setelah bertemu Zelenskyy, Macron menyatakan, Putin berjanji untuk 'tidak akan memulai eskalasi'. "Saya pikir itu penting," tegas Macron.

Menurut Macron, Putin juga menyatakan bahwa tidak akan ada 'pangkalan (militer) permanen' atau 'penempatan' Rusia di Belarus, di mana Rusia telah mengirim sejumlah besar pasukan untuk latihan perang.

Sementara Peskov menegaskan tentang rencana penarikan pasukan Rusia dari Belarus setelah manuver alias latihan perang tersebut.

Pernyataan Rusia ini pun disambut baik oleh Zelenskyy. Kendati menyambut langkah-langkah konkret dari Putin untuk de-eskalasi, Presiden Ukraina ini menegaskan bahwa dia tidak 'mempercayai kata-kata Putin secara umum'.

Macron sendiri juga berusaha untuk meredam ekspektasi semacam itu.

"Jangan naif," katanya. “Sejak awal krisis, Prancis tidak cenderung membesar-besarkan, tetapi pada saat yang sama, saya tidak percaya krisis ini dapat diselesaikan hanya dalam beberapa jam melalui diskusi," tegasnya.

Zelenskyy menyebut pembicaraannya dengan Macron 'sangat bermanfaat'.

“Kami memiliki pandangan yang sama dengan Presiden Macron tentang ancaman, tantangan terhadap keamanan Ukraina, seluruh Eropa, dan dunia pada umumnya,” kata Zelenskyy.

Menurutnya, Prancis menggelontorkan bantuan keuangan bagi negaranya senilai 1,2 miliar euro atau setara dengan 1,3 miliar dolar AS, dan membantu memulihkan infrastruktur di timur negara yang dilanda perang.

Para pemimpin Barat dalam beberapa pekan terakhir telah terlibat dalam pembicaraan tingkat tinggi.

Pembicaraan akan terus digenjot dengan menyoroti latihan militer di Rusia dan Belarus.

Pada Selasa lalu, Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim, enam kapal pendarat amfibinya bergerak dari Mediterania ke Laut Hitam untuk latihan, dan dua pesawat pengebom nuklir jarak jauh Tu-22M3 menerbangkan patroli lain di atas Belarus.

Sehari sebelumnya, Macron menegaskan bahwa pihaknya tidak mengharapkan Putin membuat 'gerakan'.

Sebab, tujuannya adalah untuk 'mencegah eskalasi', dan membuka perspektif baru. "Dan, tujuan itu tercapai," katanya.

Di satu sisi, Macron menyebut bahwa Putin 'membuat jebakan kolektif' dengan memulai pertukaran dokumen dengan AS.

Moskow mengajukan tuntutannya ke Washington dalam bentuk rancangan perjanjian yang dipublikasikan, dan bersikeras pada tanggapan tertulis, yang kemudian ternyata dibocorkan.

“Dalam sejarah diplomasi, tidak pernah ada krisis yang diselesaikan melalui pertukaran surat yang akan diumumkan setelahnya,” katanya.

Ditambahkan, itulah mengapa dia memutuskan untuk pergi ke Moskow untuk melakukan pembicaraan langsung dengan Putin.

Macron kemudian terbang ke Berlin, di mana dia memberi pengarahan kepada Presiden Polandia Andrzej Duda dan Kanselir Jerman Olaf Scholz, dan menyatakan bahwa sikap mereka bersatu demi tujuan bersama 'untuk mencegah perang di Eropa'.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan senang atas aktivitas diplomatik tingkat tinggi itu, menurut juru bicaranya, Stephane Dujarric.

“Sekretaris Jenderal tidak dapat menjelaskan lebih lanjut tentang perlunya meningkatkan aktivitas diplomatik untuk menghindari eskalasi apa pun,” kata Dujarric.

Usai pertemuannya dengan Macron, Putin menyatakan bahwa AS dan NATO mengabaikan tuntutan Moskow,, tetapi mengisyaratkan kesiapan pihaknya untuk terus berbicara.

Putin juga mengulangi peringatan bahwa keanggotaan NATO untuk Ukraina dapat memicu perang antara Rusia dan aliansi tersebut, jika Kiev mencoba merebut kembali Semenanjung Krimea, yang dicaplok Moskow pada 2014.

Namun, NATO, para pemimpin AS dan Eropa menolak tuntutan Rusia itu, yang mereka nyatakan sebagai menantang prinsip-prinsip inti NATO.

Ini termasuk tidak akan menutup pintu ke Ukraina atau negara lain yang mungkin ingin menjadi anggota NATO.

Presiden Biden menyataan, prospek Ukraina memasuki NATO 'dalam waktu dekat sangat tidak mungkin', tetapi dia dan anggota aliansi lainnya dan NATO sendiri, menolak untuk mengesampingkan masuknya Ukraina di masa depan.

Biden bertemu Senin Scholz, yang juga akan melakukan perjalanan ke Kiev dan Moskow pada 14-15 Februari 2022.

Keduanya mengancam Rusia dengan konsekuensi serius jika menyerbu.

Biden juga bersumpah bahwa pipa gas Nord Stream 2 Rusia ke-Jerman, yang telah selesai tetapi belum beroperasi, akan diblokir.

Langkah seperti itu akan merugikan Rusia secara ekonomi, tetapi juga menyebabkan masalah pasokan energi bagi Jerman.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, dalam sebuah artikel di Times of London, juga mendesak sekutu untuk menyelesaikan sanksi ekonomi berat yang akan berlaku jika Rusia menyeberang ke Ukraina.

Menurut Johnson, Inggris siap untuk meningkatkan pasukan NATO di Latvia dan Estonia saat dia bersiap untuk bertemu dengan Perdana Menteri Lithuania di London untuk menunjukkan dukungan bagi negara-negara Baltik.

Johnson menyatakan sedang mempertimbangkan untuk mengirim pesawat tempur RAF Typhoon dan kapal perang Angkatan Laut Kerajaan ke Eropa tenggara.

Pada Senin lalu, Inggris menyatakan akan mengirim 350 tentara ke Polandia untuk memperkuat sayap timur NATO. Inggris sudah mengirim senjata anti-tank ke Ukraina.

"Lebih dari 100 personel militer AS tiba di Rumania menjelang pengerahan sekitar 1.000 tentara NATO, yang diperkirakan akan tiba di negara itu dalam beberapa hari mendatang," kata Menteri Pertahanan Rumania Vasile Dincu.

Para pejabat AS menyatakan bahwa sekitar 1.000 tentara aliansi akan dikirim dari Jerman ke Rumania, anggota NATO sejak 2004.

Rumania berbatasan dengan Ukraina di utara. Sekitar 1.700 tentara AS dari Lintas Udara ke-82 juga akan pergi ke Polandia.

Para pejabat AS menggambarkan ancaman invasi ke Ukraina sudah dekat, suatu peringatan yang dicemooh Moskow, dan menuduh justru Washington memicu ketegangan.

Rusia dan Ukraina terlibat dalam konflik sengit sejak 2014, ketika Presiden Ukraina yang bersahabat dengan Kremlin, digulingkan, Moskow mencaplok Krimea kemudian mendukung pemberontakan separatis di timur negara itu.

Pertempuran antara pemberontak yang didukung Rusia dan pasukan Ukraina, telah menewaskan lebih dari 14.000 orang.

Pada 2015, Prancis dan Jerman membantu menengahi kesepakatan damai, yang dikenal sebagai Perjanjian Minsk, yang mengakhiri permusuhan skala besar, tetapi gagal membawa penyelesaian politik atas konflik tersebut.

Kremlin telah berulang kali menuduh Kiev menyabotase kesepakatan itu, dan pejabat Ukraina dalam beberapa pekan terakhir menyatakan bahwa menerapkannya hanya akan merugikan Ukraina.

Setelah bertemu Macron, Putin menyatakan tanpa penjelasan lebih lanjut, bahwa beberapa proposal Presiden Prancis dapat berfungsi sebagai dasar untuk penyelesaian konflik separatis.

Juga ditambahkan bahwa Rusia setuju untuk berbicara melalui telepon setelah kunjungan Macron ke Kiev, menurut Peskov. "Panggilan semacam itu akan dilakukan 'dalam waktu terdekat'," katanya.

Macron sendiri menegaskan bahwa baik Putin dan Zelenskyy telah mengkonfirmasi bahwa mereka bersedia untuk mengimplementasikan perjanjian Minsk.

"...satu-satunya jalan yang memungkinkan untuk membangun perdamaian … dan menemukan solusi politik yang berkelanjutan," ujarnya.

Macron juga menyatakan, penasihat presiden Prancis, Jerman, Rusia dan Ukraina akan bertemu pada Kamis mendatang di Berlin untuk membahas langkah selanjutnya.

"Butuh waktu untuk mendapatkan hasil," kata Macron.

Zelenskyy bungkam ketika ditanya wartawan tentang di mana Ukraina berdiri dalam mengimplementasikan perjanjian Minsk, dan apakah dia meyakinkan Macron bahwa pihaknya berkomitmen untuk melakukannya.

Presiden Ukraina ini hanya menjawab bahwa negaranya memandang pertemuan pada Kamis esok adalah 'sangat positif', dan berharap untuk pertemuan berikutnya oleh keempat pemimpin.

Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock, mengunjungi garis depan di wilayah konflik di Donbas, Ukraina timur.

"Kami ingin 'mendapatkan kesan tentang apa artinya jika kita masih memiliki perang di tengah Eropa," keluhnya.

Jerman telah memberi bantuan ke Ukraina sekitar 1,8 miliar euro sejak 2014, yang sebagian di antaranya membantu rakyat Ukraina yang terlantar akibat pertempuran.***

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: Berbagai Sumber The Associated Press


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah