TEHERAN, KALBAR TERKINI - Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif memberikan pernyataan keras bahwa diplomasi dan medan perang adalah dua bagian yang saling melengkapi dan melayani bangsa secara berdampingan.
Menurut Zarif, diplomasi bukanlah saingan kekuatan militer, seperti yang diasumsikan sejumlah orang. Anggapan bahwa diplomasi penting, maka itu dinilainya sebutan dari kalangan yang pasrah (kepada musuh).
"Hal itu tidak benar," katanya dalam upacara pembukaan Masyarakat Diplomasi Iran di Teheran, Ibu Kota Iran, Sabtu, 1 Mei 2021.
Baca Juga: Google dan Roku Berperang: Alamak, ini Masalahnya!
Zarif menambahkan, diplomasi dalam melayani bangsa selalu berdampingan di medan perang. Zarif merujuk kedekatannya dengan Jenderal Qasem Soleimani, komandan pasukan elite Quds dari Garda Revolusi Iran, unit operasi luar negeri negara Islam Iran, yang tewas dalam serangan udara terencana AS di masa Presiden Donald Trump, dekat Bandara Internasional Baghdad, Irak, Jumat, 3 Januari 2020.
Setiap Selasa, sebagaimana dikutip Kalbar-Terkini.com dari IRNA, Sabtu, Zarif dan Jenderal Soleimani -yang disebutnya sebagai martir- selalu bertemu, dan membahas tentang makna diplomasi dan medan perang.
Menurut Zarif, kedua kata itu dapat berfungsi secara berdampingan, dan memutuskan kapan pun medan perang dibutuhkan. "Diplomasi, kami akan melakukan itu, dan kapan pun medan perang membutuhkan diplomasi, kami akan menggunakannya," kata Zarif.
Baca Juga: Vanessa Pappas, CEO TikTok: Dunia adalah Realitas Miliaran Dolar
Menteri Luar Negeri Iran ini lebih lanjut menggarisbawahi peran Soleimani dalam pembicaraan damai Iran-Afghanistan, dan menyatakan bahwa tanpa dukungan berharga dari Soleimani, maka pembicaraan dengan Afghanistan tidak akan mencapai banyak keberhasilan.