"Anda dapat mengubah skenario dari utara yang dingin ke Suriah yang cerah, di mana Anda dapat menyingsingkan lengan baju, dan mulai membangun kembali negara, " kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan awal April 2021, sebagaimana dikutip Kalbar-Terkini.com dari The New Arab (Alaraby), Minggu, 18 April 2021.
Kopenhagen menyatakan, beberapa wilayah di Suriah telah aman untuk kembalinya para pengungsi, suatu klaim yang banyak diperdebatkan oleh aktivis Suriah dan pendukung pengungsi. Sebab, para pengungsi yang kembali akan sangat berisiko ditangkap secara sewenang-wenang, mengalami penyiksaan, bahkan kematian.
Otoritas Denmark telah menolak memperbarui izin tinggal setidaknya 189 warga Suriah sejak musim panas lalu. Status tempat tinggal 500 orang lainnya yang berasal dari Damaskus dan sekitarnya juga sedang ditinjau.
Denmark merupakan negara pertama di Eropa yang mengancam pengungsi Suriah dengan deportasi.
Kebijakan baru ini terutama mempengaruhi wanita dan orang tua, menurut The Guardian, karena Pemerintah Denmark sendiri mengakui bahwa sebagian besar pria berisiko menjalani wajib militer jika dideportasi ke Suriah.
Keputusan itu telah dikecam oleh kelompok-kelompok hak asasi termasuk Euro Mediterranean Human Rights Monitor, dan Dewan Pengungsi Denmark di negara itu.
Sementara itu, masih menurut The New Arab (Alaraby), Kamis, 8 April 2021, Pemerintah Denmark pada Maret 2021 mencabut tempat tinggal puluhan warga Suriah setelah menyatakan bahwa Damaskus 'aman' untuk mereka kembali sehingga menimbulkan kekhawatiran pemulangan di kalangan pengungsi Suriah.
Dengan ancaman deportasi yang membayangi 94 warga Suriah, para aktivis di negara Etnis Viking ini menggunakan media sosial untuk menyoroti cerita para pengungsi. Hal ini merupakan upaya untuk menghentikan tindakan yang menargetkan pengungsi.
Para pengungsi ini termasuk Faeza Satouf, seorang siswi perawat Suriah berusia 25 tahun, yang studinya akan berakhir jika dia kehilangan hak tinggal di negara 'paling berbahagia' ini.
Jika jadi dideportasi, lusinan pengungsi, yang sebelumnya bekerja atau belajar, ditengarai akan dikirim ke pusat penampungan yang suram di perbatasan kota-kota Denmark. Meskipun bebas meninggalkan pusat selama siang hari, mereka harus kembali pada malam hari, dan melapor ke pihak kepolisian selama beberapa kali dalam sepekan.