Junta Myanmar Kerasukan Setan: Warga Dibakar Hidup-hidup!

- 7 April 2021, 17:32 WIB
PBB  MANDUL - Aksi brutal pasukan Junta Myanmar terus berlangsung sejak kudeta militer terhadap kepemimpinan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021. PBB pun mandul, hanya sebatas mengecam tanpa tindakan yang berarti./GAMBAR & FOTO: PIXABA/KAREN NEW/THAI PBS WORLD/CBS NEWS/ARAKAN MEDIA/ASIA TIMES/GRAFIS: OKTAVIANUS CORNELIS/
PBB MANDUL - Aksi brutal pasukan Junta Myanmar terus berlangsung sejak kudeta militer terhadap kepemimpinan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021. PBB pun mandul, hanya sebatas mengecam tanpa tindakan yang berarti./GAMBAR & FOTO: PIXABA/KAREN NEW/THAI PBS WORLD/CBS NEWS/ARAKAN MEDIA/ASIA TIMES/GRAFIS: OKTAVIANUS CORNELIS/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

KALBAR TERKINI - Prestasi dan reputasi pasukan Junta Myanmar  berikut pemimpinnya Jenderal Min Aung Hlaing dianggap menjijikkan. Bukan melawan militer negara lain, tapi  membunuh rakyat sendiri. Sadisnya, banyak korban yang ditembak. Sekalipun ada yang beragama Islam, jenazah mereka pun dibakar untuk menghilangkan jejak.

Militer memperlakukan warganya bagai binatang. Menyeret yang terluka, menembak beberapa kali dari dekat walaupun sudah tewas. Bahkan dalam sejumlah kasus, warga yang maish hidup setelah terluka tembak, dilaporkan dipaksa duduk di atas tumpukan ban atau kayu, kemudian dibakar hidup-hidup hingga tewas.

Itu sebabnya, rakyat Myanmar pun terus melakukan perlawanan.  Bahkan, perlawanan pun beralih dengan melibatkan senjata api. Di sejumlah kawasan dan kota pedalaman, warga melakukan perlawanan dengan senapan berburu. Di desa-desa sepanjang jalan dari ibu kota Myanmar ke kota-kota tersebut, warga menghadang pasukan junta.

Perang saudara pun melanda Myanmar, dalam arti, bukan saling bunuh di antara rakyat,  melainkan menyatunya rakyat dari seluruh etnis termasuk milisi bersenjatanya di Myanmar untuk melawan pihak junta yang telah berubah menjadi 'teroris legal': membunuh rakyat sendiri, tanpa adanya tindakan fisik dari pihak PBB, selain hanya sebatas imbauan dan kecaman dengan pernyataan berulangkali: "Kami mengecam..."

Baca Juga: Mengaku Alami KDRT Sejak 2019, Yuyun Sukawati: Saya Dicekik dan Diseret Sampai Babak Belur

Baca Juga: Berbahagia Jelang Ramadhan, Mesir Gelar Festival Kurma di Kairo

Baca Juga: Hiy! Mesir Gelar Parade Mumi Malam-malam

Kebrutalan  pihak junta juga telah memancing murka 10 etnis bersenjata Myanmar. Apalagi,  gencatan senjata yang diprakrasai pihak junta, justru sengaja dilanggar sendiri.  Tak tahan lagi dengan tewasnya lebih 540 saudara sesama bangsa, hampir seluruh pasukan etnis turun tangan, termasuk Persatuan Nasional Karen (KNU) yang paling gencar menyerang militer Myanmar sejak kudeta Februari 2021.

Wawancara dengan Jubir Pasukan Karen

Dikutip Kalbar-Terkini .com dari The Irrawaddy, Rabu, 7 April 2021, Brigade 5 KNU telah merebut dua pos militer di Distrik Papun di Negara Bagian Karen. Mereka juga  memblokir pengiriman makanan ke pasukan militer yang berbasis di Papun.

Hal ini telah  mendorong militer Myanmar untuk melakukan serangan udara yang menewaskan beberapa orang,  dan memaksa ribuan orang mengungsi dari rumah mereka.

Selain aksi militer, KNU sedang bernegosiasi dengan Komite yang mewakili Pyidaungsu Hluttaw (Parlemen Nasional) atau CRPH, sebuah badan yang mewakili anggota parlemen Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) terpilih pimpinan Aung San Su Kyii yang dikudeta. Mereka akan membahas pembentukan serikat federal.

Juru bicara KNU Brigade 5 Padoh Mahn Mahn kepada koran The Irrawaddy pun memberitahjukan situasi terakhir di Papun, dan pembicaraan KNU dengan CRPH.

Bagaimana pertempuran antara militer Myanmar dan Brigade 5 KNU? Apakah ada pemboman lebih lanjut?

Ada pengeboman dari 27 hingga 31 Maret 2021. Belum ada pengeboman sejak 1 April 2021 ini. Tapi belum aman, dan masih ada pengintaian. Kami melihat adanya pengumuman gencatan senjata sepihak oleh dewan militer. Mereka  berhenti menyerang, mungkin karena gencatan senjata, mungkin juga mereka sedang membuat persiapan, dengan alasan gencatan senjata.

Bagaimana cara mengatasi pengungsi? 

Penduduk desa tidak berani pulang. Beberapa dari mereka melarikan diri ke perbatasan Thailand,  tetapi mayoritas bersembunyi di gua dan hutan, untuk menghindari pemboman lebih lanjut. Beberapa berada di hutan Thailand, dan sedang berjuang untuk mencari makanan dan tempat berteduh.

Awalnya, kami mendengar bahwa pihak berwenang di Provinsi Mae Hong Son di Thailand bersiap untuk menampung para pengungsi.  Bagaimana situasi di lapangan? Pertama-tama, mereka (militer Myanmar) mengatakan bahwa mereka membuat persiapan di berbagai tempat.

Tetapi,  ketika orang-orang kami mulai muncul, mereka menolaknya. Tidak ada jaminan orang dapat melarikan diri dengan aman ke Thailand. 

Apakah serangan udara tersebut dengan sengaja menargetkan penduduk desa Karen? 

Semua orang yang terbunuh atau terluka adalah penduduk desa. Semua bangunan yang rusak berada di dalam desa. Kami dapat mengatakan, bahwa militer menargetkan warga sipil. Ini tidak pernah berubah sejak awal.

Mereka menyerang pejuang Karen, tetapi mereka tidak pernah menyisakan penduduk desa. Setiap orang telah melihat, bahwa mereka secara brutal membunuh warga sipil tak bersenjata, bahkan di kota-kota yang bukan merupakan zona konflik. Pengeboman seperti itu biasa bagi kami.  

Apa pandangan Anda tentang Piagam Demokrasi Federal CRPH? Apakah Brigade 5 berpartisipasi dalam menyusun piagam? 

Mereka berkonsultasi dengan KNU secara keseluruhan daripada Brigade 5. Sejak mereka mulai menyusun piagam, KNU berpartisipasi sebagai organisasi bersenjata revolusioner. Pimpinan komite pusat KNU berpartisipasi dalam proses tersebut. 

CRPH berbicara tentang pembentukan tentara federal dengan organisasi etnis bersenjata? Bagaimana kemungkinannya?

Kami tidak melihat prinsip yang jelas tentang tentara federal dalam piagam. Tapi,  kita bisa melihat bahwa mereka akan membangun kekuatan pertahanan. Atas partisipasi kami dalam setiap pasukan yang diusulkan, kelompok etnis sudah memperjuangkan otonomi mereka. Jadi,  kami akan terus mempertahankan tanah kami. 

Meskipun CRPH telah mengeluarkan Piagam Demokrasi Federal, CRPH juga telah membatalkan Konstitusi 2008. Kami menyambut baik itu. Kami puas sampai batas tertentu dengan piagam untuk mendirikan serikat federal.

Namun, ada pertanyaan tentang bagaimana mengatasi kendala dalam proses penerapan piagam. 

Apakah maksud Anda masih banyak hal yang harus dilakukan untuk membentuk tentara federal? 

Organisasi bersenjata memiliki latar belakang politik, tujuan dan wilayah politik yang jelas. Akan menjadi pragmatis untuk membentuk tentara federal berdasarkan organisasi etnis bersenjata yang ada.

Kami harus membela, dan menolak ketidakadilan dan kekerasan dewan militer. Tentara federal dapat dibentuk baik. dengan mengadopsi konstitusi baru,  atau berdasarkan organisasi bersenjata yang ada. 

Kelompok etnis lain khawatir bahwa CRPH akan mengingkari komitmen,  jika Daw Aung San Suu Kyi dibebaskan. Apakah itu masalahnya? 

Banyak yang mengharapkan Daw Aung San Suu Kyi mengamandemen Konstitusi 2008. Namun,  tidak ada kemajuan nyata setelah lima tahun. Yang lebih buruk, NLD hanya terlihat rukun dengan militer. Itu tidak hanya mengabaikan organisasi etnis bersenjata , tetapi juga mengadopsi kebijakan untuk menekan mereka.

Hal-hal ini masih menghantui kami.

Namun, di bawah lanskap politik saat ini, jika CRPH benar-benar berkomitmen untuk menerapkan piagam federal, kami tidak perlu khawatir. Daw Aung San Suu Kyi sekarang, mungkin mengerti bahwa dia salah mengira bahwa dia bisa mengubah militer, tapi dan upaya rekonsiliasi nasionalnya telah gagal.

Meskipun kami memiliki alasan untuk prihatin, kami berasumsi bahwa Daw Aung San Suu Kyi memahami hal ini sekarang.

Warga Terluka Dibakar Hidup-hidup

Sementara itu, dikutip dari Myanmar Now, Rabu, 7 April 202, kebrutalan pasukan rezim Myanmar terus berlangsung. Ye Yint Naing (15) misalnya, tewas setrelah sbeutir meninggal. peluru mengenai punggungnya. Semua orang di sekitarnya juga jatuh karena peluru terus beterbangan.

Tidak ada yang berani membantu. "Mereka terus menembak," kenang kakaknya. “Mereka menembak siapa saja yang mencoba bangun. Jadi,  dia hanya berbaring di sana selama sekitar dua jam."

Ye Yint Naing meninggal pada Sabtu, 27 Maret 2021, hari yang mencatat jumlah kematian  tertinggi dari tindakan keras terhadap protes anti-kudeta sejak militer Myanmar merebut kekuasaan Aung San Su Kyii pada 1 Februari 2021. 

Seperti banyak orang lain di seluruh negeri, Ye Yint Naing telah bergabung dalam protes untuk memperingati Hari Perlawanan Anti-Fasis, yang bertentangan dengan junta,  yang menyebut acara yang sama pada hari itu sebagai Hari Angkatan Bersenjata Myanmar

"Dia mengatakan bahwa jika dia tidak ikut serta dalam protes, dia tidak dapat menyebut dirinya sebagai penduduk asli Muse," kata ibunya,

Moe Moe, merujuk kampung halaman Ye Yint Naing di negara bagian Shan bagian utara. “Saya tidak bisa menghentikannya. Jadi,  dia meninggalkan rumah,  dan pergi ikut aksi protes, ”katanya, mengingat terakhir kali dia melihat putranya hidup. 

Islam tapi Dikremasi Paksa

Keesokan paginya, keluarga Ye Yint Naing menerima apa yang tersisa darinya — bukan tubuhnya yang tak bernyawa, tapi setumpuk tulang hangus. Pihak berwenang meyakinkan mereka bahwa tulang-belulang itu adalah jazad anaknya. 

Tentara yang menyeret jenazahnya setelah protes sempat menyimpannya di pemakaman kota setempat, di mana ia dikremasi,  meskipun kenyataannya praktik tersebut dilarang oleh Islam, agama keluarga tersebut.

Menurut sebuah kelompok kesejahteraan sosial yang mengetahui kasus tersebut, tidak ada upaya yang dilakukan untuk menemukan keluarga almarhum sebelum kremasi. Militer hanya memberi label tubuhnya sebagai 'mayat tanpa pemilik,  dan membuangnya tanpa upacara lebih lanjut. 

“Tentara ingin memusnahkan saudara laki-laki saya. Dia baru berusia 15 tahun. Mereka membunuhnya secara brutal. Mereka setidaknya harus mengembalikan tubuhnya kepada kami, ”kata saudaranya. 

Ada banyak laporan di seluruh negeri tentang mayat-mayat yang dihancurkan oleh militer sebelum keluarga dapat mengidentifikasi mereka atau melakukan upacara keagamaan. Dalam banyak kasus, mereka tidak pernah pulih sama sekali. 

Di Kota Kalaw dan Kota Aungban di Shan selatan, setidaknya 10 jenazah telah dikremasi tanpa sepengetahuan anggota keluarga, menurut penduduk setempat. Pada Jumat, 19 Maret 2021, setidaknya 11 orang dibunuh oleh pasukan rezim selama tindakan keras di Aungban.

Enam mayat kemudian terlihat diangkut ke Kalaw. "Mereka dikremasi di pemakaman kota,  sekitar pukul empat pagi keesokan harinya," kata seorang saksi mata yang melihat mayat tersebut. 

Identitas keenam korban tidak dapat ditentukan, dan mungkin tidak akan pernah diketahui karena tidak ada sisa-sisa yang dapat diidentifikasi. 

Lebih dari sepekan kemudian, hal yang sama terjadi lagi. Pada Minggu, 28 Maret 2021 sekitar pukul sembilan malam, tentara terlihat mengkremasi setidaknya tiga mayat di pemakaman Kalaw, menurut seorang penduduk kota. 

Esok harinya, salah satu kantor  berita yang berbasis di Negara Bagian Shan, Kanbawza Times,  melaporkan bahwa beberapa tulang yang terbakar telah ditemukan di pemakaman di Aungban.

Kasus serupa juga dilaporkan di Mandalay, tempat terjadinya beberapa kekerasan terburuk di negara itu,  dan tempat salah satu pembunuhan paling mengerikan yang dilakukan oleh pasukan junta. 

Pada malam tanggal 27 Maret 2021, hari ketika rezim membunuh Ye Yint Naing dan lebih dari 150 lainnya di seluruh negeri, pasukan memasuki bangsal Min Te Ei Kin di Kotapraja Aungmyaythazan,  Mandalay,  dan menembaki penduduk setempat. 

Seorang pria, Aye Ko (40), ditembak di bagian dada saat mencoba memadamkan api yang dilakukan oleh beberapa pria tak dikenal,  tak lama sebelum pasukan rezim tiba.

Pria yang terluka itu kemudian ditempatkan di atas tumpukan ban yang terbakar,  dan dipaksa tinggal duduk sampai meninggal.

Tubuhnya pun terbakar tanpa bisa dikenali. 

Banyak warga  telah meninggal dalam tahanan, baik setelah mengalami luka-luka sebelum penangkapan atau disiksa.

Dalam kebanyakan kasus ini, keluarga hanya diizinkan untuk melakukan pemakaman asal-asalan. 

Yang lainnya lagi dibunuh di rumah mereka, seperti Khin Myo Chit dari Mandalay yang berusia tujuh tahun. Dia ditembak di perut saat duduk di pangkuan ayahnya. Untuk memberinya pemakaman yang layak, keluarga harus bersembunyi,  dan melakukan kebaktian singkat dengan hanya beberapa kerabat dekat yang hadir.

Namun, sebagian besar terbunuh dalam tindakan keras terhadap aksi protes, ketika mereka yang menderita luka fatal kadang-kadang tertinggal dalam kekacauan yang terjadi.

Mayat mereka kemudian dikumpulkan oleh pasukan junta, dan dalam banyak kasus: tidak pernah terlihat lagi! 

Menurut berbagai kelompok kesejahteraan sosial di Mandalay, setidaknya 10 korban kekejaman rezim telah hilang di kota,  dengan cara ini dalam beberapa pekan terakhir. 

Mayat Myo Thant Soe, (23)  yang ditembak dan dibunuh di kawasan Sein Pan Mandalay pada 13 Maret 2021, dibawa sejauh 42 mil ke rumah sakit militer di Pyin Oo Lwin, menurut seorang anggota keluarga. 

Hanya setelah keluarganya memohon kepada kerabat dari beberapa pejabat tinggi militer, barulah keluarga dapat menemukan mayat korban.

“Saya memohon kepada mereka untuk mengizinkan kami mengadakan pemakaman kecil. Kami harus berjanji untuk tidak mengambil foto apa pun. Mereka bahkan memasang penjaga bersenjata di pemakaman, "kata seorang anggota keluarga Myo Thant Soe, tanpa menyebut nama. 

Tapi,  ini tidak seburuk yang terjadi di pemakaman Thae Maung Maung, seorang siswa berusia 20 tahun yang ditembak mati di Bago. “Kami sedang memegang karangan bunga dan bendera merak hitam, yang melambangkan kesedihan, saat kami tiba di pemakaman. Saat itulah,  kami mendapat 'kecaman' dari suatu tempat di luar kuburan. Kami harus lari ke hutan,” kata salah seorang yang menghadiri pemakaman pada 28 Maret 2021.  

Ketika seluruh bangsa berduka atas kematian demokrasi yang baru lahir, insiden semacam itu berfungsi sebagai pengingat, bahwa ini bukan hanya perjuangan politik. Melainkan  masalah hidup dan mati bagi semakin banyak warga negara biasa yang hanya merindukan kembalinya keadilan dalam kehidupan mereka.*** 

 

Sumber: The Irrawaddy & Myanmar Now

"Media independen sedang diserang di Myanmar ... bantu kami meminta pertanggungjawaban yang kuat." (Myanmar Now). Donasi:  https://myanmar-now.org/en/donate

 

 

 

 

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah