KALBAR TERKINI - Prestasi dan reputasi pasukan Junta Myanmar berikut pemimpinnya Jenderal Min Aung Hlaing dianggap menjijikkan. Bukan melawan militer negara lain, tapi membunuh rakyat sendiri. Sadisnya, banyak korban yang ditembak. Sekalipun ada yang beragama Islam, jenazah mereka pun dibakar untuk menghilangkan jejak.
Militer memperlakukan warganya bagai binatang. Menyeret yang terluka, menembak beberapa kali dari dekat walaupun sudah tewas. Bahkan dalam sejumlah kasus, warga yang maish hidup setelah terluka tembak, dilaporkan dipaksa duduk di atas tumpukan ban atau kayu, kemudian dibakar hidup-hidup hingga tewas.
Itu sebabnya, rakyat Myanmar pun terus melakukan perlawanan. Bahkan, perlawanan pun beralih dengan melibatkan senjata api. Di sejumlah kawasan dan kota pedalaman, warga melakukan perlawanan dengan senapan berburu. Di desa-desa sepanjang jalan dari ibu kota Myanmar ke kota-kota tersebut, warga menghadang pasukan junta.
Perang saudara pun melanda Myanmar, dalam arti, bukan saling bunuh di antara rakyat, melainkan menyatunya rakyat dari seluruh etnis termasuk milisi bersenjatanya di Myanmar untuk melawan pihak junta yang telah berubah menjadi 'teroris legal': membunuh rakyat sendiri, tanpa adanya tindakan fisik dari pihak PBB, selain hanya sebatas imbauan dan kecaman dengan pernyataan berulangkali: "Kami mengecam..."
Baca Juga: Mengaku Alami KDRT Sejak 2019, Yuyun Sukawati: Saya Dicekik dan Diseret Sampai Babak Belur
Baca Juga: Berbahagia Jelang Ramadhan, Mesir Gelar Festival Kurma di Kairo
Baca Juga: Hiy! Mesir Gelar Parade Mumi Malam-malam
Kebrutalan pihak junta juga telah memancing murka 10 etnis bersenjata Myanmar. Apalagi, gencatan senjata yang diprakrasai pihak junta, justru sengaja dilanggar sendiri. Tak tahan lagi dengan tewasnya lebih 540 saudara sesama bangsa, hampir seluruh pasukan etnis turun tangan, termasuk Persatuan Nasional Karen (KNU) yang paling gencar menyerang militer Myanmar sejak kudeta Februari 2021.
Wawancara dengan Jubir Pasukan Karen