Licik, ISIS dan al-Qaeda Gunakan Isu HAM: Terdesak Dihajar Militer Prancis

- 2 April 2021, 10:24 WIB
LAMBAIKAN TANGAN -  Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Sementara Mali Bah Ndaw melambai kepada wartawan saat memasuki Istana Elysee di Paris, Prancis, 27 Januari 2021./REUTERS / GONZALO FUENTES/
LAMBAIKAN TANGAN - Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Sementara Mali Bah Ndaw melambai kepada wartawan saat memasuki Istana Elysee di Paris, Prancis, 27 Januari 2021./REUTERS / GONZALO FUENTES/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

Hadir utuk membantu Pemerintah Mali untuk memberangus pemberontak dan semua gerombolan al-Qaeda dan ISIS, Prancis menolak tuduhan kelompok HAM tersebut. Sebab, tuduhan ini diduga kuat terkait dengan kepentingan teroris serta pemberontak.

Dikutip Kalbar-Terkini.com dari Reuters, Jumat, 2 April 2021,  penyelidik PBB mengklaim, serangan udara Prancis menewaskan 19 warga sipil serta tiga pria bersenjata di suatu pesta pernikahan, dekat Desa Bounti, Mali tengah, Minggu, 3 Januari 2021.

Penyelidik PBB menerbitkan laporan tersebut pada Selasa, 30 Maret 2021. Sementara kelompok advokasi lokal dan internasional, termasuk Asosiasi HAM Mali (Malian Association for Human Rights/AMDH), Amnesti Internasional dan Oxfam France, menuntut Prancis dan Mali melakukan investigasi independen sendiri.

"Kami meminta pihak berwenang Mali dan Prancis untuk menempatkan pencarian keadilan di pusat tindakan mereka, terutama melalui penyelidikan independen dan mendalam," kata Presiden AMDH Moctar Mariko dalam sebuah pernyataan.

Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly, tiba di Mali pada Rabu, 31 Maret 2021  malam untuk mengunjungi Prancis dan pasukan Eropa lainnya. Menurutnya, Prancis tidak akan melakukan penyelidikan ketika ditanya oleh wartawan.

"Yang kami inginkan adalah penyelidikan (PBB) ini, yang dilakukan secara sepihak, harus mempertimbangkan argumen yang ingin kami tekankan untuk pertama kalinya," kata Parly, Kamis, 1 April 2021. 

Pemerintah Prancis mengkritik penggunaan akun saksi yang berlebihan, yang dianggap berisi kesaksian palsu simpatisan militan, atau orang-orang yang berada di bawah pengaruh gerombolan teroris dan pemberontak. 

Parly menegaskan,  pantauan udara militer Prancis memungkinkan untuk mengidentifikasi target sebagai militan. Hasil pantauan, berupa gambar-gambar target dari udara itu, bersifat rahasia milik intelijen Prancis, sehingga tidak akan dibagi dengan penyelidik PBB.

Hal itu pernah dilakukan Prancis pada 2020 setelah berhasil membunuh seorang pemimpin senior al-Qaidah. "Tidak ada tentara di dunia yang memiliki kebiasaan menyediakan data-data  yang memungkinkan musuhnya memahami apa yang kita ketahui tentangnya," tegas Parly.*** 

 

Halaman:

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x