Brutal, Tentara Eritria Dua Hari 'non-Stop' Bunuh Ratusan Rakyatnya Sendiri

- 26 Februari 2021, 23:23 WIB
PENGUNGSI: Para pengungsi  Eritria  mengantri bantuan makanandi kamp pengungsi Um Rakuba di wilayah Tigray, perbatasan Sudan, 3 Desember 2020./REUTERS / BAZ RATNER /
PENGUNGSI: Para pengungsi Eritria mengantri bantuan makanandi kamp pengungsi Um Rakuba di wilayah Tigray, perbatasan Sudan, 3 Desember 2020./REUTERS / BAZ RATNER / /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

NAIROBI, KALBAR TERKINI -  Ketertupan Eritrea dari dunia luar mengakibatkan tragedi pembunuhan di negara kecil ini terhadap ratusan warga sipilnya pada 28-29 November 2020, baru terungkap sekarang.  Militer Eutria dilaporkan membunuh warganya sendiri yang melarikan diri  ke Kota Axum, Ethiopia, tetangga Eritrea.

Memperoleh kemerdekaan dari Ethiopia pada 24 Mei 1993, Eritrea adalah negara berdemokrasi parlementer  yang juga  bekas koloni  Kerajaan Italia hingga 1 Januari 1890. Eritrea sendiri terletak di bagian timur laut Afrika. Berbatasan dengan Sudan di sebelah barat, Ethiopia di selatan, dan Djibouti  di tenggara dan Laut Merah  di sebelah timur,  Eritrea memisahkan negara-negara itu dengan kawasan Timur Tengah. 

Dilansir Kalbar-Terkini.com dari Associated Press (AP), Jumat, 26 Februari 2021, pembunuhan massal ini merupakan temuan pihak Amnesti International Ethiopia lewat sebuah laporan paling baru yang antara lain juga berdasarkan kesaksian  40 orang.

Baca Juga: Berspekulasi tentang HAM, Jubir Rusia: Amerika Munafik!

Dilaporkan dari Nairobi, Ibu Kota Euthopia,   para tentara   menembak mati warga sipil saat mereka ketika  melarikan diri, mengantre, dan menembak mereka dari belakang. Ribuan pria yang selamat, dipukuli, dan menolak permintaan warga yang berduka memakamkan kerabat, saudara atau teman mereka.

Selama sekitar 24 jam, tentara Eritrea dilaporkan menembak warga sipil di jalanan, dan melakukan pencarian dari rumah ke rumah. "Mereka juga mengeksekusi pria dan anak laki-laki di luar hukum," kata laporan yang dirilis Jumat pagi ini.

"Pembantaian itu dilakukan sebagai pembalasan atas serangan sebelumnya oleh sejumlah kecil milisi lokal, diikuti oleh penduduk setempat yang bersenjatakan tongkat dan batu," lanjut laporan.

Eksekusi massal tersebut merupakan  kejahatan kemanusiaan sehingga diserukan penyelidikan internasional pimpinan PBB dan pemberian akses penuh ke Tigray bagi kelompok hak asasi manusia, jurnalis dan pekerja kemanusiaan.

Baca Juga: Koboi akhirnya Murka, Jet Amerika Sikat Milisi Irak Dukungan Iran

Halaman:

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x