Brutal, Tentara Eritria Dua Hari 'non-Stop' Bunuh Ratusan Rakyatnya Sendiri

- 26 Februari 2021, 23:23 WIB
PENGUNGSI: Para pengungsi  Eritria  mengantri bantuan makanandi kamp pengungsi Um Rakuba di wilayah Tigray, perbatasan Sudan, 3 Desember 2020./REUTERS / BAZ RATNER /
PENGUNGSI: Para pengungsi Eritria mengantri bantuan makanandi kamp pengungsi Um Rakuba di wilayah Tigray, perbatasan Sudan, 3 Desember 2020./REUTERS / BAZ RATNER / /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

Wilayah itu sebagian besar terputus sejak pertempuran dimulai pada awal November 2021. Pemerintah federal Ethiopia sendiri menyangkal kehadiran tentara dari negara tetangganya, Eritrea, yang telah lama menjadi musuh.  

Pemerintah Eritrea menolak pula konfirmasi dari AP terkait pembantaian di Axum. Masih pada Jumat ini, Menteri Informasi Eritrea Yemane Gebremeskel menuding konfirmasi dari  AP atas data Amnesti Internasional, sebagai  'kebohongan yang keterlaluan'.

Gebremeskel, berkilah, negaranya sangat marah dan menolak tuduhan tidak masuk akal terkait laporan Amnesti Internasional.

Ironisnya, Pemerintah Ethiopia pada Jumat ini mengakui, laporan Amnesty Internasional  itu harus menjadi perhatian besar. Hanya saja, pihak kelompok hak asasi manusia dituduh mengandalkan 'sedikit informasi' sehingga temuan  itu diklaim seagai 'dugaan insiden yang harus  diselidiki secara menyeluruh'. 

Pada Kamis, 25 Februari 2021, Duta Besar Ethiopia untuk Belgia Hirut Zemene dalam sebuah webinar menyatakan, dugaan pembantaian pada November 2021 merupakan 'skenario yang sangat tidak mungkin' dan menduganya sebagai  ide yang sangat, sangat gila'.

Sementara itu, para saksi pembantaian di Axum menyatakan ke pihak Amnesti Internasional bahwa tentara Ethiopia dan Eritrea bersama-sama menguasai kota. Belakangan, tentara Eritrea kemudian melakukan pembunuhan dan penggerebekan dari rumah ke rumah untuk mencari pria dan remaja lelaki. 

Baca Juga: Situasi di Myanmar Berbalik, Warga pro-Junta Gunakan Pisau Serang Pendemo

Mayat-mayat dilaporkan berserakan di jalan-jalan setelah peristiwa 28 dan 29 November, kata saksi mata. “Keesokan harinya, mereka tidak mengizinkan kami untuk memilih orang mati. Tentara Eritrea mengatakan, bahwa kami tidak bisa menguburkan orang mati, sebelum tentara kami yang mati dikuburkan, "kata seorang wanita kepada Amnesti Internasional.

Dengan rumah sakit yang dijarah atau petugas kesehatan yang telah melarikan diri, beberapa saksi mata mengakui bahwa sejumlah orang meninggal karena luka dan kurangnya perawatan. 

“Mengumpulkan jenazah dan melakukan pemakaman, membutuhkan waktu berhari-hari. Sebagian besar yang tewas, tampaknya telah dikuburkan pada 30 November 2020.  Tetapi, saksi mata mengatakan bahwa orang-orang menemukan banyak mayat tambahan di hari-hari berikutnya, ”kata laporan baru itu. 

Halaman:

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x