Barat Klaim Opini Internasional Salahkan Rusia: Termasuk Tetangganya China dan India!

26 September 2022, 15:32 WIB
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan pada Sabtu di PBB bahwa Rusia dipaksa untuk menyerang Ukraina. /John Angelillo/UPI

NEW YORK, KALBAR TERKINI - Perang Ukraina vs Rusia di Ukraina tak membuat AS puas. AS terus bermanuver dan mengklaim sukses menggiring kesepakaan anti-Rusia di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Gelombang opini internasional tampaknya secara tegas bergeser menyalahkan Rusia.

Hal ini karena sejumlah negara nonblok bergabung dengan AS dan sekutunya dalam mengutuk perang Moskow di Ukraina sejak 24 Februari 2022.

Baca Juga: Rusia Siap Negoisasi, Presiden Ukraina Tantang Selesaikan di Medan Perang!

Dilansir Kalbar-Terkini.com dari media pro-Barat berbasis di AS, The Associated Press, Sabtu, 24 Februari 2022, perang itu diklaim mengancam prinsip-prinsip internasional.

Para pejabat Barat telah berulang kali menyatakan bahwa Rusia telah terisolasi sejak pertama kali menginvasi Ukraina.

Pada Selasa, Rabu, dan Kamis pekan ini, banyak komunitas internasional berbicara menentang konflik.

Hal ini, menurut The Associated Press, terlihat lewat persatuan mereka yang jarang terjadi di PBB.

Gelombang ini tampaknya telah berbalik melawan Presiden Rusia Vladimir Putin, bahkan sebelum pidato PBB pada Kamis lalu.

Malah, The Associated Press mengklaim bahwa para pemimpin China dan India telah mengkritik perang.

Baca Juga: Donbass Bergabung dengan Rusia, Moskow akan bela Mati-matian jika Diserang!

Kritik ini dinyatakan dalam pertemuan tingkat tinggi pekan lalu di Uzbekistan.

Kemudian, Majelis Umum PBB mengabaikan keberatan Rusia, dan mengizinkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berpidato.

Majelis umum PBB memberikan suara yang sangat besar untuk mengizinkan Zelenskyy.

Presiden Ukraina ini menjadi satu-satunya pemimpin yang berbicara dengan badan tersebut dari jarak jauh.

Pergeseran melawan Rusia itu dipercepat setelah Putin pada Rabu lalu mengumumkan mobilisasi tentaranya.

Sekitar 300.000 tentara tambahan Rusia dikirim ke Ukraina.

Baca Juga: Ngeri, AS vs China Siap Perang: Gegara Paman Sam Langgar Komunike Satu China!

Ini menandakan bahwa aperang tersebut tidak mungkin berakhir dengan cepat.

Putin juga menyarankan bahwa senjata nuklir dapat menjadi pilihan.

Itu menyusul pengumuman niat Rusia untuk mengadakan referendum di beberapa wilayah Ukraina.

Rederendum di wilayah yang didukuki Rusia ini terkait tentang apakah mereka akan menjadi bagian dari Rusia.

Pengumuman itu datang tepat ketika Majelis Umum PBB sedang bersidang di New York, AS.

Baca Juga: Shinzo Abe 'Meratap di Alam Baka': Pemakamannya Dimaki-maki Rakyat Jepang

Majelis Umum PBB sendiri dianggap sebagai acara utama dalam kalender diplomatik global,

Menurut The Associated Press, banyak pemimpin dunia menggunakan pidato mereka pada Selasa dan Rabu untuk mengecam perang Rusia.

Tren itu berlanjut pada Kamis baik di aula pertemuan dan di Dewan Keamanan PBB yang biasanya sangat terpecah.

Ketika itu, satu per satu, hampir semua dari 15 anggota dewan menyampaikan kritik keras terhadap Rusia yang juga anggota dewan.

Rusia dianggap telah memperparah krisis global dan membahayakan fondasi badan dunia.

Pergeseran pendapat yang nyata menawarkan beberapa harapan bagi Ukraina dan sekutu Barat-nya.

Harapan itu adalah meningkatnya isolasi akan menambah tekanan kepada Putin untuk merundingkan perdamaian.

Tetapi, hanya sedikit yang terlalu optimis.

Putin telah mempertaruhkan warisannya untuk perang Ukraina dan hanya sedikit yang berharap dia mundur.

Dan, Rusia hampir tidak terisolasi. Banyak dari sekutunya bergantung padanya untuk energi, makanan dan bantuan militer.

Juga ada kemungkinan akan mendukung Putin, terlepas dari apa yang terjadi di Ukraina.

Namun, sangat mengejutkan mendengar teman-teman nominal Rusia seperti China dan India, menindaklanjuti pernyataan minggu lalu.

Pemimpin India dan China berbicara tentang keprihatinan serius mereka miliki tentang konflik.

Juga dampaknya terhadap kekurangan pangan dan energi global serta ancaman terhadap konsep kedaulatan dan integritas teritorial yang diabadikan dalam Piagam PBB.

Brasil mencatat kekhawatiran serupa.

Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan membentuk apa yang disebut blok negara-negara BRICS.

Blok iitu sering menghindari atau menentang inisiatif dan pandangan Barat tentang hubungan internasional.

Hanya satu negara, Belarus, anggota non-dewan dan sekutu Rusia yang diundang untuk berpartisipasi, dan berbicara mendukung Rusia.

Tetapi, menurut The Associated Press, Belarusia juga menyerukan diakhirinya pertempuran dengan cepat, yang disebutnya sebagai 'tragedi'.

“Kami mendengar banyak tentang perpecahan antar negara di PBB,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.

“Namun baru-baru ini, yang mencolok adalah persatuan yang luar biasa di antara negara-negara anggota dalam perang Rusia melawan Ukraina," lanjutnya.

Para pemimpin dari negara-negara berkembang dan maju, besar dan kecil, Utara dan Selatan telah berbicara di Majelis Umum PBB.

Materi pembicaraan itu adalah tentang konsekuensi dari perang, dan kebutuhan untuk mengakhirinya.

Bahkan, klaim Blinken, sejumlah negara yang menjaga hubungan dekat dengan Moskow telah mengatakan secara terbuka.

"... bahwa mereka memiliki pertanyaan dan kekhawatiran serius tentang invasi berkelanjutan Presiden Putin,” tambahnya.

Menteri Luar Negeri China Wang Yi berhati-hati untuk tidak mengutuk perang.

Tetapi, diplomat senior ini menyatakan bahwa sikap tegas China adalah bahwa 'kedaulatan dan integritas teritorial semua negara harus dihormati'.

"Tujuan dari prinsip-prinsip Piagam PBB harus diperhatikan," tegasnya.

Menteri Luar Negeri India S Jaishankar menegaskan, 'lintasan konflik Ukraina adalah masalah yang sangat memprihatinkan masyarakat internasional'.

Dia menyerukan pertanggungjawaban atas kekejaman dan pelanggaran yang dilakukan di Ukraina.

“Jika serangan mengerikan yang dilakukan di siang hari bolong dibiarkan tanpa hukuman, dewan ini harus merenungkan sinyal yang kami kirimkan tentang impunitas," ujarnya.

"Harus ada konsistensi jika kita ingin memastikan kredibilitas,” tambah Jaishankar.

Dan, Menteri Luar Negeri Brasil Carlos Alberto Franca menegaskan, sangat penting dilakukan upaya sesegera mugkin untuk mengakhiri perang.

“Kelanjutan permusuhan membahayakan nyawa warga sipil tak berdosa," kaanya.

"Juga membahayakan ketahanan pangan dan energi jutaan keluarga di kawasan lain, terutama di negara berkembang,” lanjut Franca.

“Risiko eskalasi yang timbul untuk dinamika konflik saat ini terlalu besar, dan konsekuensinya bagi tatanan dunia tidak dapat diprediksi," tambahnya.

Masih dari laporan The Associated Press, para menteri luar negeri dan pejabat tinggi negara-negara lain menyatakan teguran yang sama.

Mereka mewakili Albania, Inggris, Prancis, Irlandia, Gabon, Jerman, Ghana, Kenya, Meksiko, dan Norwegia.

“Tindakan Rusia merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa,” kata Menteri Luar Negeri Albania Olta Xhacka.

“Kami semua berusaha mencegah konflik ini. Kami tidak bisa, tetapi kami tidak boleh gagal untuk meminta pertanggungjawaban Rusia," lanjutnya.

Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard menyebut invasi itu sebagai 'pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional'.

Begitu pula dengan Menteri Luar Negeri Irlandia Simon Coveney.

“Jika gagal meminta pertanggungjawaban Rusia, kami mengirim pesan ke negara-negara besar bahwa mereka dapat memangsa tetangga mereka dengan impunitas," tegansya.***

Sumber: The Associated Press

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: The Associated Press

Tags

Terkini

Terpopuler