Tiongkok Terbitkan Buku Putih Satukan Etnisnya Sedunia: Bakal kian Picu anti-China di Indonesia?

15 Agustus 2022, 04:28 WIB
Protes anti China yang dilakukan tetangga Indonesia /asiatimes.com


KALBAR TERKINI - Pemerintah Tiongkok melangkah 'terlalu jauh' dari awalnya masalah dengan Taiwan menjadi masalah yang global lewat penerbitan Buku Putih.

Dengan Buku Putih tersebut maka CPC berobsesi menyatukan semua orang Tionghoa di seluruh dunia.

Penyatuan ini selain Taiwan sebagai bagian dari negara Republik Rakyat Tiongkok.

Jika Buku Putih dipaksakan maka bisa saja mempengaruhi semua warga China yang tersebar di manca negara (China overseas).

Baca Juga: Militer Tiongkok tak Ganggu Kapal Pengangkut LNG Masuk-keluar Taiwan

Di Indonesia, menurut catatan Kalbar-Terkini,com, wilayah komunitas China terbesar berada di Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat serta di beberapa daerah lain di Indonesia.

Wilayah-wilayah ini disebut 'wilayah China' karena sebagian besar populasinya hanya kawin-mawin dengan sesama etnis.

Adapun stigma bahwa China identik dengan komunis pernah terjadi di Indonesia, dan menumpahkan darah pada dekade 1960-an.

Hal ini karena terbentuknya poros Jakarta-Beijing oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Baca Juga: Rakyat Iran Bahagia, Penista Islam Disebut dalam Perjalanan ke Neraka

OKI kemudian memberontak lewat Peristiwa Gerakan 30 September1965 (Gestapu), yang kemudian terus memicu stigma bahwa etis China adalah komunis

Karena rezim Orde Baru lebih berpihak pada ekonomi kongmorasi, bukan pada ekonomi kerakyatan, maka sentimen ini terus berlanjut.

Misalnya, ketika rezim Orde Baru terguling pada 1998, terjadi kerusuhan rasial di Jakarta, Surabaya, Medan, Solo, dan Makassar, yang juga diwarnai pemerkosaan terhadap wanita-wanita etnis tersebut.

Dilansir dari tabloid Pemerintah China, Global Times, Kamis, 11 Agustus 2022, Buku Putih ini menyerukan penyatuan kembali China di era baru.

Buku Putih ini memicu kecaman dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa di Taiwan.

Kecaman DPP ini, disebut oleh Global Times sebagai 'serangan jahat' dari partai di 'pulau separatis' itu.

Ma Xiaoguang, Juru Bicara Kantor Urusan Dewan Negara Taiwan menyatakan pada Kamis bahwa solusi untuk pertanyaan tersebut akan secara aktif dieksplorasi.

Walaupun eksploitasi itu dinyatakan akan melibatkan rekan-rekannya di Taiwan, Ma yakin kelak akan terungkap keyakinan dan pengakuan Taiwan tentang prinsip Satu Negara, Dua Sistem.

Keyakinan, pemahaman dan pengakuan atas prinsip tersebut, diklaim segera akan terjadi seiiring dengan berjalannya waktu.

Dalam briefing media pada Kamis, Ma diminta untuk mengomentari pernyataan terbaru dari DPP bahwa daratan dan Taiwan 'tidak saling tunduk'.

DPP juga mengklaim bahwa pengaturan daratan terkait lintas Selat Taiwan adalah 'angan-angan'.

Ma menjawab bahwa Buku Putih itu menunjukkan tekad CPC dan rakyat Tiongkok dan komitmen mereka untuk reunifikasi nasional.

Hal ini untuk menyatukan semua orang Tionghoa di dalam dan luar negeri.

Ini sudah termasuk menyatukan rekan senegaranya di Taiwan, menentang separatis, dan gangguan asing.

"Penerbitan Buku Putih telah didukung dan dipuji secara luas oleh orang-orang China," katanya.

Ditambahkan, fitnah lewat pernyataan otoritas DPP itu, kembali mengungkap sifat politiknya yang keras kepala untuk mencari 'kemerdekaan'.

Sebaliknya, kehadiran Buku Putih telah membuat DPP dipukul secara menyakitkan.

“Fakta hukum bahwa Taiwan adalah bagian dari China sudah jelas, dan tidak ambigu," kata Ma.

"Meskipun pulau itu belum sepenuhnya bersatu kembali, tapi kedaulatan dan wilayah China tidak pernah terbagi, dan tidak akan pernah," lanjutnya.

Menurutnya, status Taiwan sebagai bagian dari China, tidak pernah berubah, dan tidak akan pernah diizinkan untuk berubah.

Kemedekaan Taiwan disebutnya hanya 'angan-angan' otoritas DPP, dan kebohongan total untuk mendistorsi status khusus konfrontasi jangka panjang," kata Ma.

Ditambahkan, setiap upaya untuk mendistorsi fakta, berarti menantang prinsip tersebut, dan upaya 'kemerdekaan Taiwan' akan gagal.

Ditegaskan, masa depan Taiwan terletak pada reunifikasi nasional.

Tapi, ini hanya dapat, dan harus diputuskan oleh seluruh rakyat Tiongkok.

"Ini adalah tren sejarah yang tidak akan dialihkan oleh keinginan pasukan separatis," kata juru bicara itu.

Namun, menurut Ma, dengan kedok 'demokrasi', otoritas DPP mempraktekkan 'teror hijau', mencari 'kemerdekaan', dan menolak reunifikasi.

DPP dinilai tidak dapat mewakili atau menyandera opini publik rekan senegaranya di Taiwan.

Ma menyatakan, 'penyatuan kembali secara damai' dan 'satu negara, dua sistem' menunjukkan bagaimana China daratan menghargai perdamaian lintas Selat dan kesejahteraan orang-orang di seberang Selat.

Menurutnya, daratan bersedia untuk terus menyatukan rekan senegaranya di Taiwan.

Daratan juga secara aktif mengeksplorasi solusi Dua Sistem, dan melakukan upaya inovatif menuju reunifikasi damai.

“DPP telah berusaha keras untuk mencoreng dan mendistorsi Satu Negara, Dua Sistem," kecamnya.

"Tetapi, tidak dapat disangkal bahwa prinsip Satu Negara, Dua Sistem adalah solusi perdamaian, demokrasi, kebaikan, dan win-win solution,” kata Ma.

Pada Rabu lalu, Kepala Eksekutif Wilayah Administratif Khusus Hong Kong (HKSAR) John Lee menyambut baik penerbitan Buku Putih.

John menegaskan kembali dukungan tegas HKSAR terhadap prinsip Satu China, dan akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat.

Koordinasi ini terkait langkah-langkah yang diperlukan untuk menentang campur tangan asing. .

Lee menambahkan, waktu telah membuktikan bahwa Satu Negara, Dua Sistem telah berhasil dipraktikkan di Hong Kong.

Prinsip ini diklaim merupakan perlindungan kelembagaan terbaik bagi masyarakat Hong Kong.

Menurutnya, prinsip tersebut adalah landasan untuk mempertahankan kemakmuran jangka panjang Hong Kong, dan kebijakan nasional yang sukses.

Prinsip ini juga diklaimnya memberi SAR keuntungan unik, karena didukung oleh ibu pertiwi, dan terhubung dengan dunia.

Buku Putih, yang diterbitkan pada Rabu oleh Kantor Urusan Taiwan Dewan Negara dan Kantor Informasi Dewan Negara China, termasuk konten baru.

Konten ini dibuat berdasarkan situasi era baru, termasuk peringatan khusus kepada DPP dengan penegasan bahwa tindakan pemisahan diri adalah hambatan.

Hambatan itu;harus disingkirkan', serta juga menyoroti peran berbahaya AS dalam mengganggu proses reunifikasi China.

Dokumen tersebut memberikan pedoman yang lebih jelas untuk pemerintahan pasca-reunifikasi atas pulau itu dan mengapa hal itu akan bermanfaat bagi masyarakat internasional.***

Sumber: Global Times

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: globaltimes.cn

Tags

Terkini

Terpopuler