Mempertanyakan Posisi Turki terhadap Invasi Rusia di Ukraina

28 April 2022, 19:31 WIB
Militer Ukraina saat berada di Kyiv /Daily Sabah

KALBAR TERKINI - Sejak Rusia melakukan invasi pada Ukraina hampir seluruh negara Barat dan Eropa yang dimotori oleh Amerika Serikat (AS) dan Inggris mengecam dan mengancam Rusia dengan berbagai sanksi politik dan ekonomi.

Di sisi lain, posisi Turki tidaklah mendukung Rusia ataupun Ukraina.

Dalam keterangannya Turki bahkan tidak akan berpihak pada Rusia ataupun Ukraina pada saat AS dan negara-negara Barat mengumumkan dukungannya terhadap Ukraina dan mewajibkan sanksi ekonomi dan politik terhadap Rusia.

Pasti ada alasan khusus bagi Turki, ada kemungkinan agar Turki tetap menjadi anggota NATO antara Rusia dan Ukraina.

Baca Juga: Berikut 5 Sanksi Terhadap Rusia, Salah Satunya Menghapus Rusia dari Jaringan yang Menyediakan Jasa Transfer

Apakah netralitas Turki berkaitan dengan hal tersebut dan dengan Rusia, ataukah ada alasan lain?

Sampai saat ini, Turki belum mengeluarkan pernyataan jelas yang mengutuk tindakan Rusia.

Bahkan, abstain dalam voting resolusi untuk melawan Rusia di Dewan Eropa (resolusi yang ingin mengusir Rusia dari Dewan).

Selain itu, Menteri Luar Negeri Turki Cavusoglu membela posisi Rusia dengan memberikan pernyataan bahwa Turki memikirkan hak-hak warga negara Rusia.

Beberapa media Rusia mengabarkan hal tersebut merupakan akibat dari tekanan Moskow terhadap Turki.

Baca Juga: KONFIK Rusia vs Ukraina: Terungkap Dibalik Peran AS di Negeri Zelensky

Menurut Prof. Mahmoud Kar dalam makalahnya yang berjudul “Bagaimana Posisi Turki terhadap Invasi di Ukraina?”, ia menjelaskan bahwa tidak wajar jika Turki bersikap netral, karena Turki adalah negara yang berkiblat ke Barat.

Adanya hubungan perdagangan antara Turki dan pihak Timur (Rusia atau Cina) pun tidak berarti ia berpaling secara politik dari Barat.

Itulah sebabnya, tidak bisa diartikan bahwa Turki berpihak kepada Rusia hanya karena gas alam yang dibelinya dari mereka, atau karena Turki mengekspor bahan makanan dan produk lainnya ke Rusia.

Melihat banyaknya negara-negara anggota Uni Eropa yang membeli gas dari Rusia (seperti halnya Turki), telah mengambil sikap jelas untuk menentang Rusia.

Oleh karena itu, tidak bisa diartikan bahwa alasan Turki tidak menentang Rusia secara terang-terangan adalah karena gas alam dan hubungan dagang semata.

Ekonomi Turki memang sedang mengalami krisis serius, dan untuk menyelesaikannya, Turki membutuhkan stabilitas ekonomi dan politik, karena itulah Turki tidak ingin memutus hubungannya dengan Rusia.

Prof. Mahmoud Kar juga menjelaskan perlu alasan lain yang lebih utama. Paling tidak ada beberapa hal dalam menjelaskan netralitas Turki terhadap invasi Rusia ke Ukraina.

Pertama, berkaitan dengan pemahaman politik dan kondisi Suriah. Ketika Turki menentukan sikap kontra-nya terhadap Rusia, Turki menerima respon balasan dari Rusia di wilayah Suriah. Hal ini tentu berdampak pada krisis dan kekacauan politik dalam negeri bagi Turki.

Kedua, dalam proses pembentukan meja politik (setelah berakhirnya perang ini) Turki mungkin menjadi negara penengah antara Rusia dan Ukraina.

Dapat dipastikan pula, Turki akan menyumbangkan suara bagi kemaslahatan AS dalam meja ini.

Hal ketiga selain dua point di atas berkaitan dengan pariwisata.

Turki memprediksi pemasukan negara berkisar antara 35-40 milar USD dari para wisatawan Rusia.

Hal ini tentu tidak dapat diabaikan, karena pada tragedi pesawat Turki-Rusia sebelumnya, Rusia menangguhkan kunjungan wisatawannya ke Turki.

Turki mengetahui dengan baik bahwa presiden AS, Biden tidak serius dalam pernyataan dukungannya terhadap Ukraina, karena AS sendirilah yang memprovokasi Ukraina dan mendorong Rusia melakukan perang.

Alasannya karena negara-negara eropa merupakan anggota NATO, sehingga AS tidak akan mampu mengambil langkah militer konkret terhadap Ukraina.

Ukraina akan ditinggalkan tanpa solusi dan bantuan militer, agar AS dapat memimpin aliansi barat di saat Rusia menghancurkan aliansi timur.

Singkatnya, Turki—sebagai sisa kekhilafahan dengan posisi strategis, kekuatan militer, dan latar belakang sejarahnya—memiliki peran penyeimbang di zona ini, alih-alih menjadi penentu, pemilik pengaruh, dan pengambil keputusan.

Rusia sejak dahulu telah menjajah Krimea dan Ukraina dengan politik ekspansinya di Timur, yaitu Timur Tengah, Afrika, serta Eropa—di samping AS dengan politik ekspansinya di Barat—sejak 100 tahun yang lalu.

Oleh karena itu, Turki tidak memandang perang Ukraina dari sudut pandang Turki, melainkan dari sudut pandang AS.***

 

Editor: Yuni Herlina

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler