Joe Biden Dituding Penakut, Buntut Ketegangan Perbatasan Moscow-Kiev, Sinyal NATO Terpecah Hadapi Invasi Rusia

21 Januari 2022, 08:46 WIB
Militer Rusia mengangkut sejumlah peralatan perang dengan menggunakan kereta.* /mil.by/

KALBAR TERKINI - Joe Biden Dituding Penakut, Buntut Ketegangan Perbatasan Moscow-Kiev, Sinyal NATO Terpecah Hadapi Invasi Rusia.

Presiden AS Joe Biden dianggap penakut karena tidak cukup tangguh untuk melawan Rusia.

Ini karena Biden menyatakan, 'serangan kecil' oleh Rusia ke Ukraina juga akan menimbulkan 'respons yang lebih rendah'.

Baca Juga: Rusia Kian Menggertak, Ukraina: : Biy Moskaliv! (Kalahkan Orang Rusia!) Veteran Perang Siap Angkat Senjata

Sebagai negara terkuat dunia yang juga tergabung dalam aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), pernyataan tersebut dianggap tanggung, dan memalukan.

Apalagi sampai Biden menyebutkan bahwa 'respon dari AS akan disesuaikan' (baca: respons yang lebih rendah).

Kritikan tersebut diduga berasal dari kaum konservatif, termasuk dari Partai Republik, kalangan 'berpikiran tua', yang memandang Rusia masih sebagai Uni Soviet, rival utama AS selama Perang Dingn pada masa lalu.

Baca Juga: Ukraina kian Terancam, Tentara Rusia Mulai Gelar Latihan Tempur: Psaki: Makin Bahaya, Amerika Ikut Panik!

AS dan NATO sendiri kian ketat mengawasi gerak-gerik pasukan Rusia di dekat perbatasan Ukraina.

Gerakan sedikit saja dari Rusia, alias menyeberangi perbatasam Ukraina hanya akan memicu turunnya pasukan dari negara-negara aliansi tersebut.

Rusia Balik Tuding NATO Provokator

Toh Rusia sebaliknya menuding NATO melakukan provokasi alias memanas-manasi Rusia.

Ini terlihat lewat pengiriman senjata dari Inggris ke Ukraina dalam beberapa hari terakhir, jenis senjata yang diklaim oleh Inggris bukan senjata berat, melainkan sekadar mempertahankan diri.

Baca Juga: Viral Full Link Download 3 Menit 44 Detik Gunung Batur Bali di Instagram dan TikTok, ada apa dengan Rusia?

Dilansir Kalbar-Terkini.com dari The Associated Press, Kamis, 20 Januari 2022, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Kamis lalu memperingatkan bahwa akan ada tanggapan 'cepat dan keras' dari AS dan sekutunya, jika Rusia mengirim pasukan militer ke Ukraina.

Komentar Blinken di Berlin ini, ditengarai merupakan upaya lain untuk menjernihkan kebingungan tentang posisi AS dan sekutunya setelah Biden dikritik keras karena menyebut bahwa 'serangan kecil; oleh Rusia akan menimbulkan 'respons yang lebih rendah'..

“Jika ada pasukan militer Rusia bergerak melintasi perbatasan Ukraina, dan melakukan tindakan agresi ke Ukraina, itu akan ditanggapi dengan tanggapan cepat, keras, dan bersatu dari Amerika Serikat. sekutu, dan mitra kami,” kata Blinken kepada wartawan.

Baca Juga: Gelar Royal Wedding, Pernikahan Keluarga kerajaan Rusia, Dalam Seabad Sejak Revolusi

Para diplomat tinggi AS dan Eropa berusaha memproyeksikan penyatuan kekuatan karea khawatir bahwa Rusia merencanakan invasi ke Ukraina.

Rusia telah mengumpulkan sekitar 100.000 tentara di dekat Ukraina, dan Biden menyatakan pada Rabu lalu bahwa dia berpikir Moskow akan menyerang.

Rusia akan Bayar Harga yang Mahal

Biden memperingatkan Presiden Vladimir Putin bahwa Rusia akan membayar 'harga mahal' dalam setiap nyawa yang hilang, dan kemungkinan pemutusan dari sistem perbankan global, jika itu terjadi.

Dengan latar belakang itu, Blinken menggelar pembicaraan pada Kamis ini dengan para diplomat dari Jerman, Prancis dan Inggris, yang disebut Pertemuan Quad.

Baca Juga: Peristiwa Hari Ini 3 September, Serangan Teroris di Beslan Ossetia Utara Rusia, 350 Lebih Tewas, Ada Anak-anak

Sehari sebelumnya, Blinken bertemu dengan Presiden Ukraina di Kyiv untuk membahas ancaman tersebut.

Rusia telah membantah merencanakan invasi, dan pada Kamis ini menuduh merencanakan 'provokasi' di Ukraina, mengutip pengiriman senjata ke negara itu oleh pesawat angkut militer Inggris dalam beberapa hari terakhir.


Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menuduh bahwa pembicaraan Ukraina dan Barat tentang serangan Rusia yang akan segera terjadi, adalah 'kedok untuk melakukan provokasi skala besar mereka sendiri, termasuk yang bersifat militer'.

AS dan sekutu NATO-nya menghadapi tugas yang sulit dalam krisis Ukraina. Biden menyatakan pihaknya tidak berencana untuk mengirim pasukan tempur dalam kasus invasi Rusia lebih lanjut.

Tapi AS diklaimnya bisa mengejar berbagai opsi militer yang kurang dramatis namun masih berisiko, termasuk mendukung perlawanan Ukraina pasca-invasi.

Baca Juga: Peristiwa Hari Ini 3 September, Serangan Teroris di Beslan Ossetia Utara Rusia, 350 Lebih Tewas, Ada Anak-anak

Alasan untuk tidak langsung bergabung dengan perang Rusia-Ukraina sederhana saja. AS tidak memiliki kewajiban perjanjian ke Ukraina, dan perang dengan Rusia akan menjadi pertaruhan besar.

Tetapi, melakukan terlalu sedikit juga memiliki risiko.

Tantangan untuk menjaga AS dan sekutu NATO-nya untuk bersatu dalam menanggapi sikap Rusia, diperlihatkan pada Rabu lalu, ketika Biden memperingatkan Rusia bahwa
serangan kecil saja' akan menimbulkan tanggapan yang lebih rendah.

Biden: Bisa Serangan Siber

Biden kemudian berusaha untuk mengklarifikasi bahwa pernyataannya itu mengacu ke tindakan nonmiliter, seperti serangan siber.

Baca Juga: Ransomware Rusia Menggila Hajar AS, Biden ke Putin: Kami akan Merespons!

Tetapi pernyataan itu menjadi bumerang bagi Biden dari dalam negerinya sendiri lewat kritik bahwa dirinya tidak cukup tangguh di Rusia, dan meningkatkan momok kemungkinan perpecahan di luar negeri.

Dalam menjelaskan pernyataan itu, Biden menegaskan bahwa 'sangat penting bagi semua pihak di NATO untuk tetap bersatu.

Tetapi, Biden juga memicu kekhawatiran di antara sekutu setelah menyatakan bahwa tanggapan atas invasi Rusia 'tergantung pada apa yang dilakukannya'.

“Itu satu hal jika itu serangan kecil, kemudian kita akhirnya bertengkar tentang apa yang harus dilakukan, dan tidak dilakukan, dan lain-lain,” katanya.

Blinken dengan susah payah pada Kamis lalu menekankan bahwa AS dan mitranya bersatu dalam menghadapi tindakan Moskow.

Proyek Nord Stream 2

Juga ditegaskan bahwa diplomat AS telah mengadakan lebih dari 100 pertemuan dengan sekutunya, dalam beberapa pekan terakhir 'untuk memastikan bahwa kami berbicara dan bertindak bersama dengan satu suara. ketika datang ke Rusia'.

“Kesatuan itu memberi kita kekuatan, kekuatan yang bisa saya tambahkan, yang tidak, dan tidak bisa ditandingi Rusia,” katanya.

“Itulah sebabnya kami membangun aliansi dan kemitraan sukarela sejak awal. Itu juga mengapa Rusia secara sembrono berusaha memecah belah kita.”

Terkait pertanyaan apakah pipa Nord Stream 2 yang dibangun untuk membawa gas alam dari Rusia ke Jerman dapat dikenakan sanksi Barat ke Moskow, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menyatakan bahwa 'jika ada eskalasi lebih lanjut, maka semua tindakan akan diletakkan di meja'.

Sementara itu, Blinken akan berbicara tentang krisis Ukraina pada Kamis malam di Berlin, Ibukota Jerman, sebelum terbang ke Jenewa, di Blinken akan bertemu Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada Jumat, 21 Januari 2022.

Dalam pidatonya di Berlin-Brandenburg Academy of Sciences, Blinken akan menguraikan posisi AS di Ukraina, konteks historis yang lebih luas dari krisis saat ini, dan kebutuhan sekutu untuk menghadirkan front persatuan untuk menghadapi agresi Rusia, dan pelanggaran norma-norma internasional, menurut para pejabat AS.

Para pejabat ini berbicara dengan syarat anonim, karena mereka tidak berwenang untuk menyatakan ke publik tentang pidato Blinken.

Menurut para pejabat ini, Blinken juga diharapkan untuk berbicara kepada orang-orang Rusia untuk menguraikan biaya yang akan dibayarkan negara itu, jika terus melakukan invasi.

Sementara pertemuan di Berlin akan fokus terutama ke Ukraina, pembicaraan yang sedang berlangsung ini juga membahas mengenai upaya menghidupkan kembali kesepakatan yang bertujuan membatasi program nuklir Iran, menurut para pejabat.

Setelah pertemuannya dengan Bilnken pekan ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dijadwalkan tiba Kamis ini di Polandia, yang telah lama mendukung upaya Ukraina untuk bergerak lebih dekat ke dunia Barat yang demokratis.

Pergerakan ke barat itu adalah titik kunci perselisihan dalam kebuntuan dengan Rusia.

Moskow menginginkan jaminan bahwa NATO tidak akan memperluas untuk memasukkan Ukraina dan negara-negara bekas Soviet lainnya, dan bahwa aliansi tersebut tidak akan menyebarkan senjata ke negara-negara tersebut.

Washington dan sekutunya dengan tegas menolak tuntutan Moskow dalam pembicaraan keamanan pekan lalu, tetapi tetap membuka pintu untuk kemungkinan pembicaraan lebih lanjut tentang pengendalian senjata, dan langkah-langkah membangun kepercayaan untuk mengurangi ketegangan.***

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: The Associated Press

Tags

Terkini

Terpopuler