"Sebenarnya, tiap orang ada yang jaga, jenisnya berbeda-beda, ada yang jahat, ada yang baik, ada yang cuma mengikuti, ada yang cuma numpang lewat."
"Awakmu onok sing jogo (kamu ada yang jaga)?" tanya Widya.
"Jarene onok (katanya ada)," ucap Nur, suaranya pelan, sepeti tidak mau menjawab.
"Kok jarene (kok katanya)?"
"Aku ra tau ndelok Wid, aku dikandani kancaku sak durunge metu tekan pondok, jarene, sing jogo aku, wujud'e mbah dok, mbahku biyen.
(Aku belum pernah melihatnya langsung, aku dikasih tahu temanku sebelum keluar dari pondok, katanya, wujudnya menyerupai nenekku)."
Setelah mendengar itu, Widya hanya mendengar Nur, bercerita tentang pengalamannya selama mondok, namun, Widya lebih memikirkan hal lain.
23 Hari, sudah dilalui, setiap hari, perasaan Widya semakin tidak enak.
Dimulai dari warga yang membantu prokernya mulai tidak datang satu persatu.
Kabarnya mereka jatuh sakit, anehnya, itu terjadi di proker kelompok mereka, yang berurusan dengan sinden.