Coca-Cola dan McDonald's Tolak Sanksi Barat ke Rusia, Raksasa Bisnis Asia Netral, Uniqlo: Rakyat Rusia Berhak

9 Maret 2022, 12:17 WIB
Ilustrasi UNIQLO tetap mempertahankan tetap buka di Rusia. /Pixabay/

KALBAR TERKINI - Perusahaan raksasa di Benua Asia enggan menjatuhkan sanksi ke Rusia alias tak mengekor negara-negara Barat.

Sikap ini, setidaknya, diwakili oleh Uniqlo, raksasa pakaian Jepang, yang juga tetap membuka 50 lokasi di Rusia.

Sebagian besar perusahaan di seluruh Asia ini meyakini, sanksi itu hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Baca Juga: Bisnis Organ Tubuh Manusia sangat Menggiurkan: Sering Diambil dari Anak-anak yang Dibunuh!

Krisis peperangan di Ukraina juga diklaim sebagai akibat dari rekayasa AS dan banyak negara Barat anggota NATO pimpinan negeri Paman Sam, yang hanya untuk kepentingan Barat.

"Rakyat Rusia memiliki hak yang sama untuk hidup seperti kita," tegas bos Uniqlo Tadashi Yanai, CEO perusahaan induk Uniqlo, Fast Retailing, kepada Nikkei Asia di Tokyo, Ibukota Jepang, Senin, 8 Maret 2022.

Dilansir Kalbar-Terkini.com dari Nikkei Asia, yang menyiarkan wawancaranya pada Selasa, 8 Maret 2022 ini, semua perusahaan raksasa di Asia bersikap netral atau hanya menghentikan sementara ekspor pasokan produk atau kerjasamanya dengan Rusia.

Baca Juga: AS Gagal Jebak dan Binasakan Rusia, SVR: Supaya AS Tenang 'Bersihkan' Timur Tengah, Eurasia dan Asia Pasifik!

Fakta ini juga menunjukkan bahwa kesenjangan antara perusahaan-perusahaan Asia dan Barat mereka dalam berbisnis di Rusia, mengalami sedikit tanda penyempitan, dua minggu setelah invasi ke Ukraina.

Sementara banyak perusahaan Barat mengumumkan bahwa mereka menarik diri dari Rusia sebagai protes, perusahaan-perusahaan Asia kurang vokal.

Beberapa perusahaan besar di Asia hanya membatasi kegiatan mereka, sebagai tanggapan terhadap sanksi keuangan, dan gangguan lainnya.

Baca Juga: Lee Jung Jae Catat Sejarah Sebagai Aktor Asia Pertama Raih Trofi SAG Awards Lewat Film Squid Game

Perusahaan Barat di berbagai sektor, seperti saingan Uniqlo, yakni H&M Group, Nike, Netflix, Visa dan Mastercard, telah mengumumkan penangguhan penjualan dan layanan mereka di Rusia setelah 'operasi khusus' Rusia.

Perusahaan-perusahaan Asia yang telah menangguhkan operasinya di Rusia, termasuk beberapa pembuat mobil, cenderung menyebutkan terjadi kesulitan praktis untuk tetap bertahan.

Apple dari AS, yang penjualan tahunannya di Rusia diperkirakan oleh FactSet sebesar 4,5 miliar dolar AS, menyatakan akan menghentikan sementara semua penjualan produk di negara itu.

Baca Juga: Target Negara Tujuan Utama Ekspor Indonesia, Selain Asia Tenggara Dan Uni Eropa ? Simak Ulasan Berikut

Juga dinyatakan bahwa pihaknya 'berpihak kepada semua orang yang menderita akibat kekerasan' di Ukraina .

Beberapa hari kemudian, Samsung Electronics dati Korea Selatan, dengan perkiraan penjualan 3,2 miliar dolar AS, hanya menyatakan bahwa mereka akan menghentikan sementara pengiriman ke negara tersebut.

Korea Selatan mengumumkan setelah perang di Ukraina bahwa pemerintahnya akan melarang ekspor ke Rusia untuk lebih dari 1.600 produk strategis, termasuk komputer, peralatan telekomunikasi, dan infrastruktur internet.

Dihadapkan dengan tekanan publik di Inggris, perusahaan minyak Shell menyatakan akan keluar dari usaha patungan dengan perusahaan raksasa energi milik negara Rusia, Gazprom setelah operasi khsus negara itu.

Sebaliknya di Asia, Mitsui & Co, salah satu rumah perdagangan terbesar di Jepang yang juga co-investor dengan Shell dan Gazprom dalam proyek gas Sakhalin-2, menyatakan bahwa pihaknya 'sedang berdiskusi dengan pemangku kepentingan terkait.

Diskusi ini, termasuk dengan Pemerintah Jepang dan mitra bisnis, mengenai kemungkinan tindakan di masa depan, sambil mempertimbangkan kebutuhan pasokan energi.

Para pemimpin perusahaan raksasa di Asia, yang berbicara dengan Nikkei Asia dengan syarat anonim, mengemukakan berbagai alasan untuk menolak mengambil sikap publik.

"Dalam krisis seperti ini, hal pertama yang kami pikirkan adalah keselamatan karyawan dan mitra kami," kata seorang eksekutif dari produsen mobil Jepang.

"Sebagai sebuah perusahaan, kami ingin tetap senetral mungkin dari politik internasional,: tambahnya.

Seorang eksekutif dari sebuah perusahaan teknologi Jepang, menyatakan bahwa 'dibandingkan dengan negara-negara Barat, Pemerintah Jepang tampaknya kurang aktif dalam mengeluarkan sanksi ke Rusia'.

Dalam situasi seperti ini, ada lebih banyak risiko untuk menonjol sebagai perusahaan, ketika harus bertindak untuk melawan suatu kepentingan tertentu.

"Apalagi, bisnis kami dapat terancam oleh berbagai risiko termasuk serangan siber," ujarnya.

Akio Mimura, ketua Kamar Dagang dan Industri Jepang, ketika menjawab pertanyaan dalam konferensi pers pekan lalu, juga mengisyaratkan sikap netral.

"Ini bukan masalah di mana Jepang harus memimpin seluruh dunia," katanya. "Saya tidak berpikir bahwa kita tertinggal. Kami hanya mengambil tindakan yang diperlukan."

Margaret Allen, mitra di firma hukum Sidley Austin, menegaskan, perusahaan-perusahaan di Asia secara keseluruhan, 'cenderung lebih berhati-hati.

"Mereka berharti-hati dalam membuat beberapa keputusan, ketika mereka tidak tahu apa yang akan terjadi esok," ujarnya.

Pada 8 Maret 2022, lebih dari 200 perusahaan asing, sebagian besar Barat, telah membatasi operasi di Rusia, menurut daftar yang disusun oleh Universitas Yale.

Namun, tidak berarti semua perusahaan Barat telah menangguhkan bisnis di Rusia. Konglomerat dengan eksposur besar ke pasar Rusia, seperti Coca-Cola, McDonald's dan Philip Morris, tetap menjalankan bisnis di Rusia, menurut daftar tersebut.


Beberapa negara besar di Asia - terutama China dan India - telah menolak untuk mengutuk invasi Rusia ke Ukraina, atau bergabung dengan sanksi internasional yang bertujuan mengisolasi negara itu secara finansial.

Grup ride-sharing China, Didi Global, yang berencana menarik diri dari Rusia setelah kehilangan uang di sana, membatalkan rencana tersebut setelah perang meledak.

Perusahaan di seluruh Asia, mungkin memiliki lebih sedikit saham di Rusia dibandingkan rekan-rekan mereka di AS atau Eropa.

Banyak perusahaan internasional tidak mengungkapkan pendapatan di Rusia.

Tetapi, FactSet memperkirakannya dari laporan tahunan dan pengajuan lainnya, kemudian menggunakan 'algoritma estimasi berdasarkan bobot [produk domestik bruto], dan logika akuntansi.

Ada tujuh perusahaan Asia di antara daftar 50 besar perusahaan non-Rusia dengan pendapatan tertinggi di Rusia, dibandingkan dengan hampir 30 perusahaan Eropa, menurut data FactSet.

Di Samsung, perusahaan Asia teratas dalam daftar, Rusia hanya menyumbang 1,3 persen dari total pendapatannya.

Moody's Analytics pada Jumat, 25 Februari 2022, mengeluarkan laporan bahwa ekspor ke Rusia menyumbang tidak lebih dari satu persen dari PDB di salah satu negara utama Asia-Pasifik .

"Jadi, jika perdagangan dengan Rusia menjadi lebih sulit karena sanksi terhadap Rusia berkembang biak, maka dampak langsung pada APAC dari berkurangnya perdagangan dengan Rusia, akan tetap kecil," tegas pernyataan ini.

Ketika Rusia menjadi lebih terisolasi dari Barat, berbagai tanggapan geopolitik dapat memunculkan aliansi alternatif, yang harus dinavigasi oleh perusahaan-perusahaan Asia.

"Ada beberapa kelompok yang mungkin mengembangkan jejak mereka di pasar Rusia, terutama yang berasal dari China dan India," kata Abishur Prakash, seorang futuris geopolitik di Centre for Innovating the Future yang berbasis di Toronto.

Ini akan membuat dunia lebih vertikal, ketika negara-negara menjauh dari sistem global, dan membangun poros independen mereka sendiri, yang meningkatkan risiko bagi perusahaan di mana pun.

"Kepemimpinan perusahaan setiap multinasional di Asia, harus memutuskan apakah keuntungan mengalahkan geopolitik, atau sebaliknya," katanya.

"Ini tidak hanya berlaku untuk konflik Ukraina, tetapi juga untuk setiap situasi geopolitik saat ini, dan masa depan, dari Taiwan hingga Iran," lanjutnya.***

Sumber: Nikkei Asia

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: Nikkei Asia

Tags

Terkini

Terpopuler