KALBAR TERKINI - Kebahagiaan Putri Diana berikut kesedihannya, bukan hanya milik rakyat Inggris melainkan dunia. Pada 31 Agustus 1997 di Paris, Prancis, Diana Spencer tewas bersama kekasihnya, Imaduddin Muhammad Abdul Mun'im al Fayed, putra dari Muhammad al-Fayed, pemilik dari ritel Harrods dan Hôtel Ritz Paris.
Kala itu, sejumlah media terbitan Jakarta pun sontak menulis cerita bersambung tentang romantika Diana. Koran Harian Sinar Pagi dari grup Bakrie Media Nusatama misalnya, selama sepekan, tampil dengan edisi warna hitam di halaman I, sebagai tanda duka atas kematian Diana.
Diana adalah korban kencangnya intervensi Ratu Inggris, Elizabeth II, yang terakumulasi dari sulitnya Diana beradaptasi dengan tradisi ariktokrat Istana Buckingham. Sementara sang suami, Pangeran Charles, lagi-lagi tak berdaya, ibarat kata: 'apa kata mami ajalah'. Buntutnya, Diana-Charles bercerai, saat anak mereka, Wiliam dan Harry, masih terlalu kecil.
Kini, peristiwa yang setidaknya sama, terulang lagi di keluarga Kerajaan Inggris. 'Sang Oma berulah'. Kali ini, diklaim karena Meghan Markle, istri Pangeran Harry, cucunya, menikahi wanita biasa, dan melahirkan seorang putera yang 'akan menunjukkan' garis keturunannya yang berkulit hitam saat kelak dewasa.
Hal ini dianggap lebih berat dibandingkan tekanan bati yang dialami Diana. Apalagi, Kate Middleton, istri Pangeran William, saudara dari pangeran Harry, terindikasi tak mau disaingi Meghan. Sementara sang kakek, Pangeran Charles, lagi-lagi 'tiarap', suatu sikap yang sama ketika sang ibu melecehkan mendiang Diana.
Dalam 'kasus' Meghan-Ratu Elizabeth II, ketertekanan batin Meghan, persis yang dialami Diana, jika dikilas balik tentang romantika Diana sendiri, sebagaimana dilansir Kalbar-Terkini-com dari Good House Keeping edisi 24 Juni 2019.
Baca Juga: Berikan Dukungan Meghan Markle, Beyonce: Kami Semua Terinspirasi Olehmu
Baca Juga: Perempuan Sebagai Sumber Fitnah dalam Kajian Hadis
Baca Juga: Tanggapi Wawancara Pangeran Harry-Meghan di TV, Ratu Elizabeth: Sangat Memprihatinkan