3 Adab Berhutang Dalam Islam. Salah satunya Mencatat Jumlah Pinjaman, Antisipasi Penyakit Lupa

- 3 Desember 2023, 07:15 WIB
Ilustrasi hutang
Ilustrasi hutang /Pexels/Karolina-Grabowska

KALBAR TERKINI – Tiga adab berhutang dalam Islam, salah satunya mencatat jumlah pinjaman agar tidak lupa.

Berhutang, agaknya sudah menjadi aktifitas biasa dalam kehidupan sehari-hari.

Terkadang kita memiliki suatu keinginan atau kebutuhan yang tak bisa dipenuhi secara langsung karena keterbatasan uang, maka dari itu biasanya memutuskan untuk berhutang terlebih dahulu.

Namun jika tidak terlalu terdesak maka hindarilah untuk berhutang.

Terdapat beberapa hadits yang menjelaskan hutang dan anjuran menghindari hutang.

Baca Juga: Simak Amalan Doa Pelunas Hutang dan Pembuka Rezeki Dengan Bantuan Allah SWT

Ibnu Mas'ud meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, "Tidaklah seorang muslim yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah." (HR. Ibnu Majjah).

Dalam hadits tersebut Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa pahala dua kali mengutangkan sama dengan pahala satu kali sedekah.

Dari situlah kita dapat memahami pahala sedekah lebih besar daripada pahala mengutangkan.

Dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah berdo'a dalam shalat: "Ya Allah aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan terlilit hutang. Lalu ada seseorang yang bertanya, "Mengapa Anda banyak meminta perlindungan dari hutang wahai Rasulullah?"

Baca Juga: Daftar Doa Pagi Hari yang Dapat Anda Amalkan Mulai Dari Doa Mendapat Kasih Sayang Allag SWT

Beliau menjawab: "Sesungguhnya seseorang apabila sedang berhutang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bisa berjanji sering menyelisihinya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Tahukan Anda bahwa dalam Islam berhutang pun ada adabnya?

Berikut adab berhutang dalam Islam:

  1. Yakin mampu membayar

Sebelum memutuskan untuk berhutang, maka pikirkanlah terlebih dulu, apakah Anda sanggup untuk membayarnya.

Abu Hurairah radhiyallahu'anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Barangsiapa yang mengambil harta manusia (dan) ingin melunasinya, niscaya Allah akan melunaskan atasnya dan barangsiapa yang mengambil (dan) ia ingin menghilangkannya niscaya Allah menghilangkannya." (HR. Bukhari).

Baca Juga: AMALAN yang Diajarkan Rasulullah SAW Menjelang Tidur

  1. Tidak menunda pembayaran

Terkadang setelah berhutang, seseorang mulai enggan untuk membayaranya. Jangan lakukan hal tersebut.

Nabi Muhammad SAW menyebut kelakuan orang yang menunda-nunda pembayaran hutang padahal dia mampu sebagai sebuah perbuatan zalim.

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Mengulur-ngulur waktu pembayaran hutang oleh orang yang mampu merupakan perbuatan zalim.

Dan jika salah seorang di antara kalian diikutkan (dialihkan hutangnya) kepada orang yang mampu, maka hendaklah dia mengikutinya." 

  1. Mencatat hutang

Ini adalah hal terpenting, karena penyakit yang umum terjadi pada manusia adalah lupa.

Maka catatlah semua pinjaman dalam sebuah buku.

Allah SWT berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 282:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.

Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya,

dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.

Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.

Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya.

Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.

(Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu,

(jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan.

Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."***

 

 

Editor: Yuni Herlina

Sumber: berbagai sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah