Filosofi Ketupat
Penggunaan istilah ketupat dalam Lebaran ketupat tentu bukan tanpa filosofi yang mendasarinya, Kata “ketupat” atau “kupat” berasal dari istilah bahasa Jawa yaitu “ngaku lepat” (Mengakui Kesalahan) dan laku papat (empat tindakan).
Prosesi ngaku lepat umumnya diimplementasikan dengan tradisi sungkeman, yaitu seorang anak bersimpuh dan memohon maaf di hadapan orangtuanya.
Dengan begitu, kita diajak untuk memahami arti pentingnya menghormati orang tua, tidak angkuh dan tidak sombong kepada mereka serta senantiasa mengharap ridho dan bimbinganya.
Ini merupakan sebuah bukti cinta dan kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya begitupun orang tua kepada anaknya.
Prosesi ngaku lepat pun tidak hanya berkutat pada tradisi sungkeman seorang anak kepada orang tua.
Lebih jauh lagi adalah memohon maaf kepada tetangga, kerabat dekat maupun jauh hingga masyarakat muslim lainya.
Dengan begitu umat Islam dituntun untuk mau mengakui kesalahan dan saling memaafkan dengan penuh keikhlasan yang disimbolkan dengan ketupat tersebut.
Ketupat menjadi simbol “maaf” bagi masyarakat Jawa, yaitu ketika seseorang berkunjung ke rumah kerabatnya nantinya mereka akan disuguhkan ketupat dan diminta untuk memakannya.