Kisah Ibu Khadijah Istri Rasulullah SAW yang Meminta Kuburnya Digali untuk Perjuangan Nabi Muhammad

28 Juli 2022, 21:02 WIB
Ilustrasi.sayyidah khadijah radiallohu anha/ /

KALBAR TERKINI - Khadijah RA adalah istri pertama Rasulullah SAW. Orang yang pertama kali beriman kepada Allah SWT dan kenabian Rasulullah SAW.

Khadijah RA adalah orang yang sangat berjasa dalam dakwah Rasulullah dan penyebaran agama Islam.

Dalam Kitab Al-Busyro, karya Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Miliki Al-Hasani (1946-2004) diceritakan;

Sayidatuna Khadijah RA wafat pada hari ke-11 bulan Ramadhan tahun ke-10 kenabian, tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah.

Baca Juga: Kisah Pertemuan Badui Arab dengan Nabi Muhammad SAW dan Zikir Ya Karim yang Mengguncang Arsy Allah SWT

Khadijah wafat dalam usia 65 tahun, saat usia Rasulullah berusia sekitar 50 tahun.

Ketika Khadijah RA sakit menjelang ajal, Beliau berkata kepada Rasululllah SAW:

“Aku memohon maaf kepadamu, Ya Rasulullah, kalau aku sebagai istrimu belum berbakti kepadamu.”

Rasulullah menjawab : “Jauh dari itu ya Khadijah. Engkau telah mendukung dakwah Islam sepenuhnya,” jawab Rasulullah.”

Baca Juga: Kisah Ulama Sufi ABu Yazid yang Dipermalukan Seekor Anjing, Mari Ambil Pelajarannya

Kemudian Khadijah memanggil Fathimah Azzahra dan berbisik: “Fathimah putriku, aku yakin ajalku segera tiba, yang kutakutkan adalah siksa kubur.

Tolong mintakan kepada ayahmu, aku malu dan takut memintanya sendiri, agar beliau memberikan sorbannya yang biasa untuk menerima wahyu agar dijadikan kain kafanku.”

Mendengar itu Rasulullah SAW berkata: “Wahai Khadijah, Allah menitipkan salam kepadamu, dan telah dipersiapkan tempatmu di surga.”

Ummul mukminin, Khadijah pun menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan suami tercinta, Rasulullah SAW.

Baca Juga: Kisah Wafatnya Nuaiman, Sahabat Rasul yang Pemabuk Namun Sering Membuat Baginda Tertawa Meskipun Sudah Dikubur

Didekapnya istri Beliau itu dengan perasaan pilu yang teramat sangat. Tumpahlah air mata mulia Beliau dan semua orang yang ada di situ.

Saat itu, Malaikat Jibril turun dari langit dengan mengucap salam dan membawa lima kain kafan.

Rasulullah menjawab salam Jibril dan kemudian bertanya. “Untuk siapa sajakah kain kafan itu wahai Jibril?

“Kafan ini untuk Khadijah, untuk engkau ya Rasulullah, untuk Fathimah, Ali dan Hasan,” jawab Jibril. Kemudian Jibril berhenti berkata dan menangis.

Rasulullah bertanya, Kenapa Ya Jibril? “Cucumu yang satu, Husain (putera Sayyidina Ali) tidak memiliki kafan.

Dia akan dibantai dan tergeletak tanpa kafan dan tak dimandikan,” sahut Jibril.

Rasulullah SAW berkata di dekat jasad Khadijah, Wahai Khadijah istriku sayang, demi Allah, aku takkan pernah mendapatkan istri sepertimu.

Pengabdianmu kepada Islam dan diriku sungguh luar biasa. Allah Maha Mengetahui semua amalanmu.

“Semua hartamu kau hibahkan untuk Islam. Kaum muslimin pun ikut menikmatinya.

Semua pakaian kaum muslimin dan pakaianku ini juga darimu. Namun begitu, mengapa permohonan terakhirmu kepadaku hanyalah selembar sorban?”

Rasulullah semakin sedih mengenang istrinya semasa hidup. Seluruh kekayaan Khadijah diserahkan kepada Rasulullah untuk perjuangan agama Islam.

Dua per tiga kekayaan Kota Mekkah adalah milik Khadijah.

Tetapi ketika Khadijah hendak menjelang wafat, tidak ada kain kafan yang bisa digunakan untuk menutupi jasad Khadijah.

Bahkan pakaian yang digunakan Khadijah ketika itu adalah pakaian yang sudah sangat kumuh dengan 83 tambalan di antaranya dengan kulit kayu.

Rasulullah kemudian berdoa kepada Allah.

“Ya Allah, Ya Ilahi Robbi, limpahkanlah rahmat-Mu kepada Khadijahku, yang selalu membantuku dalam menegakkan Islam.

Mempercayaiku pada ketika orang lain menentangku. Menyenangkanku pada saat orang lain menyusahkanku. Menentramkanku pada saat orang lain membuatku gelisah.

Oh Khadijahku sayang, kau meninggalkanku sendirian dalam perjuanganku. Siapa lagi yang akan membantuku?”

Tiba-tiba Ali berkata: Aku, Ya Rasulullah!

Pengorbanan Khadijah Semasa Hidup

Dikisahkan dalam Sirah Nabawiyah, suatu hari ketika Rasulullah pulang dari berdakwah, Beliau masuk ke dalam rumah.

Khadijah menyambut dan hendak berdiri di depan pintu. Ketika Khadijah hendak berdiri, Rasulullah meminta Khadijah agar tetap di tempatnya.

Saat itu Khadijah sedang menyusui Fatimah yang masih bayi. Saat itu seluruh kekayaan mereka telah habis.

Seringkali makanan pun tak punya. Sehingga ketika Fatimah menyusu, bukan air susu yang keluar akan tetapi darah. Darahlah yang masuk dalam mulut Fathimah RA.

Kemudian Rasulullah mengambil Fathimah dari gendongan istrinya lalu diletakkan di tempat tidur.

Rasulullah yang lelah seusai pulang berdakwah dan menghadapi segala caci maki dan fitnah manusia itu lalu berbaring di pangkuan Khadijah.

Rasulullah SAW tertidur. Ketika itulah Khadijah membelai kepala Nabi SAW dengan penuh kelembutan dan rasa sayang.

Tak terasa air mata Khadijah menetes di pipi Rasulullah. Beliau pun terjaga.

“Wahai Khadijah, mengapa engkau menangis? Adakah engkau menyesal bersuamikan aku, Muhammad?” tanya Rasulullah dengan lembut.

Dahulu engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan. Namun hari ini engkau telah dihina orang.

Semua orang telah menjauhi dirimu. Seluruh kekayaanmu habis.

Adakah engkau menyesal wahai Khadijah bersuamikan aku, Muhammad?” lanjut Rasulullah tak kuasa melihat istrinya menangis.

“Wahai suamiku. Wahai Nabi Allah. Bukan itu yang kutangiskan,” jawab Khadijah.

Khadijah berkata lagi: “Dahulu aku memiliki kemuliaan. Kemuliaan itu telah aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya.

Dahulu aku adalah bangsawan. Kebangsawanan itu juga aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya.

Dahulu aku memiliki harta kekayaan. Seluruh kekayaan itupun telah aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Wahai Rasulullah.

Sekarang aku tak punya apa-apa lagi. Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini.

Wahai Rasulullah. Sekiranya nanti aku mati sedangkan perjuanganmu ini belum selesai, sekiranya engkau hendak menyeberangi sebuah lautan.

Sekiranya engkau hendak menyeberangi sungai, namun engkau tidak memperoleh rakit pun atau pun jembatan.

“Maka galilah lubang kuburku, ambilah tulang belulangku. Jadikanlah sebagai jembatan untuk engkau menyebrangi sungai itu supaya engkau bisa berjumpa dengan manusia dan melanjutkan dakwahmu.

Ingatkan mereka tentang kebesaran Allah. Ingatkan mereka kepada yang hak. Ajak mereka kepada Islam wahai Rasulullah.” kata Khadijah.

Mendengar ucapan Khadijah tersebut, Rasulullah pun semakin terpukul. Wafatnya Khadijah begitu menusuk hati Rasulullah.

Alangkah sedih dan pedihnya perasaan Rasulullah karena dua orang yang dicintainya yaitu istrinya Khadijah dan pamannya Abu Tholib berpulang ke rahmat Allah.

Tahun itu pun disebut sebagai ‘amul huzni (tahun kesedihan) dalam perjalanan hidup Rasulullah SAW.

Semoga salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW dan keluarga Beliau.***

Editor: Arthurio Oktavianus Arthadiputra

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler