Puasa Sunnah Ayyamul Bidh: Lafal Niat, Sejarah , Jadwal , Hukum Gabung dan Puasa Qadha

17 Maret 2022, 18:29 WIB
Jangan lupa catat dan ingat awal hingga terakhir puasa Ayyamul Bidh Maret 2022. /Tangkapan layar screenshoot/YouTube @Coretan Pinsil


KALBAR TERKINI – Puasa sunnah Ayyamul Bidh yang dilaksanakan pada 13-15 Muharram 1443 jatuh pada 16, 17, 18 Maret 2022.

Puasa Ayyamul Bidh merupakan puasa sunnah yang dilakukan oleh umat muslim pada tengah bulan Hijriah. Puasa Ayyamul Bidh memiliki keutamaan atau fadhilah yang luar biasa.

Terkecuali pada bulan Ramadhan karena umat Islam melakasanakan ibadah puasa wajib satu bulan penuh di bulan ini.

Puasa Ayyamul Bidh adalah puasa sunnah yang dilakukan tiga hari dalam tiap bulan yakni, tanggal 13, 14 dan 15 tiap bulan qamariyyah. Ayyamul Bidh artinya hari-hari putih.

Baca Juga: Kalender Hijriah Islam April 2022: Lengkap Tanggal Masehi, Syakban, Jadwal dan Hari Penting di Puasa Ramadhan

Niat Puasa Ayyamul Bidh, “ Nawaitu Sauma Ayyamal Bidh Sunnatan Lillahi Ta’ala.” (Saya niat puasa Ayyamul Bidh, sunnah karena Allah Ta’ala).

Salah satu amal shalih yang dianjurkan Nabi SAW untuk dikerjakan pada bulan ini adalah ibadah puasa (shaum).

Rasulullah SAW menganjurkan untuk memperbanyak puasa di dalamnya. Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda.

“Puasa yang paling utama sesudah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah (syahrullah) Muharram. Sedangkan shalat malam merupakan shalat yang paling utama sesudah shalat fardhu.” (HR. Muslim, no. 1982)

Baca Juga: Catat Amalan Sunnah Hari Jumat, Perbanyaklah Shalawat dan Membaca Surat Al-Kahfi

Selain itu, keutamaan lain dari puasa sunnah berbagai hikmah kehidupan dan pahala yang didapatkan ketika kita tulus menjalankannya.

“Sungguh, cukup bagimu berpuasa selama tiga hari dalam setiap bulan, sebab kamu akan menerima sepuluh kali lipat pada setiap kebaikan yang kaulakukan. Karena itu, maka puasa ayyamul bidh sama dengan berpuasa setahun penuh,” (HR Bukhari Muslim).

Berikut kalabarterkini.co melansir dari today.line.me yang dikutip melalui NU Online.

Terdapat dua pandangan mengenai asal mula puasa ayyamul bidh. Pendapat yang pertama berkaitan dengan dengan kisah Nabi Adam AS ketika diturunkan ke muka bumi. Keterangan ini terdapat di dalam kitab ‘Umdatul Qari` Syarhu Shahihil Bukhari.

Baca Juga: Bacaan Niat Puasa Daud, Berikut Tata Cara dan Keutamaannya Yang Perlu Diketahui

Di dalam kitab tersebut diceritakan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas yang mengatakan Pertama, bahwa saat Nabi Adam AS diturunkan ke muka bumi, seluruh tubuhnya terbakar oleh matahari sehingga menjadi hitam atau gosong.

Kemudian Allah SWT memberikan wahyu kepada Nabi Adam AS untuk berpuasa selama tiga hari, yaitu pada tanggal 13, 14, dan 15.

Ketika Nabi Adam AS mulai berpuasa di hari pertama, sepertiga badannya menjadi putih. Saat puasa di hari kedua, sepertiganya lagi menjadi putih. Hingga pada hari ketiga berpuasa, sepertiga sisanya pun menjadi putih.

Pendapat kedua juga masih terdapat dalam kitab yang sama. Disebutkan bahwa dinamakan puasa ayyamul bidh karena malam-malam pada tanggal pertengahan bulan Hijriyah tersebut terang benderang disinari rembulan.

Baca Juga: Bacaan Surat Al-Falaq: Artian, Latin, Terjemahan, Keutamaan dan Keistimewaannya

Rembulan selalu menyinari bumi sejak matahari terbenam hingga terbit kembali. Maka, pada hari-hari tersebut malam dan siang seluruhnya menjadi putih (terang).

Selain itu, ada beberapa sedikit perbedaan pandangan mengenai pengabunggan puasa sunnah dengan puasa qadha.

Berikut kalbarterkini.com melansir dari umma.id mengenai ada dua pembahasan dalam masalah ini.

Pertama, hukum melaksanakan puasa sunah, bagi orang yang memiliki tanggungan puasa qadha. Sebagian ulama melarang melakukan puasa sunah, hingga dia menyelesaikan qadhanya.

Baca Juga: Bacaan Surat An-Nasr: Artian, Latin, Terjemahan, Keutamaan dan Keistimewaannya

Ini merupakan salah satu pendapat Imam Ahmad. Pendapat ini didasari kaidah bahwa amal wajib lebih penting dari pada amal sunah, sehingga qadha ramadhan yang statusnya wajib, harus didahulukan sebelum puasa sunah.

”Orang yang melaksanakan puasa wajib, baik qadha ramadhan, puasa kaffarah, atau puasa lainnya, tidak sah untuk digabungkan niatnya dengan puasa sunah. Karena masing-masing, baik puasa wajib maupun puasa sunah, keduanya adalah ibadah yang harus dikerjakan sendiri-sendiri.

Dan puasa sunah bukan turunan dari puasa wajib. Sehingga tidak boleh digabungkan niatnya,” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 7273).

Sementara mayoritas ulama berpendapat, bahwa orang yang memiliki tanggungan qadha puasa ramadhan, dibolehkan melaksanakan puasa sunah.

”Orang yang melakukan puasa hari arafah, atau puasa hari asyura, dan dia punya tanggungan qadha ramadhan, maka puasanya sah. Dan jika dia meniatkan puasa pada hari itu sekaligus qadha ramadhan.

Baca Juga: Bacaan Surat Yasin dan Latin Lengkap 1-83 Ayat

Maka dia mendapatkan dua pahala: (1) Pahala puasa arafah, atau pahala puasa Asyura, dan (2) Pahala puasa qadha. Ini untuk puasa sunah mutlak, yang tidak ada hubungannya dengan ramadhan.” (Fatawa as-Shiyam, 438).

Kedua, sebagian ulama memberikan pengecualian untuk puasa 6 hari di bulan syawal. Bahwa orang yang hendak puasa sunah 6 hari di bulan syawal.

Dia diharuskan menyelesaikan qadha puasa ramadhannya terlebih dahulu, agar dia bisa mendapatkan pahala seperti puasa selama setahun.

“Siapa yang puasa ramadhan, kemudian dia ikuti dengan 6 hari puasa syawal, maka seperti puasa setahun,” (HR. Muslim 1164).***

Editor: Syaifullah

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler