Kemudian juga Hindu (solar system), dan Islam (Hijriah, Lunar Sytem), sementara di wilayah Barat/ Sunda Kelapa dan sekitarnya sudah mulai dikuasai bangsa asing / Belanda.
Untuk memperkuat persatuan di wilayah Mataram guna melawan bangsa asing, Sultan Agung melakukan penyatuan kalender yang digunakan.
Akan tetapi penyatuan kalender Jawa /Saka dan Islam/Hijriah tersebut tetap menyisakan selisih 1 (satu) hari.
Sehingga pada akhirnya terdapat 2 perhitungan, yaitu istilah tahun Aboge (tahun Alip, tgl 1 Suro jatuh hari Rebo Wage), serta istilah Asapon (Tahun Alip, tg 1 Suro, hari Selasa Pon).
Perubahan ini bertepatan dengan tanggal 1 Muharram 1043 Hijriah, 29 Besar 1554 Saka, 8 Juli 1633 Masehi.
Tanggal tersebut ditetapkan sebagai tanggal 1 bulan Suro tahun 1554 Jawa (Sultan Agungan) yang digunakan sekarang.
Apabila ditilik berdasarkan penanggalan Jawa yang diciptakan mPu Hubayun pada 911 SM, maka saat ini (2013) adalah tahun 2924 Jawa (asli, bukan Saka, Jawa kini, atau Hijriah).
Sebuah Kalender asli yang dibuat tidak berdasarkan agama, atau aliran kepercayaan apapun.
Dengan demikian, tinggal sedikit lagi untuk menemukan bukti-bukti arkeologi autentik lainnya.
Setelah ditemukan lempeng tanah persawahan yang diperkirakan berumur 6000 tahun lebih di kedalaman laut Jawa, maka penemuan kalender yang telah berumur 15 ribu tahun itu bisa jadi memang berasal dari peradaban Nusantara.***