Menunda Pemilu 2024 adalah Skandal Politik, Denny JA: Ini Memperpanjang Kekuasaan tanpa Alasan!

6 Maret 2022, 23:31 WIB
A Portrait of Denny JA - OpenSea.io /

KALBAR TERKINI - Pendiri Lembaga Survei Indonesia dan Lingkaran Survei Indonesia Denny JA mengecam manuver sejumlah politikus yang ingin menunda pemilu pada 2024 ke 2027.

"Memperpanjang- panjang kekuasaan tanpa alasan yang cukup. akan dicatat sejarah sebagai skandal politik,” tegas Denny JA sebagaimana dikutip Kalbar-Terkini.com dari pernyataannya di grup Whatsupp @ForumRedaktur, Minggu, 6 Maret 2022.

Pernyataan Denny ini juga diangkat daru tulisan di akun Facebook-nya @Denny JA_World, yang disarikannya dari sejumlah media massa papan atas di Indonesia.

Baca Juga: Angelina Sondakh Trauma Masuk Politik Usai Bebas dari Kurungan, Krisna Murti: Dia Ingin Sujud Syukur

Karena tak cukup alasan, menurut Denny, sebaiknya para politisi itu menghentikan manuver tersebut.

Denny mengakui, konstitusi dapat diamandemen agar memberi keabsahan menunda pemilu, atau menambah durasi jabatan presiden menjadi tiga periode.

"Tapi tanpa alasan yang cukup, manuver itu akan berbalik menjadi catatan kelam, yang mencoreng nama penganjurnya dalam catatan sejarah Indonesia," tambah Denny.

“Sila pertama demokrasi itu menyelenggarakan pemilu secara reguler. Rakyat berhak memilih, dan mengganti pemimpinnya secara reguler lewat pemilu," tambahnya.

Baca Juga: Ketegangan Politik Militer Rusia vs Ukraina, UEFA Pindahkan Final Liga Champions, Kemungkinan Besar di Inggris

Tentu saja, ;anjut Denny, itu karena situasi darurat sehingga pemilu dapat ditunda. Misalnya, peristiwa yang saat ini terjadi di Ukraina.

"Hanya permisalan saja. Katakanlah, ini sudah dijadwalkan jauh hari.

Pemilu reguler Ukraina misalnya, akan diselenggarakan tujuh hari dari sekarang (11 Maret 2022). Masuk akal jika pemilu di negara itu ditunda," urainya.

"Ukraina sedang diserang. Perang terjadi. Prioritas utama penduduk di sana untuk survival. Mustahil mereka bisa berencana menyelenggarakan pemilu seperti di era normal," lanjut Denny.

Baca Juga: Dedi Mulyadi Murka Sikapi Banjir Sintang, Pemerintah Lalai Atasi Masalah Lingkungan, Eksak Kalah Lawan Politik

Menurutnya, dalam suasana darurat, memang dibolehkan menunda pemilu.

"Tapi, itu haruslah alasan yang cukup, masuk akal, sehingga bisa diterima secara common sense (kewajaran), seperti kasus Ukraina sekarang." katanya.

Namun, sambung Denny. “Di Indonesia, menjadikan Covid- 19 untuk menunda pemilu di tahun 2024, dua tahun dari sekarang, itu justu bertentangan dengan data. Alasan itu ditolak oleh fakta yang sangat terang benderang."

"Jelas sudah. Clear. Bukti menujukkan situasi Covid-19 di Indonesia, juga di dunia, justru sekarang semakin aman," kata Denny.

Denny menunjukan data. Pada Maret 2022, jumlah kematian karena Covid-19 bertambah sedikit. Denny juga merujuk data dari Worldometer.

Puncak kematian per hari di Indonesia terjadi pada Agustus 2021. Saat itu, orang Indonesia yang wafat per hari berjumlah sekitar 2.000 orang.

Tapi pada Febuari dan Maret 2022, angka kematian per hari karena Covid-19 sudah jauh menurun, hanya di bawah 500 orang.

Penyebabnya, menurut Denny, karena presentase penduduk Indonesia yang divaksin sudah lebih banyak.

Juga dari Worldometer disebutkan, penduduk Indonesia hingga awal Maret 2022, yang sudah divaksin minimal sekali, sebanyak 69 persen.

"Yang sudah divaksin dua kali sebanyak 50 persen. Bahkan di tahun 2022, ini sudah menjadi trend dunia. Kita bersama memasuki era endemik," ujar Denny.

"Covid-19 masih akan panjang bersama kita. Tapi, ini babak akhir era pandemik, yang berubah menjadi endemik," lanjutnya.

Menurut Denny, yang tertular Covid-19 tetap banyak. Tapi yang meninggal karena Covid-19 jauh lebih sedikit. Covid-19 akan menjadi sejenis flu.

Ditambahkan bahwa yang tertular flu saat ini, juga sangat banyak, tapi yang meninggal karena flu jauh lebih sedikit.

Pada 2022, Covid-19 sudah melewati puncaknya. Apalagi pada 2024, dua tahun dari sekarang.

'Jadi, tak masuk akal Covid-19 dijadikan alasan untuk menunda sila pertama demokrasi. Sila pertama reformas, yakni .pemilu yang diselenggarakan secara reguler," kecam Denny.

"Kondisi ekonomi juga tak pernah sah dijadikan alasan menunda ekonomi. Apalagi bahkan Menteri Keuangan dan Ekonomi Sri Mulyani menyatakan ekonomi Indonesia terus membaik," tambahnya.

Denny lebih lanjut menyarankan supaya JA memberi saran bahwa di era media sosial sekarang ini, semua pernyataan politisi harus direkam.

"Hendaknya para politisi berhati- hati jika berbicara di publik. Apalagi jika bermanuver untuk 'makar' terhadap sila pertama demokrasi dan reformasi," sarannya.

Para politisi itu yang seolah membela Jokowi, menurut Denny, justru sebenarnya menjerumuskan Jokowi.
Menurutnya, sejarah justru akan paling menyalahkan Jokowi karena dianggap tak cukup berbuat (not doing enough) untuk mencegah para pendukungnya bermanuver menunda pemilu.

Denny juga mengutip hasil survei. Aneka survei sudah pula dibuat. "Jelas hasilnya bahwa mayoritas publik, 65 sampai 80 persen, menentang penundaan pemilu," tegasnya.

Ditegaskan, upaya politisi menunda pemilu dengan amandemen UUD 45, segera mendapatkan perlawanan publik.

Denny meyakini bahwa akan terjadi kemarahan publik yang meluas, karena merasa periode kekuasaan ingin dipanjang- panjangkan, tanpa alasan yang memadai.

"Perhatian kita untuk perang melawan Covid-19 juga segera terganggu oleh perlawanan rakyat melawan para politisi yang dianggap 'makar' terhadap cita-cita reformasi," lanjutnya.

“Superman sudah mati. Tak ada politisi yang sedemikian kuatnya dapat membungkam akal sehat, dan rasa keadilan masyarakat luas," tegas Denny..


"Katakanlah para politisi itu berhasil mematahkan perlawanan rakyat, tapi sejarah terus bergerak. Di era politisi itu tak lagi berkuasa, rakyat akan membuat museum bagi mereka yang dianggap berkhianat dengan cita- cita reformasi," kecamnya.

Denny adalah satu dari 30 orang paling berpengaruh di Innet versi Majalah Time pada 2015 Termasuk dalam daftar tersebut adalah Presiden AS Barack Obama, Presiden Argentina Christina Fernandez de Kirchner, Perdana Menteri India Narendra Modi.

Juga beberapa selebriti dunia, seperti Shakira, Taylor Swift, dan Justin Bieber. Pengakuan ini terkait peran Denny dalam memanfaatkan medsos untuk membentuk opini publik dan jajak pendapat dalam Pemilihan Presiden Indonesia 2014.

Mengawali karier sebagai Direktur Eksekutif Universitas Jayabaya, Jakarta (2000-2003), lelaki berdarah Palembang ini juga dipercaya menjadi host untuk program politik di Metro Tv dan Radio Delta FM pada 2002-2004.

Selain itu, Denny pernah sebagai kolumnis di sembilan surat kabar nasional (1986-2005), kemudian mendirikan Lembaga Survei Indonesia (LSI, 2003) Lingkaran Survei Indonesia (LSI, 2005), Asosiasi Riset Opini Publik (AROPI, 2007), serta Asosiasi Konsultan Politik Indonesia (AKPI, 2009).

Melalui empat organisasi ini, Denny membuat tradisi baru survei opini publik dan konsultan politik Indonesia. Pada 2014, Denny dianugerahi oleh Twitter inc sebagai The World No 2 Golden Tweet 2014, dan No 1 di Indonesia.

Pada tahun yang sama, Denny terpilih sebagai salah satu dari 33 tokoh sastra paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia oleh tim delapan (tim penyair, kritikus, dan akademisi terkemuka).

Namun, buku tersebut kemudian ditolak oleh publik sastra Indonesia.

Untuk merayakan hari kemerdekaan Indonesia, pada 16 Agustus 2018, Denny dan Lingkaran Survei Indonesia mengadakan pendidikan politik terbesar, dan mendapatkan Guinness World Records.

Sedangkan untuk penghargaan dalam karya sastra penulisan, Denny mendapatkan penghargaan Sastra Kemanusiaan dan Diplomasi ASEAN 2020 dari Badan Bahasa dan Sastra Sabah.

Juga penghargaan sama dari Malaysia dan Lifetime Achievement Award 2021 dari Asosiasi Penulis Indonesia Satupena, atas dedikasi dan inovasinya dalam dunia penulisan selama 40 tahun.***

 

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler