Bahaya Tendangan 'Kungfu' Selama Tes PCR ke Unta Penyebar CoV

- 20 April 2021, 22:33 WIB
TES PCR KE UNTA - Para petugas cagar  alam dan tenaga medis melakukan tes PCR ke unta-unta jenis dromedaris di Institut Penelitian Ternak Internasional (Ilri), kawasan Cagar Alam Kapiti, Kabupaten Machakos, Kenya selatan./TWITTER AFP PHOTO VIA AFRICA NEWS/
TES PCR KE UNTA - Para petugas cagar alam dan tenaga medis melakukan tes PCR ke unta-unta jenis dromedaris di Institut Penelitian Ternak Internasional (Ilri), kawasan Cagar Alam Kapiti, Kabupaten Machakos, Kenya selatan./TWITTER AFP PHOTO VIA AFRICA NEWS/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

KALBAR TERKINI - Lebih banyak dukanya ketimbang suka. Beginilah yang dialami para tenaga medis yang rutin bertugas menangani tes PCR ke unta-unta jenis dromedaris di Institut Penelitian Ternak Internasional (Ilri), kawasan Cagar Alam Kapiti, Kabupaten Machakos, Kenya selatan. 

Kawasan  seluas 13 ribu hektar ini diakuisisi pada 1987 oleh Laboratorium Internasional untuk Penelitian Penyakit Hewan,  guna menghasilkan sapi berkualitas baik,  dan bebas penyakit untuk tujuan penelitian. Terutama untuk peningkatan pengendalian demam Pantai Timur dan trypanosomiasis hewan di Benua Afrika. 

Adapun tes PCR untuk unta-unta ini terkait penelitian untuk  virus Mers, sepupu dari Covid-19, Mers. Jika tak dicegah, Mers kemungkinan dapat menyebabkan pandemi global berikutnya. 

Dengan tinggi dua meter dan berat tiga ratus kilogram, hewan itu menjerit ketika akan dipegang. Suaranya bergemuruh, dan meronta selama ditahan di leher, moncong, dan ekornya,  oleh tiga penunggang unta. Sementara dokter hewan berjubah biru,  buru-buru melanjutkan pengambilan sampel yang menakutkan.

Baca Juga: Apes, Pemburu Gading Ini 'Ditakdirkan' Tewas Diinjak Kawanan Gajah

Baca Juga: In Memoriam Idriss Deby: Presiden Perkasa yang Bertempur Langsung di Garis Depan!

Baca Juga: Kaum Wanita, Waspadai Loker di Dubai!

"Mengambil sampel dari hewan itu sulit,  karena kita tidak pernah tahu apa yang bisa terjadi. Salah dikit aja, bisa lebih buruk, bisa ditendang atau digigit," kata Nelson Kipchirchir, seorang dokter hewan di Kapiti, sebagaimana  dikutip Kalbar-Terkini.com dari Africa News, Kamis, 15 April 2021. 

Ditendang Jatuh oleh Unta

Di pagi yang berkabut ini, seorang petugas tak luput dari tendangan keras dari tapak unta selama pengambilan sampel hidung dan darah dari 35 dromedaris Kapiti. Di dataran hutan lebat di institut yang markas besarnya di Nairobi, Ibu Kota Kenya, hewan liar dan kawanan ternak hidup bersama yang didedikasikan untuk penelitian.

Ilri mulai mempelajari unta-unta Kenya pada 2013, setahun setelah wabah virus yang mengkhawatirkan di Arab Saudi: Mers-CoV, untuk virus korona yang menjadi sindrom penyakit pernapasan di Timur Tengah. 

Kelelawar, trenggiling, unggas diduga menjadi inang dari pandemi Covid-19. Dunia menemukan tingkat zoonosis, virus ini ditularkan oleh hewan yang merupakan 60 persen dari penyakit menular manusia,  menurut Badan Kesehatan Dunia PBB (WHO).

Dalam kasus Mers-CoV,  menurut WHO, ditularkan melalui kontak dekat dengan hewan pemamah biak kemudian virus tersebut ditularkan kepada manusia, yang menyebabkan epidemi yang merenggut ratusan korban di seluruh dunia pada 2012 dan 2015, terutama di Arab Saudi. 

Virus ini menyebabkan gejala yang sama pada manusia seperti Covid-19 (demam, batuk, kesulitan bernapas - dibandingkan dengan flu ringan di dromedaris). Tetapi, virus ini  jauh lebih mematikan, menewaskan satu dari tiga penderita. 

Di laboratorium Ilri di Nairobi, ahli biologi Alice Kiyong'a secara teratur menerima sampel yang diambil dari unta di berbagai wilayah di Kenya. Berbekal pipet, reagen, dan mesin, dia menganalisis masing-masing keberadaan Mers, yang awalnya ditularkan oleh kelelawar. 

Penelitian yang dipimpinnya sejak  tahun 2014 telah menemukan antibodi terhadap Mers di 46 persen unta yang diteliti, tetapi hanya lima persen manusia yang diuji.

Uji ini menghasilkan enam orang  positif dari 111 penunggang unta dan pekerja rumah jagal. "Mers yang kita miliki di Kenya saat ini tidak mudah menular ke manusia, dibandingkan dengan Mers Arab Saudi yang lebih menular,"  pungkasnya. 

Penelitian juga menemukan kemunculan varian baru yang dapat membuat Mers Kenya lebih menular kepada manusia.

"Seperti Covid-19, variannya seperti B.1.1.7 di Inggris, itu sama dengan Mers. Virus Mers berubah sepanjang waktu," kata Eric Fevre,  spesialis penyakit menular di Ilri dan Universitas Liverpool, Inggris. 

"Saya berharap  bahwa saya memiliki bola kristal, supaya bisa meramal, dan memberi tahu Anda apakah Mers tidak akan pernah menjadi sangat berbahaya bagi manusia, atau apakah dengan beberapa mutasi genetik,  hal itu akan terjadi. Saya pikir, yang penting adalah mempertahankan upaya pemantauan . Dengan demikian, kita akan siap saat itu terjadi, " lanjut Fevre.

Pada 2020, panel pakar keanekaragaman hayati PBB (IPBES) memperingatkan bahwa pandemi akan semakin sering terjadi dan mematikan di masa mendatang. Hal ini karena meningkatnya kontak antara satwa liar, ternak, dan manusia akibat perusakan lingkungan. 

"Ada tren baru dalam segala hal yang berkaitan dengan virus, dan penyakit zoonosis karena Covid," kata Eric Fevre, khususnya merujuk pada masalah pendanaan."Tren yang diperbarui ini,  membantu kami dalam melakukan pekerjaan yang sangat penting ini."

Dromedaris, Unta Tertinggi

The dromedaris (Camelus dromedarius ) juga disebut unta Arab , adalah besar hewan berkuku genap  dengan satu punuk, dan merupakan unta atertinggi dari tiga spesies unta. Jantan dewasanya dalam posisi  berdiri mencapai 1,8–2 meter  di bahu, sedangkan betina setinggi 1,7–1,9 meter.

Unta jantan jenis ini biasanya memiliki berat antara 400- 600 kilogram, dan betina 300- 540 kilogram.

Ciri khas spesies ini, antara lain, berleher panjang dan melengkung, dada sempit, punuk tunggal (dibandingkan dengan dua unta Baktria dan unta liar Baktria ), bulu panjang di tenggorokan, berbahu, dan berpunuk.

Bulunya biasanya berwarna coklat. Punuknya tinggi 20 sentimeter atau lebih, terbuat dari lemak yang diikat oleh jaringan fibrosa .

Dromedari terutama aktif pada siang hari dan kerap membentuk kawanan sekitar 20 ekor yang dipimpin oleh seekor jantan yang dominan .

Unta ini memakan dedaunan dan tumbuhan gurun. Beberapa di antara unta-unta jenis ini mampu beradaptasi dengan iklim. Misalnya, kemampuan untuk mentolerir kehilangan lebih dari 30 persen dari total kandungan air, memungkinkannya untuk berkembang di habitat gurun.  

Perkawinan terjadi setiap tahun,  dan puncaknya pada musim hujan, di mana betina melahirkan satu anak setelah usia kehamilan mencapai 15 bulan.

Dromedaris tidak muncul secara alami di alam liar selama hampir 2.000 tahun. Ini mungkin pertama kali didomestikasi di Semenanjung Arab sekitar 4.000 tahun lalu, atau di Somalia di mana terdapat lukisan di Laas Geel, yang menggambarkannya lebih dari 5.000 hingga 9.000 tahun lalu.

Di alam liar, dromedaris menghuni daerah kering, termasuk Gurun Sahara . Dromedari peliharaan umumnya ditemukan di daerah semi-gersang hingga kering di Dunia Lama, terutama di Afrika dan Semenanjung Arab, dan populasi liar yang signifikan terjadi di Australia.

Produk dromedaris, termasuk daging dan susunya, mendukung beberapa suku Arab utara. Juga biasa digunakan untuk berkuda dan sebagai binatang beban.

Penyebab CoV ke Manusia

Dilansir dari  Bali Royal Hospital , 27 January 2020, Coronaviruses (CoV) adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit, mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih parah,  seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV),  dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS-CoV).

Coronavirus novel (nCoV),  adalah virus jenis baru yang belum diidentifikasi sebelumnya pada manusia.

Virus corona adalah zoonosis. Artinya,  ditularkan antara hewan dan manusia. Investigasi terperinci menemukan bahwa SARS-CoV ditularkan dari kucing luwak ke manusia,  dan MERS-CoV dari unta dromedaris ke manusia.

Beberapa coronavirus dikenal beredar pada hewan yang belum menginfeksi manusia.

Tanda-tanda umum dari infeksi ini adalah termasuk gejala pernapasan, demam, batuk, sesak napas dan kesulitan bernafas. Pada kasus yang lebih parah, infeksi ini dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, bahkan kematian.

Rekomendasi standar untuk mencegah penyebaran infeksi ini, adalah salah satunya termasuk mencuci tangan secara teratur, menutupi mulut dan hidung ketika batuk dan bersin, memasak daging dan telur dengan saksama.

Hindari kontak dekat dengan siapa pun yang menunjukkan gejala penyakit pernapasan, seperti batuk dan bersin.***

 

Sumber: Africa News, Wikipedia,  Bali Royal Hospital

 

 

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x