Warga Gunungkidul Gali dan Konsumsi Hewan yang Sudah Dikubur, Tradisi Mbrandu Diduga Jadi Penyebab

- 5 Juli 2023, 22:28 WIB
Petugas menguburkan sapi yang terkena virus Antraks sesuai SOP dan prosedur.
Petugas menguburkan sapi yang terkena virus Antraks sesuai SOP dan prosedur. /
 
KALBAR TERKINI - Kasus puluhan warga Gunungkidul terpapat Antraks disebabkan karena menyembelih dan mengkonsumsi hewan ternak yang sakit.
 
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul, Wibawa Wulandari mengatakan ada beberapa sapi mati yang disembelih dan dikonsumsi, bahkan ada sapi yang telah dikubur, kemudian digali dan dikonsumsi warga.
 
"Sapi sakit mati, kemudian suruh kubur melalui SOP sudah kita kuburkan tapi sama masyarakat ada yang 1 (sapi) digali lagi dikonsumsi," jelas Wibawa.
 
Kabid Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul, Retno Widyastuti mengatakan total ada 6 sapi dan 6 kambing yang positif antraks mati di dusun tersebut. 
 
 
Kematian ternak terjadi sejak November 2022 dan ditegaskan tidak ada hewan dari dusun tersebut yang disembelih atau keluar dari dusun saat Idul Adha.
 
Retno menjelaskan, lokasi penyembelihan pun disiram formalin sebanyak 3 kali sejak 3 Juni lalu dan hewan ternak yang belum terpapar kemudian disuntik antibiotik serta tidak diizinkan untuk keluar dari dusun.
 
Ilustrasi sapi mati akibat Antraks
Ilustrasi sapi mati akibat Antraks

Tradisi Mbrandu

Sebuah tradisi bernama mbrandu diduga menjadi sarana penyebaran penyakit antraks di wilayah Dusun Jati, Desa Candirejo. 
 
Menurut Retno, Mbrandu adalah sebuah tradisi masyarakat di mana warga membeli ternak yang mati milik tetangga di desanya.

Tradisi ini hidup di tengah masyarakat dengan asas gotong royong dan kepedulian dengan maksud meringankan warga yang mengalami kesusahan.

"Itu adalah salah satu hal membikin kita tidak berhenti-berhenti ada antraks itu mergane (karena) kalau dipotong itu kan bakteri yang ada di darah itu mengalir keluar berubah menjadi spora.
 
Spora itu yang tahan puluhan tahun," jelas Retno.
 
 
Ia menambahkan, tujuan tradisi yang dilakukan warga tersebut sebenarnya bertujuan baik dengan membantu pemilik hewan yang merugi karena hewannya sakit dan akan mati.

"Kalau saya tanya (ke warga) memang tujuannya baik, membantu warga yang kesusahan biar tidak terlampau rugi itu dibagi-bagi, satu paketnya itu Rp45 ribu.
 
Dijual, uangnya dikumpulkan dikasihkan yang kesusahan," ujar Retno.

Bagaimanapun, pihaknya menyayangkan karena tradisi yang dijalankan tanpa kewaspadaan ini ujung-ujungnya membahayakan kesehatan warga setempat.***


Editor: Yulia Ramadhiyanti

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x