Jokowi Dinilai Remehkan Visi Poros Maritimnya Sendiri: Saran agar Jokowi Dikenang sebagai Bapak Indonesia Maju

- 14 April 2022, 22:38 WIB
Ilustrasi Maritim Dunia
Ilustrasi Maritim Dunia /Pixabay.com/hunt-er


KALBAR TERKINI - Presiden Joko 'Jokowi' Widodo meremehkan visi poros maritimnya sendiri terkait upayanya mengubah Indonesia menjadi pusat maritim global.

Hal ini karena sangat sedikitnya kemajuan yang telah dibuat oleh pemerintahannya di bidang maritim, sehingga janji ini sengaja diabaikan, dan dibiarkan 'dilupakan',.

Hal ini terkait kebijakan luar negeri di periode kedua pemerintahan Jokowi, sebagaiamana dilansir Kalbar-Terkini.com dari laman Yusof Ishak Institute, sebelumnya bernama Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS).

Baca Juga: Latihan Maritim Indonesia-China: AS Pantau dari Kapal Misterius Norwegia?

Menurut ISEAS, Rabu, 16 Februari 2022, inilah sedikit ganjalan dari kebijakan mantan Walikota Solo dan mantan Gubernur DKI jakarta ini, di antara sekian banyak keberhasilannya membangun infrastruktur di Indonesia.

Sementara dari catatan Kalbar-Terkini, berbagai ulasan lain dari kalangan pengamat mancanegara, menilai tentang sangat pentingnya Indonesia menjaga wilayah maritimnya yang luas.

Karena itu, sangat krual bagi Pemerintah Indonesia untuk membangun dan memperkuat kekuatan maritimnya, lewat Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI Angkatan Darat).

Baca Juga: Luhut Dipasang Jokowi untuk Seimbangkan Pengaruh Oligarki, Emirza: Sekaligus untuk Konsolidasi Kekuasaan!

Indonesia, atau juga disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa, berada di antara daratan Benua Asia dan Oseania, dan di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau, sehingga nama alternatif yang biasa dipakai adalah Nusantara.

Dengan populasi mencapai 270.203.917 jiwa pada 2020, Indonesia menjadi negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, dan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, dengan penganut lebih dari 230 juta jiwa.

Baca Juga: WACANA JOKOWI 3 PERIODE! Politikus PDIP ke Luhut: Dia yang Ingin Menghancurkan Demokrasi, Dia Soeharto Baru

Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting sejak abad VII, sejak berdirinya Kerajaan Sriwijaya, sebuah kemaharajaan Hindu-Buddha yang berpusat di Palembang.

Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India, juga dengan bangsa Arab.

Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha mulai tumbuh pada awal abad ke-4 hingga abad ke-13 Masehi, diikuti para pedagang dan ulama dari Jazirah Arab, yang membawa agama Islam sekitar abad ke-8 hingga abad ke-16.

Baca Juga: Jokowi Minta Hipmi Terus Berinovasi dan Beradaptasi dengan Situasi Global

Laut yang luas ini juga menjadi sarana kedatangan bangsa Eropa pada akhir abad ke-15, yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku semasa era penjelajahan samudra.

Setelah berada di bawah penjajahan Belanda selama hampir tiga setengah abad, Indonesia, yang saat itu bernama Hindia Belanda, menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II, tepatnya pada 17 Agustus 1945.

Masih mengenai kinerja Jokowi, ISEAS mengulasnya lewat dalam artikel berjudul A Roadmap for Consolidating Jokowi’s Legacy (Peta Jalan Konsolidasi Warisan Jokowi), tulisan Yanuar Nugroho and Hui Yew-Foong.

Disebutkan, Jokowi selama masa jabatan keduanya telah melakukan secara benar karena memulai pemerintahannya, yang juga dilakukan secara benar.

Jokowi telah memenangkan Pilpres 2014 dengan margin yang lebih besar (dibandingkan ketika dia pertama kali bertarung pada 2014), dan memiliki mayoritas anggota parlemen di belakangnya.

Faktanya, koalisi pemerintahan Jokowi telah berkembang, dengan memasukkan beberapa partai yang menentangnya selama pemilihan, dan berhasil mengkooptasi lawan sebelumnya, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno ke dalam kabinetnya.

Dengan sangat sedikit oposisi formal di parlemen dan pertimbangan politik (karena ini adalah masa jabatan kedua dan terakhirnya) untuk membatasinya, Jokowi menikmati peluang yang signifikan untuk membentuk warisan politiknya.

Jokowi berhasil mencapai Nawacita (Sembilan Cita-cita) di masa jabatan pertamanya. Khususnya dalam mengurangi kemiskinan dan mempersempit kesenjangan antara Jawa dan seluruh Indonesia melalui pembangunan infrastruktur.

Kemudian, Jokowi menindaklanjutinya dengan menawarkan Nawa Cita dalam periode kedua: Transformasi ekonomi, kelanjutan pembangunan infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia, reformasi birokrasi, dan penyederhanaan regulasi.

Selanjutnya, Jokowi berjanji akan memindahkan ibu kota negara (IKN), dan meletakkan dasar untuk mewujudkan impian Indonesia pada 2045, dengan merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2026-2045.

Sayangnya, pandemi Covid-19 mengintervensi. Jokowi yang baru saja memulai masa jabatan keduanya, dan menguraikan agendanya, ketika pandemi melanda Indonesia.

Rencana untuk meningkatkan ekonomi dan reformasi birokrasi, harus ditunda untuk mengelola tantangan kesehatan masyarakat, ekonomi dan politik, yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat pandemi.

Sementara pandemi sekarang ini, mungkin akhirnya terkendali, jika varian Omicron tidak membawa gelombang infeksi lain yang menghancurkan .

Dengan demikian, Jokowi dan pemerintahannya hanya memiliki waktu kurang dari tiga tahun untuk mengkonsolidasikan warisannya.

Tetapi, Jokowi mungkin hanya memiliki waktu 15 bulan lagi untuk mewujudkan rencananya, jika dikaitkan dengan fakta bahwa beberapa anggota kabinetnya (dan partai-partai politik yang mendukung mereka) akan berdesak-desakan untuk mendapatkan posisi yang menguntungkan dalam persiapan Pilpres 2024.

Adapun janji politik periode pertama Jokowi dikemas dalam Nawa Cita, dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Namun, reformasi di berbagai bidang, seperti penegakan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan akses terhadap keadilan, masih membutuhkan perhatian yang signifikan.

Yang pasti, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla telah mencapai hasil yang menggembirakan: Membangun infrastruktur dengan cepat di seluruh negeri, menjaga pertumbuhan ekonomi tetap stabil di sekitar lima persen.

Ini terjadi meskipun terjadi volatilitas global, telah membatasi inflasi di kisaran 2,72 persen, mendorong pengangguran turun menjadi 5,3 persen.

Pemerintaha n Jokowi juga telah mengurangi kemiskinan untuk pertama kalinya ke tingkat satu digit, 9,41%, dan menurunkan koefisien Gini (yang mencerminkan ketidaksetaraan) menjadi 0,381.

Untuk masa jabatan keduanya, dengan Maruf Amin sebagai wakil presiden, Jokowi telah menghadirkan lima fokus: transformasi ekonomi, kelanjutan pembangunan infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia, reformasi birokrasi, dan penyederhanaan regulasi.

Agenda Jokowi juga adalah pemindahan IKN ke Kalimantan Timur, dan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2026-2045.

Ini untuk mewujudkan mimpi 'Indonesia 2045' menjadi ekonomi terbesar keempat atau kelima di dunia

Tetapi, ketika Jokowi melanjutkan untuk mengkonsolidasikan warisannya dalam masa jabatan keduanya, pandemi Covid-19 menghantam Indonesia dengan parah.

Dari Maret 2020 hingga akhir Januari 2022, lebih dari 4,34 juta orang terinfeksi, dan 144.000 meninggal di mana sekitar 60 persen di antaranya sejak Juli 2021.

Dalam dua bulan, pada 1 Juli- 31 Agustus 2021, 73.496 orang meninggal.

Dampak pandemi sangat mempengaruhi pencapaian Jokowi. Pada akhir 2020, ekonomi menyusut 2,07 persen, pengangguran meningkat menjadi 7,07 persen, dan tingkat kemiskinan kembali ke angka dua digit: 10,19 persen.

Tidak diragukan lagi, pemenuhan tujuan Jokowi-Maruf telah terpengaruh.

Dua tahun masa jabatan kedua Jokowi, Kantor Eksekutif Presiden (KSP) mengeluarkan laporan kemajuan kinerja pemerintah.

Dari lima fokus tersebut, hanya kelanjutan pembangunan infrastruktur yang terlihat on track, meski sempat tersendat, dan transformasi ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia, pasti terganggu.

Sementara itu, reformasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi, yang didorong dengan bantuan UU Cipta Kerja 'Omnibus' , belum dilaksanakan secara optimal, terutama di tingkat subnasional, karena banyak investasi benar-benar terjadi.

Pemindahan IKN ke Kalimantan Timur juga terhambat: Bukan hanya pembangunan infrastruktur yang terhambat oleh pandemi, tetapi juga sulitnya relokasi pegawai negeri sipil (ASN) dari Jakarta.

Keragu-raguan pemerintah untuk memprioritaskan kesehatan di atas ekonomi di awal pandemi, bisa jadi karena kekhawatiran bahwa tujuan yang ditetapkan di bawah lima fokus, tidak akan terwujud.

Tetapi, sekarang ini pandemi tampaknya sudah di bawah kendali. Untuk itu, pemerintah perlu menetapkan prioritas di antara lima fokus.

Yakni, penyusunan RPJPN dan pemindahan IKN. Ini membutuhkan peta jalan yang menetapkan target yang layak, sehingga pada gilirannya akan mengkonsolidasikan warisan Jokowi selama sisa masa jabatannya sebagai presiden.

ISEAS menyarankan tentang prioritas yang layak, dan peta jalan untuk bagaimana semua tujuan itu dapat dipenuhi.

Pertama, dalam hal transformasi ekonomi, upaya harus diarahkan untuk membangun ekonomi yang produktif dan berdaya saing, melalui investasi di sektor produktif.

Juga diberikan insentif bagi UKM dan sektor informal, pengentasan kemiskinan (terutama pengentasan kemiskinan ekstrim), dan pembangunan desa melalui dana desa.

Dalam hal pembangunan infrastruktur fisik, prioritas harus diberikan pada peningkatan produktivitas, dan mengatasi ketimpangan antara Jawa dan daerah lain di Nusantara.

Ini berarti melengkapi infrastruktur konektivitas di pulau-pulau utama selain Jawa, seperti jalan tol Trans-Sumatera, Trans-Kalimantan, Trans-Sulawesi dan Trans-Papua, pelabuhan laut (khususnya di Indonesia Timur), bandara di luar Jawa, dan peningkatan transportasi laut.

Pengembangan sumber daya manusia harus diarahkan untuk menghindari jebakan demografis, yakni ketika orang-orang dalam rentang usia produktif tapi sebenarnya tidak produktif.

Beberapa langkah yang dapat diterapkan, termasuk memastikan cakupan perawatan kesehatan universal, wajib belajar, dan mendefrag skema yang ada untuk perlindungan sosial dan layanan publik.

Pada saat yang sama, National Talent Management (MTN) sebagai lembaga pengembangan ekosistem talenta Indonesia, perlu dibentuk.

Reformasi birokrasi diperlukan untuk meningkatkan kapasitas negara, melalui debirokratisasi, pengenalan sistem merit.

Juga dilakukan perombakan kurikulum peningkatan kapasitas pegawai negeri, dan pengenalan database pegawai negeri, serta penyederhanaan regulasi yang seharusnya dapat meningkatkan kemudahan berusaha.

Dalam hal ini, penerapan Omnibus Law harus memastikan bahwa investasi yang efektif, berlangsung di lingkungan yang bebas repot, dan menciptakan lapangan kerja baru.

Pencapaian di atas sangat penting dan paling baik didorong langsung oleh presiden. Ini karena banyak anggota kabinet yang terkait dengan partai politik dan kepentingan, akan terjebak dalam manuver dan kampanye untuk Pemilu 2024.

Pendekatan yang paling realistis adalah Jokowi menempatkan orang-orang yang mampu sebagai wakil menteri, untuk mengerjakan aspek teknokratis dari fokus. dan memastikan penyampaian ide-idenya saat para menteri sibuk berpolitik.

Kedua, proses penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi, sebagaimana disebutkan Jokowi sendiri dalam rilis resmi presiden, adalah transisi dari status pandemi ke endemik.

Namun, para sarjana dan ahli epidemiologi belum melihat strategi yang jelas untuk memenuhi target ini.

Indonesia membutuhkan suatu perencanaan yang komprehensif, yang dapat melakukan intervensi epidemiologi, ekonomi, dan sosial dengan baik.

Ini menyiratkan pelaksanaan segera dari tiga langkah terukur: penindasan, stabilisasi, dan normalisasi.

Supresi bertujuan untuk mengurangi jumlah kasus dan kematian.

Di tahap ini, pemerintah harus menerapkan strategi ‘tarik dan dorong’, yakni menggabungkan langkah-langkah pembatasan mobilitasm dengan penelusuran besar-besaran, terutama ketika varian baru ditemukan, dan gelombang baru melanda.

Stabilisasi mengontrol skala transmisi, dan mempersiapkan pembukaan kembali kegiatan sosial-ekonomi.

Fokus di sini dimaksudkan adalah pengembangan teknik pengendalian infeksi (seperti sirkulasi udara di tempat-tempat umum berisiko tinggi seperti restoran, mal dan pabrik) dan penguatan pengawasan untuk tracing dan isolasi.

Terakhir, normalisasi berusaha membantu orang menjalani kehidupan normal, meskipun di bawah pengawasan medis.

Pemerintah harus fokus menyelesaikan peluncuran vaksinasi, dan mempercepat suntikan booster, memperkuat fasilitas kesehatan (rumah sakit dan klinik) dengan tenaga kesehatan, peralatan dan obat-obatan yang memadai.

Selain itu, mendorong 'gaya hidup normal baru' yang mematuhi protokol kesehatan masyarakat.

Juga, merupakan langkah yang tepat untuk melakukan pengalihan sumber daya anggaran pemerintah, dari pembangunan infrastruktur fisik ke pembangunan sumber daya manusia non fisik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022.

Anggaran infrastruktur hanya Rp384,8 triliun—bandingkan anggaran kesehatan Rp255,3 triliun, perlindungan sosial Rp427,5 triliun, dan pendidikan Rp541,7 triliun.

Ini menunjukkan tekad pemerintah untuk menangani pandemi.

Setelah mengambil pelajaran dari 17-18 bulan terakhir, maka jika tidak melakukannya, pada gilirannya dapat menyebabkan krisis ekonomi dan politik yang harus dihindari.

Tantangan sebenarnya adalah implementasinya, dan di sinilah (macet) reformasi birokrasi berimplikasi. Birokrasi yang berbelit-belit tidak membantu dalam krisis dan situasi mendesak.

Ini terbukti dengan tertundanya penyaluran bansos, pembayaran insentif fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan, pemberian santunan kepada keluarga tenaga kesehatan yang meninggal ,dan proses vaksinasi.

Reformasi birokrasi tidak akan mudah.

Meskipun beberapa reformasi telah dilaksanakan, seperti sistem rekrutmen berdasarkan prestasi, tidak mungkin untuk menyelesaikan reformasi secara komprehensif (termasuk gaji tunggal dan pesangon sukarela untuk pegawai negeri) dalam waktu yang tersisa.

Untuk menghindari kendala birokrasi yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka pendek, salah satu upaya penanganan pandemi, adalah dengan memperkuat peran Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan.

Juga, memberikan mandat koordinasi kepada Kementerian Kesehatan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk bertindak sebagai otoritas tertinggi pada saat krisis dan bencana.

Jika ini terbukti efektif, itu bisa menjadi warisan penting Jokowi.

Ketiga, pemindahan IKN dengan mempertimbangkan dinamika pandemi, perlu direncanakan dengan matang.

Sejak diumumkan dalam pidato kenegaraan tahunan pada 16 Agustus 2019, tidak ada langkah nyata yang diambil, hingga pemerintah menyerahkan RUU tentang IKN ke parlemen pada akhir September 2021

Dan kini, sejak DPR secara resmi mengesahkan UU IKN pada 18 Januari 2022, pembangunan IKN baru yang diberi nama 'Nusantara' , harus segera dimulai.

Pembangunan infrastruktur fisik harus diprioritaskan, dilaksanakan, dan diawasi secara ketat.

Karena memindahkan semua kementerian dan personel adalah tugas logistik yang sangat besar, maka jadwal harus jelas, layak, dan terdefinisi dengan baik, bahkan jika itu berarti menetapkan jadwal yang berlangsung lebih dari satu atau dua dekade.

Apa yang perlu diperjelas secara publik adalah apa yang menjadi tanggung jawab pemerintahan Jokowi-Ma'ruf saat ini, dan apa yang harus dicapai oleh pemerintahan selanjutnya.

Artinya, harus ada kerangka regulasi turunan UU tentang IKN (seperti Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden), dan kerangka kelembagaan.

Termasuk pembentukan Otoritas Permodalan yang sudah lama dibahas, atau badan serupa, sebagai badan negara pelaksana.

Terakhir, pemerintahan Jokowi berada pada posisi yang tepat untuk merumuskan visi Indonesia 2045, melalui finalisasi RPJPN 2026-2045.

RPJPN harus cukup ambisius dan berani untuk memberikan arah yang jelas dan kerangka yang kokoh bagi Indonesia.

Ini untuk melangkah menuju negara maju. Jadi, RPJPN ini harus mampu menjawab tantangan utama bangsa, yang setidaknya ada delapan: mobilitas sosial yang rendah.

Juga terkait urbanisasi yang cepat, tersierisasi,perubahan iklim, ketahanan pangan, pengelolaan sumber daya alam, ketahanan energi, dan kualitas kelembagaan (Ekosistem dan Inovasi Pengetahuan, 2020).

Lebih lanjut, Jokowi harus mampu merencanakan, mengidentifikasi dan memprioritaskan program-program yang dapat menjawab tantangan-tantangan di atas, sekaligus menavigasi lanskap politik.

Jika masalah yang diangkat di bagian terakhir ini dapat diatasi, Jokowi akan segera mengkonsolidasikan warisannya.

Apalagi, jika langkah-langkah yang tepat diambil, yang akan dikonsolidasikan bukan hanya sekedar warisan, melainkan fondasi teknokratis, yang akan membantu Indonesia menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia.

Gravitasi terhadap kompetensi teknokratis ini telah berkembang, dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.

Pemilihan pemimpin secara langsung telah memunculkan kandidat yang harus bertanggung jawab kepada pemilih, yang sebagian di antaranya menyiratkan pemerintahan yang efektif dan efisien.

Untuk mengkonsolidasikan warisan ini di luar masa jabatan Jokowi, pemerintah perlu menerapkan mekanisme sistematis, untuk menjaga kompetensi teknokratis negara Indonesia.

Mekanisme yang pertama adalah reformasi birokrasi. Tantangan bagi Jokowi, adalah menemukan cara untuk mendorong dan memantau inisiatif-inisiatif tersebut, agar dapat dicapai dalam dua tahun ke depan.

Kedua, perlu ada mekanisme untuk menilai semua pencapaian pemerintah secara objektif.

Meskipun segala bentuk evaluasi dapat menimbulkan perdebatan, tapi yang penting adalah bahwa alat evaluasi sistematis untuk mengaudit kinerja pemerintah, diperkenalkan untuk mengukur kualitas tata kelola secara teratur.

Ini pada gilirannya akan memperkuat kredibilitas lembaga pemerintah.

Ketiga, semua laporan tentang capaian pemerintah, terutama yang dikeluarkan oleh Kantor Eksekutif Presiden, harus diatur ke dalam gudang pengetahuan, yang dapat diakses oleh publik.

Pada gilirannya, ini akan berfungsi sebagai gudang warisan masing-masing presiden Indonesia dan pemerintahannya.

"Saran dalam esai ini berfokus pada langkah-langkah yang dapat membantu Jokowi meletakkan dasar teknokratis bagi pemerintahan Indonesia dan membangun masa depan Indonesia," tulis ISEAS.

Jika langkah tersebut diambil, menurut ISEAS, maka akan ada substansi pemikiran Jokowi sebagai 'Bapak Indonesia Maju'.

Namun dengan begitu sedikit waktu tersisa, Jokowi akan membutuhkan penerus yang ramah, untuk melanjutkan apa yang telah dimulainya, meskipun penerus ini juga memiliki visi politiknya sendiri.

Warisan sejati, tidak hanya didasarkan pada kenangan masa lalu yang bertahan di masa sekarang. Ini adalah pintu gerbang menuju masa depan.

Warisan terbaik Jokowi adalah fondasi di mana para penerusnya dapat terus membuat Indonesia: Tidak hanya lebih maju, tetapi juga lebih beradab dan bermartabat.***

 

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: Berbagai Sumber Yusof Ishak Institute


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x