Yaqut pun menjelaskan volume pengeras suara diatur maksimal 100 desibel (dB).
"Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis. Meningkatkan manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan," sambungnya.
Yaqut menilai suara-suara dari masjid selama ini merupakan bentuk syiar. Namun, suara dari masjid bisa menimbulkan gangguan jika dinyalakan dalam waktu bersamaan.
"Misalnya ya di daerah yang mayoritas muslim. Hampir setiap 100-200 meter itu ada musala-masjid.
Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka menyalakan Toa bersamaan di atas.
Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya," sambung Yaqut.
"Kita bayangkan lagi, saya muslim, saya hidup di lingkungan nonmuslim.
Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim menghidupkan Toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng, itu rasanya bagaimana," sambungnya lagi.
Ini dia pencontohan Yaqut yang dirasa cukup kasar dengan perbandingannya dengan gonggongan anjing.