PERINGATAN Hari Kartini 21 April 2022, Tanggal Merah Tidak Ya? Simak Juga Rekam Jejak Seorang R.A Kartini

20 April 2022, 09:51 WIB
Kumpulan R.A. Kartini, untuk menyambut Hari Kartini pada 21 April 2022. /Twibbonize.com/Santi Indarto

KALBAR TERKINI – Besok, 21 April 2022 adalah peringatan hari Kartini.

Setiap tahun pada tanggal 21 April, di Indonesia akan dilaksanakan peringatan hari Kartini, seorang pejuang wanita, yang memperjuangkan hak-hak asasi perempuan Indonesia.

Umumnya, di sekolah-sekolah atau instansi akan menggunakan kebaya di hari Kartini pada tanggal 21 April untuk mengenang jasa-jasa seorang R.A Kartini.

Lalu apakah tanggal 21 April termasuk tanggal merah?

Baca Juga: MENUNGGU Malam Lailatul Qadar, Ada di 10 Hari Terakhir Ramadhan, Ini Tanda-Tandanya

Hari Kartini, tanggal 21 April  memang ditetapkan sebagai Hari Nasional sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) 108/1964.

Adanya Keppres ini, untuk mengenang jasa Raden Ajeng Kartini sebagai pahlawan nasional.

Seperti yang kita ketahui, R.A Kartini dikenal sebagai pahlawan nasional yang memperjuangkan hak-hak kaum perempuan.

Bernama lengkap Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat, dia  berupaya memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Baca Juga: CATAT Amalan dan Keutamaan 10 Malam Terakhir Ramadhan, Lakukan 4 Hal Ini Untuk Peroleh Ampunan dari Allah SWT

Namun, jika mengacu pada Keppres tersebut, Hari Kartini hanya disebutkan sebagai Hari Nasional dan tidak berstatus sebagai Hari Libur Nasional.

Jadi intinya, 21 April 2022 tidak termasuk tanggal merah, atau tidak termasuk hari libur nasional.

Lalu siapakah sebenarnya sosok R.A Kartini ini dan bagaimana rekam jejaknya?

Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa.

Kartini adalah putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara segera setelah Kartini lahir.

Baca Juga: Pasangan Rizky Billar dan Lesty Kejora Diperiksa Hari ini Terkait DNA Pro, Ini Rincian Artis yang Dipanggil

Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama.

Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.

Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan.

Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura.

Setelah perkawinan itu, ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

Kartini kecil termasuk sosok wanita yang beruntung, dia diperbolehkan bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS).

Di sinilah Kartini belajar bahasa Belanda. Namun, setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda.

Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa.

Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Oleh orang tuanya, Kartini muda dijodohkan dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri.

Beruntungnya, sang suami mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.

Dia memiliki anak semata wayang bernama Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904.

Sayangnya, beberapa hari kemudian, tepatnya pada 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Beliau dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Berkat kegigihan Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.

Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.***

 

Editor: Yuni Herlina

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler