Taiwan Harus Dukung 'Teori Dua Negara', Robert Tsao: Kutuk Konsep 'Satu China'!

- 12 Oktober 2022, 08:58 WIB
Taiwan.
Taiwan. /Pixabay/bohdanchreptak/


TAIPEI, KALBAR TERKINI - Taipan bisnis Robert Tsao menyerukan supaya orang Taiwan harus mendukung 'teori dua negara'.

Pendiri United Microelectronics Corp ini menyatakan, konsep tersebut digagas mantan Presiden Lee Teng-hui.

Konsep tersebut disebutnya sebagai lawan dari rumusan 'satu China', yang menunjuk hubungan lintas selat sebagai 'negara khusus- hubungan antar negara'.

Baca Juga: Kasus Kepemilikan Kalimantan Utara Berlanjut, Mantan Jaksa Agung Malaysia Digugat

Menurut Robert, dilansir Kalbar-Terkini.com dari Taipei Times, Selasa, 11 Oktober 2022, Republik Tiongkok (ROC) menjadi negara berdaulat sejak 1912.

Pernyataan ini menandai Hari Sepuluh Ganda Nasional yang diperingati Taiwan, Senin, 10 Oktober 2022.

Pertama, tambah Robert, 'teori dua negara' hanya mengacu pada situasi setelah tahun 1949.

"Jadi, tidak mewakili perubahan dalam 'status quo'," tambahnya.

Baca Juga: Manuver AS di Taiwan Picu Perang Nuklir, Desai: Biden Rekayasa Krisis!

Kedua, Taiwan harus mengutuk 'satu China' di mana selama era Darurat Militer, 'satu Tiongkok' mengacu pada ROC.

'Tetapi 'satu Tiongkok' saat ini, ketika digunakan oleh PKC (Partai Komunis China), telah mengacu pada Republik Rakyat Tiongkok, yang berusaha menghancurkan ROC," katanya.

Karena itu, menurut Robert, orang Taiwan yang melintasi Selat hari ini menggembar-gemborkan 'satu China'.

"Tapi ,tidak mengacu pada ROC, tetapi secara implisit menyerukan penghancurannya dalam tindakan pengkhianatan," katanya.

Baca Juga: Taiwan Incar Talenta IT Singapura dan Malaysia: Kasihan, Indonesia 'Dilewatkan'!

Orang Taiwan yang berbicara tentang 'satu Chin' hanya membingungkan audiens internasional.

Dengan demikian, audiens internasional akan berpikir bahwa negara itu mengakuinya sebagai bagian dari China.

Hal ini diklaimnya sebagai penghinaan yang jelas atas kedaulatan nasional ,dan penghalang untuk dukungan internasional.

Ketiga, Tsao menyerukan normalisasi penggunaan 'Taiwan' dalam lonstitusi untuk menghindari kesalahpahaman lebih lanjut.

Unsur-unsur lonstitusi yang mengabadikan Perang Saudara Tiongkok, harus dihilangkan.

"Termasuk penekanannya pada 'satu Tiongkok'," tegas Robert.

Terakhir, Robert menyerukan kesadaran pertahanan yang lebih baik, dan pembentukan populasi yang siap berperang.

"Ini akan termasuk menggunakan kecerdasan buatan untuk meningkatkan kemampuan perang asimetris Taiwan," tambahnya.

"Taiwan perlu bergabung bersama dan mencari dukungan dari mitra demokratis sambil bersiap untuk melindungi perdamaian," imbau Robert.

Menurutnya, kedua sisi Selat Taiwan dapat hidup berdampingan dengan saling menghormati, tetapi Partai Komunis Tiongkok (PKT) mengganggu 'status quo'.

“Unifikasi bertentangan dengan arus peradaban,” kata Robert.

Legitimasi konsep 'satu Tiongkok' digembar-gemborkan oleh PKC, dan mantan rezim Partai Nasionalis Tiongkok (KMT) di bawah Chiang Kai-shek.

Konsep tersebut telah ditolak secara global sejak akhir Perang Dunia II.

"Sebab, menyatukan negara-negara dengan kekuatan adalah kekejaman terhadap peradaban manusia,” katanya.

Robert meminta Taiwan bersatu untuk menormalkan bangsa melalui empat tugas tersebut.***

Sumber: Taipei Times

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: Taipei Times


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah