Sanksi ke Rusia Picu Amukan Harga Minyak: Negara Pembeli Harusnya jangan Takut Kecipratan Sanksi!

- 9 Maret 2022, 11:47 WIB
Ilustrasi - Pompa beroperasi saat matahari terbenam di ladang minyak di Midland, Texas.
Ilustrasi - Pompa beroperasi saat matahari terbenam di ladang minyak di Midland, Texas. /ANTARA/REUTERS/Nick Oxford


KALBAR TERKINI - Sanksi ke Rusia telah memicu lonjakan harga minyak dunia ke titik paling tinggi pada pekan lalu.

Inilah rekor pertama setelah 'kasus' terakhir pada 2008.
Harga minyak yang tinggi dari rekor penarikan persediaan yang besar telah meningkat pekan lalu.

Hal ini menyusul kekhawatiran banyak negara pembeli minyak (juga gas alam) Rusia bahwa aliran minyak mentah Kremlin akan dikurangi, dilansir Kalbar-Terkini.com dari Arab News, Senin, 7 Maret 2022.

Baca Juga: Maksud dan Arti Simbol Huruf Z di Armada Militer Rusia Saat Menginvasi Ukraina

Menurut Michael Rothman, presiden dan pendiri Cornerstone Analytics, perusahaan konsultan yang berbasis di AS, ini juga karena ekpsor minyak dan gas alam Rusia tidak tergantikan.

Rothman dikenal pula sebagai spesialis penelitian energi makro, yang berpengalaman hampir 40 tahun meliputi pasar energi global, dan telah menghadiri pertemuan OPEC sejak 1986.

Menurut Rothman, sebagian besar perusahaan minyak nasional menjual minyak mentah langsung ke pengguna akhir.

Baca Juga: Pasha Lee Ditembak Mati Militer Rusia, Aktor Ukraina Sulih Suara Film The Lion King dan Hobbit

Pengguna akhir ini adalah penyulingan. Beberapa perusahaan minyak nasional menggunakan perusahaan perdagangan pihak ketiga, untuk membantu menjual minyak mentah dalam jumlah yang lebih kecil.

"Praktik ini telah berlangsung selama yang kita ingat.
Namun, masalah yang muncul selama seminggu terakhir, telah melibatkan paket minyak yang lebih kecil," tambah Rothman.

Indikasinya, menurut penulis buku Cornerstones of Life yang hanya tersedia di Amazon ini, beberapa pembeli ini meninggalkan pembelian yang direncanakan.

Baca Juga: Presiden Ukraina Unggah Video di Kantor, Pertama Sejak Invasi Rusia, Volodymyr Zelensky: Saya Tak Sembunyi!

"Ini karena mereka khawatir tentang sanksi jika mengambil minyak Rusia. Tindakan hukuman semacam itu, tampaknya merupakan kemungkinan yang kecil," kata Rothman.

Hal ini, lanjutnya, mengingat ekspor minyak dan gas alam Rusia benar-benar tak tergantikan.

"Meski begitu, ketakutan akan sanksi, tidak bisa dihindarkan," tegasnya.

Menurutnya, tidak jelas berapa volume total ekspor minyak Rusia yang terpengaruh, atau berapa lama keraguan pembeli ini akan bertahan.

Baca Juga: Rusia Digoyang Demo anti-Perang Ukraina, Ribuan Warga pun Ditahan!

Namun di pasar tunai Eropa, minyak mentah Ural, minyak mentah kelas eksporpaling umum dari Rusia, pekan lalu diperdagangkan di angka 28 dolar AS, di bawah harga Brent yang berlaku.

"Inilah rekor diskon sepanjang masa dibandingkan dengan diskon yang biasanya berkisar antara satu hingga tiga dolar AS per barel," ujar Rothman.


"Dalam menyusun perkiraan penawaran dan permintaan kami, kami tidak memodelkan prospek untuk peristiwa, seperti pemadaman pasokan terkait cuaca," lanjutnya.

"Juga tidak memodelkan permintaan tambahan, karena dunia menjadi normal dari penurunan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi," lanjutnya.

Menurut Rothman, perhitungan kerugian produksi biasanya terkait dengan perang saudara, baik di Irak atau Libya, gangguan dari kerusakan infrastruktur di Venezuela.

"Atau juga gangguan dalam output dari perang
sektarian, yang sedang berlangsung di Nigeria, atau gangguan pada operasi eksportir utama di negara-negara, seperti Rusia," ktanya.

Namun, kata Rothman lagi: "Namun, di sini kita berdiri, dan kita sekarang harus membahas pertimbangan seperti itu."

"Saya berharap sebagian besar pelanggan akan terus membeli minyak Rusia, karena kapasitas produksi cadangan yang tidak mencukupi di tempat lain," saranya.

Meski begitu, berdasarkan perkiraan Rothman mengenai persediaan minyak global, nilai wajar saat ini untuk minyak mentah Brent mendekati 105 dolar AS per barel.

Setiap pengurangan efektif dalam ekspor minyak Rusia dinilainya akan memperburuk penarikan persediaan.

Kemungkinan tersebut , sekarang ini tampaknya menjadi kekhawatiran di pasar minyak.

Harga minyak mentah Brent menetap minggu lalu di angka lebih dari 118 dolar AS per barel atau 13 doolar AS di atas nilai wajar.

"Ini menandai minggu pertama sejak 2008, yang melihat harga minyak menampilkan premi risiko." tambah Rothman.

.
Pekan lalu, menurutnya, juga terlihat bahwa banyak saran dikaitkan dengan perjanjian nuklir yang dihidupkan kembali dengan Iran, dan dapat diumumkan dalam waktu dekat.

"Mungkin, itu akan terjadi. Tetapi seperti perkembangan semacam itu, iblis ada dalam detailnya. Ini karena sifat reservoir minyak Iran,," lanjutnya.

"Membangkitkan kembali produksi setelah gangguan pasokan berkepanjangan, telah terbukti menjadi masalah," kata Rothman.


Rothman yakin, ada indikasi yang menunjukkan bahwa akan memakan waktu enam hingga sembilan bulan bagi Iran untuk meningkatkan produksinya sebesar 700.000 barel per hari.

Hal ini dengan sisa produksi pra-sanksi (sekitar 600.000 barel per hari) yang membutuhkan beberapa bulan tambahan untuk pemulihan.

Mengingat perkiraan penawaran dan permintaan, maka gagasan pencabutan sanksi secara penuh atau sebagian, masih merupakan risiko utama bagi pasar minyak, dibandingkan dengan risiko fundamental terhadap keseimbangan minyak," kanjut Rothman.

Lebih lanjut disarankan akan lebih baik jika Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) segera bergerak untuk mengakomodasi setiap peningkatan produksi Iran.

"Langkah OPEC ini untuk mencegah persediaan minyak membengkak. OPECtidak ingin melihat harga minyak turun karena stok minyak naik," kata Rothman.

Faktanya, tambah Rothman, diskusi tentang kemungkinan kesepakatan nuklir baru, tampaknya menjadi faktor pendukung di balik keputusan OPEC pekan lalu, untuk melepas kuota tidak lebih dari apa yang telah disepakati.

Rothman juga menyinggung tentang pelepasan persediaan minyak darurat 61,7 juta barel minggu lalu, yang disetujui oleh negara-negara anggota Badan Energi Internasional.***

Sumber: Arab News

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: Global News Arab News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah