Rusia bisa Bunuh 50 Ribu Warga Sipil Ukraina dalam Serangan Hari Ketiga: Tiga Juta Orang akan Mengungsi!

- 12 Februari 2022, 20:58 WIB
Tank tempur di perbatasan Rusia-Ukraina.
Tank tempur di perbatasan Rusia-Ukraina. /REUTERS/

KALBAR TERKINI - Rusia bisa Bunuh 50 Ribu Warga Sipil Ukraina dalam Serangan Hari Ketiga: Tiga Juta Orang akan Mengungsi!

Invasi skala besar Rusia ke Ukraina hanya dalam dua hari saja diprediksi akan menyebabkan hingga 50.000 warga sipil tewas atau terluka.

Serangan ini, bisa jadi, karena Rusia semakin percaya diri atas dukungan China, yang menghasilkan sebuah komunike panjang.

Baca Juga: Skater Putri Rusia Gunakan Narkoba di Olimpiade: Akhir Karier Pelatih Legendarisnya

Dalam pertemuan presiden Vladimir Putin dengan Presiden Xi Jinping selama pembukaan Olimpiade Musim Dingin di Beijing.

Komunike ini menegaskan keluhan bersama Rusia-China tatanan internasional yang dipimpin AS, dari ekspansi NATO, hingga aliansi keamanan di kawasan Asia-Pasifik.

Juga karena AS dan sekutunya telah mengancam sanksi keras yang dapat melumpuhkan ekspor minyak dan gas Rusia, sehingga Moskow dan Beijing menyetujui kerja sama energi baru, melalui pipa gas Rusia ke China.

Baca Juga: Uni Eropa Sadar Ketergantungannya akan Energi Rusia: Tapi jutru Ingin Jadi Produsen Semikonduktor Global

Serangan yang sudah tersusun matang ini juga akan menumbangkan pemerintahan di Kiev, Ibukota Ukraina, meluncurkan krisis kemanusiaan lewat lima juta pengungsi yang akan melarikan diri.

Kengerian ini berdasarkan penilaian militer dan intelijen AS yang diperbaharui dan diberitahukan kepada anggota Parlemen AS dan mitra Eropa, sebagaimana dilansir Kalbar-Terkini.Com dari The Washington Post, Sabtu, 5 Februari 2022.

Rusia dilaorkan hampir menyelesaikan persiapan untuk apa yang tampaknya menjadi invasi skala besar ke Ukraina.

Baca Juga: Orang Eropa Terancam Mati Kedinginan jika Dukung Sikap AS ke Rusia

Kekhawatiran datang ketika militer Rusia terus mengirim unit tempur ke perbatasan Ukraina di wilayahnya sendiri dan Belarus.

Pada Jumat, 4 Februari 2022, tujuh orang yang mengetahui hal itu menyatakan bahwa terdapat 83 kelompok taktis batalyon Rusia, masing-masing sekitar 750 personel tentara, disiapkan untuk kemungkinan serangan.

Jumlah itu naik dari 60 personel pada dua minggu lalu, yang terdiri dari sekitar 70 persen dari apa yang perlu dimiliki oleh Putin jika ingin memaksimalkan operasi.

 

Baca Juga: Krisis Ukraina Mustahil Picu Perang Dunia III: Tak semua Negara Eropa Mau Diseret AS Melawan Rusia

Lebih dari 62.000 tentara Rusia itu didukung oleh puluhan ribu personel tambahan untuk menyediakan logistik, kekuatan udara, dan dukungan medis.

Para pejabat AS menyatakan, kehadiran Rusia di sepanjang perbatasan Ukraina berjumlah lebih dari 100.000, tapi seorang pejabat keamanan Barat menyebutkan jumlahnya 130.000.

Rusia dilaporkan telah lama marah atas kemerdekaan Ukraina.

Ukraina adalah bagian dari Uni Soviet, yang sekarang sudah tidak berfungsi, dan bagian dari wilayahnya selama berabad-abad diperintah oleh Rusia.

Baca Juga: AS Dipermalukan, Prancis Merapat ke Rusia: Putin dan Macron Bertemu di Moskow

Ukraina juga bercita-cita menjadi anggota NATO, yang ditolak mentah-mentah oleh Putin.

Pendukung militer utama Rusia, termasuk unit pembangunan jembatan, terus tiba di perbatasan, dan lebih banyak kelompok taktis batalion sekarang ini dalam perjalanan.

Dengan hanya beberapa di lokasi yang jauh, seperti Kutub Utara, yang tersisa di pangkalan mereka.

Baca Juga: AS Dipermalukan, Prancis Merapat ke Rusia: Putin dan Macron Bertemu di Moskow

Akibatnya, para pejabat AS yang awalnya skeptis pada musim gugur yang lalu, bahwa invasi skala besar akan diluncurkan sekarang.

Tampaknya telah mengubah pemikiran mereka, ketika penumpukan pasukan berlanjut, menurut seorang pembantu Kongres AS.

Penilaian tersebut, datang dari orang-orang yang akrab dengan mereka, dan mengkonfirmasi bahwa mereka juga menilai bahwa jendela untuk resolusi diplomatik dari krisis, tampaknya akan ditutup.

Baca Juga: Gas dari Rusia sangat Dibutuhkan, Rakyat Eropa Berontak Jika Pemerintahnya Sanksi Rusia

Bahkan, ketika aliran pemimpin Eropa telah melakukan kontak dengan Putin, pertemuan lebih lanjut telah dijadwalkan, dan Kremlin telah berulang kali membantah rencana invasi, jumlah dan konfigurasi gerakan pasukan terus mendorong konsensus Barat ke arah yang berlawanan.

“Kekhawatiran kami adalah bahwa Anda tidak memarkir kelompok pertempuran … di perbatasan negara lain dua kali, dan tidak melakukan apa-apa,” kata seorang pejabat Eropa.

Dia kemudian merujuk pada penumpukan pasukan Rusia sebelumnya pada 2021.

Baca Juga: Gas dari Rusia sangat Dibutuhkan, Rakyat Eropa Berontak Jika Pemerintahnya Sanksi Rusia

"Saya pikir, itulah ketakutan nyata yang saya miliki. [Putin] sekarang menempatkan semuanya di luar sana.

Jika dia tidak melakukan apa-apa lagi … apa yang dikatakannya kepada komunitas internasional yang lebih luas tentang kekuatan Rusia?” tambahnya.

Pejabat Eropa dan orang lain yang akrab dengan penilaian tersebut berbicara dengan syarat anonim tentang masalah intelijen.

Penilaian baru muncul, ketika Putin memperkuat jaringan dukungan diplomatiknya sendiri.

Baca Juga: Gas dari Rusia sangat Dibutuhkan, Rakyat Eropa Berontak Jika Pemerintahnya Sanksi Rusia

Setelah pertemuan pada Jumat, 4 Februari 2022 dengan Presiden China Xi Jinping selama pembukaan Olimpiade Musim Dingin di Beijing, kedua pemimpin mengeluarkan sebuah komunike panjang.

Meskipun tidak meremehkan pentingnya pertemuan Putin-Xi, dan tingkat keselarasan antara keduanya.

Para pejabat AS menyatakan bahwa kegagalan untuk menyebutkan Ukraina dalam komunike, merupakan indikasi kegelisahan umum China tentang intervensi militer, dan ketidakstabilan.

Baca Juga: Rusia Ketar-ketir, Lima Presiden Kunjungi Ukraina Disusul para Menteri Luar Negeri, Dapat Dukungan Militer?

"Invasi Rusia ke Ukraina dapat 'mempermalukan Beijing', karena 'itu menunjukkan bahwa China bersedia untuk menoleransi, atau secara diam-diam mendukung upaya Rusia untuk memaksa Ukraina,” kata Daniel Kritenbrink, diplomat tinggi AS untuk Asia Timur.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova menegaskan, meremehkan permainan Beijing adalah salah satu alasan AS dan mitranya sekarang ini, dan menyebarkan apa yang dia katakan sebagai informasi palsu.

"Begitu ada pembicaraan tentang negara yang bukan bagian dari 'lingkaran Barat' yang menjadi tuan rumah Olimpiade ... situasi di sekitar segalanya menjadi tegang segera, hak asasi manusia, kepentingan nasional, konflik regional dan banyak lagi," kata Zakharova. menurut kantor berita Rusia, Interfax.

Baca Juga: China Masuk Gelanggang, Ingatkan AS: Keberadaan Rusia di Perbatasan Ukraina masih Wajar!

Tuduhan AS baru-baru ini bahwa Rusia sedang mempertimbangkan untuk melakukan, dan merekam serangan 'bendera palsu'.

Padahal, konon, tuduhan ini dilakukan oleh pasukan Ukraina ke wilayah Rusia, atau orang-orang berbahasa Rusia di Ukraina, sebagai dalih untuk invasi menarik penolakan keras dari Moskow.

Kedutaan Besar Rusia di Washington merilis transkrip pertukaran antara Duta Besar Anatoly Antonov dan Newsweek, di mana diplomat itu menyatakan bahwa AS membuat dalih sendiri untuk perang.

Ini akan digunakan sebagai 'alibi' untuk kemungkinan dukungan Barat melakukan operasi militer di wilayah Donbas yang diperebutkan Ukraina, tempat separatis yang didukung Moskow terlibat konflik dengan pasukan Pemerintah Ukraina selama delapan tahun.

“Kebohongan ini adalah bagian dari perang informasi melawan Rusia,” kata Antonov tentang tuduhan bendera palsu.

“Washington telah memprovokasi seluruh dunia selama beberapa bulan dengan pernyataan bahwa Ukraina akan menjadi korban ‘agresi Rusia'," lajutnya.

Juga masih pada Jumat, Kementerian Luar Negeri Rusia menyerang para pemimpin Barat, seperti Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.

Ini karena adanya pernyataan seperti itu, bahwa Barat 'memprovokasi tawa dan lelucon yang tajam', dan 'mustahil' untuk dianggap serius, menurut kantor berita Pemerintah Rusia TASS.

Beberapa pejabat Ukraina, termasuk Presiden Volodymyr Zelensky, telah mempermasalahkan deskripsi Washington tentang penempatan Rusia, dan kemungkinan serangan 'segera', karena khawatir hal itu akan menyebabkan kepanikan dan merugikan ekonomi Ukraina.***

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: The Washington Post


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x