Iran Kembali Digoyang Demo tanpa Takut Hukuman Mati: 'Matilah Diktator'!

14 Oktober 2022, 08:09 WIB
Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Ayatollah Seyyed Ali Khamenei berpidaTO dalam pertemuan dengan anggota Dewan Kebijaksanaan di Masjid Imam Khomeini di Teheran, ibukota negara, Rabu, 12 Oktober 2022.Foto: IRNA /

DUBAI, KALBAR TERKINI - Iran dan sejumlah kota lain di Republik Islam kembali digoyang demo antipemerintah, Rabu, 12 Oktober 2022.

Di Teheran, 30 perempuan melepas jilbab sambil berteriak: 'Matilah diktator!'.

Teriakan itu merujuk kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.

Penghinaan itu dapat mengakibatkan pengadilan tertutup di Pengadilan Revolusi Iran dengan ancaman hukuman mati.

Baca Juga: Ayatollah Ali Khamenei: Musuh Asing Ingin Cegah Kemajuan Ilmiah Iran!

Adapun seruan aksi demo massal di Iran pada Rabu telah menimbulkan 'gangguan besar' dalam layanan internet.

Gangguan itu diduga sengaja menyusul munculnya seruan secara 'daring' agar rakyat menggelar demo lebih besar pada hari itu.

Aparat bersiaga di semua wilayah Iran, terutama di Teheran, ibukota negara, menurut laporan Arab News dari Dubai, dilansir Kalbar-Terkini.com, Rabu.

Mobil yang lewat membunyikan klakson untuk mendukung para wanita yang berdemo di Teheran, meskipun ada ancaman dari pasukan keamanan.

Baca Juga: Festival Film London Diwarnai Duka Mahsa Amini: Sutradara Iran Muncul dengan Mulut Berdarah!

Gelombang aksi demo selama lebih dua pekan ini terjadi hanya sehari setelah Mahsa Amini (22) tewas di tahanan Polisi Moral Iran.

Demonstrasi telah menjadi salah satu tantangan terbesar untuk teokrasi Iran sejak protes Gerakan Hijau pada 2009.

Demonstran kematian Mahsa melibatkan kalangan pekerja minyak, siswa sekolah menengah dan wanita, yang berbaris tanpa jilbab.

Seruan protes pada Rabu siang memicu pengerahan besar-besaran polisi anti huru hara dan petugas berpakaian preman di seluruh Teheran.

Baca Juga: Demo di Iran kian Brutal, Al Qur'an dan Masjid Dibakar, Khamenei: Jangan Bela Penjahat!

Para saksi mata menjelaskan pula gangguan yang memengaruhi layanan Internet seluler mereka.

Menurut NetBlocks, sebuah kelompok advokasi, lalu lintas Internet Iran telah turun menjadi sekitar 25 dari persen puncaknya.

Penurunan ini terjadi bahkan selama hari kerja di mana siswa berada di kelas di seluruh negeri.

“Insiden itu kemungkinan akan semakin membatasi arus informasi yang bebas di tengah protes,” kata NetBlocks.

"Wanita lain melanjutkan hari mereka tidak mengenakan jilbab dalam protes diam-diam," kata saksi mata.

Demonstrasi juga terjadi di kampus-kampus universitas di Teheran.

Kalangan pengacara juga berdemonstrasi secara damai di depan Asosiasi Pengacara Pusat Iran di Teheran.

Mereka meneriakkan: 'Perempuan, hidup, kebebasan', salah satu slogan demonstrasi.

Sebuah video demo kemudian diposting oleh aktivis, yang menunjukkan mereka melarikan diri.

Ini terjadi setelah pasukan keamanan menembakkan gas air mata ke arah mereka.

Video itu juga dimaksudkan untuk menunjukkan demonstrasi pada Rabu di Baharestan, tepat di sebelah tenggara Kota Isfahan.

Demo juga terjadi di kota selatan Shiraz, dan kota utara Rasht di Laut Kaspia.

Mengumpulkan informasi tentang demonstrasi, tetap sulit.

Ini karena pembatasan internet, dan penangkapan sedikitnya 40 wartawan di negara itu, menurut Komite Perlindungan Wartawan.

Pemerintah Iran menegaskan, Mahsa tidak dianiaya.

Tetapi, keluarganya mengklaim tubuhnya menunjukkan memar dan tanda-tanda pemukulan lainnya setelah ditahan.

Mahsa ditahan karena melanggar aturan berpakaian ketat di Republik Islam Iran.

Video berikutnya menunjukkan pasukan keamanan memukuli, dan mendorong pengunjuk rasa wanita, termasuk yang telah melepas jilbab.

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Ali Khamenei, berbicara pada Rabu kepada Dewan Kemanfaatan negara itu.

Khamameni, sekali lagi, mengklaim musuh asing Iran telah mengobarkan apa yang disebutnya sebagai demonstrasi yang 'tersebar'.

“Beberapa dari orang-orang ini adalah elemen musuh dan jika tidak, mereka mengarah ke musuh,” kata Khamenei.

Televisi pemerintah Iran, yang telah lama dikendalikan oleh kelompok garis keras, nmenayangkan sebuah rekaman.

Rekaman propemeirntah ini menunjukkan para wanita yang memprotes untuk mendukung jilbab wajib di seluruh Iran.

Hanya Afghanistan dan Iran yang mengamanatkan hijab secara hukum, dan dengan paksaan.

Kemarahan sangat akut di wilayah Kurdi Iran barat, karena Mahsa adalah orang Kurdi.

Pada Rabu, sebuah kelompok Kurdi, yang disebut Organisasi Hak Asasi Manusia Hengaw, menunjukkan gambar toko-toko yang tutup.

Juga jalan-jalan kosong di beberapa daerah, yang menggambarkannya sebagai pemogokan oleh pemilik toko.

Kelompok itu juga memposting video yang dikatakan berasal dari kampung halaman Mahsa di Saqqez.

Ditunjukkan pula truk-truk polisi anti huru hara yang bergerak melintasi kota.

Sementara demonstrasi berfokus pada kematian Mahsa, kemarahan membara di Iran selama bertahun-tahun akibat melemahnya ekonomi negara.

Sanksi atas program nuklir Teheran telah membuat mata uang rial negara itu jatuh.

Sejauh ini, masih belum jelas berapa banyak orang yang terbunuh atau ditangkap dalam berbagai aksi demo.

Pada Rabu, sebuah kelompok HAM Iran yang berbasis di Oslo memperkirakan, setidaknya 201 orang telah tewas.

Ini termasuk sekitar 90 orang yang dibunuh oleh pasukan keamanan di Kota Zahedan, Iran timur.

Insiden ini terjadi di tengah demonstrasi terhadap seorang perwira polisi, yang dituduh melakukan pemerkosaan dalam kasus terpisah.

Pihak berwenang Iran menggambarkan kekerasan Zahedan sebagai melibatkan separatis.

Tapi nama separatis tidak disebutkan, juga tanpa memberikan rincian atau bukti.

Banyak video telah muncul tentang polisi anti huru hara yang menembaki kerumunan.

Ada beberapa kemungkinan polisi menggunakan tembakan langsung.

Kepala polisi Iran, Jenderal Hossein Ashtari mengklaim di televisi pemerintah, Rabu, tanpa memberikan bukti.

Dinyatakan, kelompok kontrarevolusioner di luar negeri mengenakan seragam polisi, dan menembaki kerumunan.

Ashtari mengklaim, petugasnya telah melakukan penangkapan terhadap beberapa orang tersebut.

Sementara itu, Menteri Pendidikan Iran Yousof Nouri memberikan konfirmasi pertama bahwa anak-anak usia sekolah telah ditangkap di tengah protes.

Dia menolak memberikan angka untuk penangkapan itu, menurut surat kabar pro-reformasi, Shargh.

Dilaporkan, mereka yang ditahan telah dimasukkan 'di pusat psikiatri', bukan di penjara.***

Sumber: Arab News

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: Arab News

Tags

Terkini

Terpopuler