Sheikh Jarah Rusuh, Satu Keluarga Muslim Palestina Ancam Bakar Diri, Dunia Sorot Kebijakan Israel

19 Januari 2022, 23:24 WIB
Ilustrasi. Rumah warga Palestina dihancurkan di Sheikh Jarrah, Yerussalem Timur, Rabu, 19 Januari 2022 /Reuters/Mohamad Torokman/

 

KALBAR TERKINI - Sheikh Jarah Rusuh, Satu Keluarga Muslim Ancam Bakar Diri!

SHEIKH Jarah, pemukiman  kaum Muslim Palestina di  Yerusalem Timur, Israel, terus menjadi titik api perseteruan kaum Muslim dan Yahudi,  selain Masjid Al Aqsa,  di negara Zionis itu.  

Terbaru, kawasan  yang berhasil dicaplok  Israel dalam Perang Enam Hari 1967 ini, kembali rusuh, Rabu, 19 Januari 2022.

Kerusuhan terjadi setelah  warga  melakukan perlawanan,  bahkan mengancam akan membakar diri.

Baca Juga: Rusia Kian Menggertak, Ukraina: : Biy Moskaliv! (Kalahkan Orang Rusia!) Veteran Perang Siap Angkat Senjata

Aksi ini akibat  kecurigaan bahwa rumah-rumah mereka akan digusur oleh Pemerintah Kota Yerusalem terkait rencana mendirikan kompleks sekolah untuk anak-anak Arab berkebutuhan khusus.

Dilansir Kalbar-Terkini.Com dari The Jerusalem Post, Rabu, 19 Januari 2022,  polisi mengusir dan menangkap anggota keluarga Mahmoud Salhia sebelum fajar pada Rabu ini.

Kurang dari dua hari setelah mereka mengancam akan membakar diri karena kehilangan rumah mereka di di lingkungan Sheikh Jarrah.

Sekitar 18 orang ditangkap selama evakuasi dan  dicurigai melanggar perintah pengadilan sehingga , mengganggu ketertiban umum.

Baca Juga: Hari Solidaritas Internasional dengan Rakyat Palestina: Sejarah, Cara Peringati, Fakta Konflik dengan Israel

Kebuntuan awal perundingan  terjadi pada Senin, 17 Januari 2022, yang   berakhir dengan pembongkaran pembibitan tanaman keluarga,  dan dua struktur penyimpanan tanaman itu.

Khawatir bahwa rumah mereka bakal menjadi sasaran pembangunan sekolah, keluarga Mahmoud Salhia naik ke atap.  Dengan membawa tabung gas, mereka mengancam akan membakar diri jika polisi mendekat.

Keluarga itu kemudian turun dari atap setelah polisi pergi. Petugas kembali pada Rabu ini sekitar pukul tiga pagi yang masih gelap,  lantas mengeluarkan keluarga itu dari rumah kemudian menghancurkan rumah berstruktur batu itu.

Baca Juga: Otoritas Palestina Dimaki 'Anjing': Saatnya Merangkul Hamas!

Langgar Permintaan Komunitas Internasional

Padahal, komunitas internasional, termasuk Uni Eropa, telah meminta Israel untuk mengizinkan keluarga itu tetap tinggal.

Mahmoud, bersama saudara perempuannya Alma, berada di tengah-tengah pertempuran hukum yang berlarut-larut dengan kota.

Demi  menyelamatkan dua rumah mereka yang terletak di properti yang disita oleh pemerintah kota untuk kepentingan  umum, hampir empat dekade lalu.
 
Keluarga Salhia sejak lama mengklaim bahwa mereka membeli properti itu setelah melarikan diri dari lingkungan Din Kerem di Yerusalem barat selama Perang Kemerdekaan 1948,  tetapi belum mendaftarkannya ke pihak berwenang Yordania sebelum Perang Enam Hari 1967.

Pendaftaran seperti itu tidak mungkin dilakukan setelah Israel mencaplok Yerusalem Timur dari Yordania setelah perang.

Keluarga Salhhia bukan satu-satunya penggugat properti. Seorang warga Palestina lainnya juga mengklaim memiliki tanah itu,  dan telah mencari ganti rugi atas kerugian tersebut.

Dokumen pengadilan menempatkan keluarga Salhia di lokasi tersebut, sejak 1998, jauh sebelum pemerintah kota berencana mendirikan sekolah Arab.

Pengadilan Distrik Yerusalem telah memutuskan pada Desember 2021 bahwa keluarga Mahmoud dapat diusir, tetapi keluarga ini telah mengajukan banding atas keputusan tersebut, Januari 2021 ini.

Kasus Alma masih dalam proses pengadilan,  dan sekarang ada inisiatif hukum untuk menggabungkan kedua kasus tersebut.

Pemerintah kota diharapkan untuk menyampaikan pendapatnya tentang masalah tersebut pada Rabu ini, dan sidang dijadwalkan pada Minggu, 23 Januari 2022.
 
Sementara itu, Zionis religius,  MK Itamar Ben-Gvir angkat bicara untuk mendukung penggusuran tersebut.

"Negara harus terlebih dahulu menunjukkan pemerintahan di Yerusalem,  dan tidak membiarkan pelanggar hukum mengancam negara Israel," katanya.

Sementara bagi keluarga Salhia dan pendukungnya, penggusuran tersebut adalah bagian dari narasi yang lebih besar, di mana ratusan keluarga Palestina lainnya menghadapi penggusuran untuk memberi jalan bagi proyek publik atau perumahan Yahudi.

Pemerintah Kota Yerusalem telah meremehkan pentingnya penggusuran ini, sebagai sengketa properti individu.

Orang-orang Palestina, komunitas internasional dan kaum kiri Israel,  berpendapat bahwa penggusuran itu adalah bagian dari kebijakan yang disengaja untuk memaksa orang-orang Palestina meninggalkan kota itu.

Sayap Kiri: Bukan Sekolah Arab, Seminari Yahudi

Dua kelompok sayap kiri yang terlibat dengan keluarga Salhi, yakni Ir Amim dan Peace Now,  berpendapat bahwa pemerintah kota tidak perlu menggusur keluarga untuk membangun sekolah, dengan catatan bahwa ada cukup ruang di properti untuk rumah dan lembaga pendidikan. .

Digarisbawahi bahwa  sebagian dari properti itu telah ditunjuk untuk pembangunan sebuah seminari keagamaan Yahudi.

Ir Amim menyatakan, keluarga itu tidak ditawari kompensasi, dan komentar dari pemerintah kota tentang tawaran yang tak terhitung jumlahnya dari keluarga itu, adalah  tidak benar.

Dlansir dari Wikipedia,  Sheikh Jarrah  adalah sebuah wilayah Palestina di Yerusalem Timur, yang berjarak dua kilometer dari Kota Tua, di jalan menuju Gunung Scopus.

Wilayah tersebut mengambil nama makam abad ke-13 Sheikh Jarrah, seorang tabib Saladin, yang berada di wilayah itu.

Wilayah modern Sheikh Jarrah  didirikan pada 1865, dan secara bertahap menjadi pusat kediaman elit Muslim Yerusalem, terutama keluarga al-Husayni.

Setelah Perang Arab-Israel 1948, wilayah tersebut adalah tanah tak bertuan,  antara Yerusalem Timur yang dikuasai oleh Yordania,  dan Yerusalem Barat yang dikuasai oleh Israel, sampai wilayah tersebut dimiliki oleh Israel dalam Perang Enam Hari 1967.

Kebanyakan penduduk Palestina di Sheikh Jarrah  berasal dari para pengungsi yang terusir pada 1948 dari wilayah Talbiya, Yerusalem.

Duluan Dikuasai Dua Yayasan Yahudi

Pada dekade 1050-an,  dilansir BBC,  PBB mendanai proyek Yordania di Sheikh Jarrah untuk membangun perumahan bagi pengungsi Palestina.

Tapi,  sebagian tanah di sana telah dikuasai dua yayasan Yahudi sebelum negara Israel terbentuk.
 
Setelah Israel mencaplok Yerusalem Timur, dua yayasan tersebut mengambil langkah hukum untuk menguasi tanah tersebut.

Tanah sengketa yang berada dekat dengan makam Shimon HaTzadik—seorang imam besar Yahudi pada masa lalu—ini diklaim oleh kelompok Yahudi,  yang berpendapat bahwa warga Palestina adalah penghuni pembohong.
 
Pemerintah Israel sendiri mengklaim, masalah Sheikh Jarrah tak lebih dari 'sengketa kepemilikan rumah', dan para pemukim Yahudi didukung dengan kuat oleh hukum.

Pada 2003, dua yayasan Yahudi menjual hak propertinya kepada Nahalat Shimon Ltd, satu dari sejumlah organisasi berbasis di Amerika Serikat,  yang mendukung upaya pemindahan pemukim Yahudi ke wilayah Palestina di Yerusalem.

"Keluarga-keluarga itu akan diusir karena tidak membayar sewa," kata salah satu wakil wali kota Yerusalem, Fleur Hassan-Nahoum.

Mengacu pada putusan pengadilan yang kontroversial pada 1987, dinyatakan bahwa putusan tersebut mengakui keberadaan dua asosiasi Yahudi sebagai pemilik properti, sedangkan warga Palestina dikategorikan sebagai penyewa yang dilindungi.

"Jadi, kami mengalami sengketa properti yang dikembangkan menjadi sengketa politik untuk menciptakan provokasi. Saya tidak mengerti mengapa Yerusalem Timur menjadi Judenrein," katanya.

Judenrein sendiri merupakan istilah yang dibuat Nazi untuk menyebut Eropa terlarang bagi orang Yahudi, etnis yang dibenci oleh Adolf Hitler, pemimpin Jerman  selama Perang Dunia II, sehingga jutaan orang yahudi dibantai dan dikenal sebagai hollocaust.

"Bukan kebetulan, bahwa Kompleks Al-Aqsa dan Sheikh Jarrah adalah pemicu konflik yang berakhir dengan kekerasan ini," kata Daniel Seidemann, seorang pengacara Israel yang mencatat aktivitas menjalankan Yahudi di Yerusalem Timur selama 30 tahun.

 Seidemann menyatakan, penargetan empat wilayah Arab - dua di Sheikh Jarrah dan dua di Silwan, bagian selatan kota - mencerminkan upaya pertama Israel dalam penggusuran warga Palestina secara besar-besaran di Yerusalem setelah perang 1967, dan prosesnya terus bergejolak.

"Jerusalem ibaratnya adalah radioaktif, dan penggusuran adalah radioaktif. Kedua hal tersebut kemudian disatukan," katanya.***

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: The Jerusalem Post

Tags

Terkini

Terpopuler