Ahli Sebut Masker hingga PCR Tetap Diperlukan Pasca Temuan B117

- 4 Maret 2021, 15:10 WIB
Khusus untuk pemain dan tim yang akan berangkat ke turnamen Swiss Terbuka, Sabtu 27 Februari, mereka diwajibkan menjalani tes usap PCR.
Khusus untuk pemain dan tim yang akan berangkat ke turnamen Swiss Terbuka, Sabtu 27 Februari, mereka diwajibkan menjalani tes usap PCR. /PBSI

JAKARTA, KALBAR TERKINI – Pengunaan masker dan protokol kesehatan lainnya masih sangat diperlukan pasca munculnya varian baru dari Covid-19.

Pakar pulmonologi dan ilmu kedokteran respirasi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga Aditama menegaskan hal tersebut.

Dijelaskannya, termasuk penggunaan perlengkapan PCR masih akan tetap berfungsi dengan baik.

Baca Juga: Berbeda Dengan Asma Biasa, Pada Penderita Covid-19 Berdurasi 7 hingga 25 Hari

Ia mengingatkan kemungkinan dampak masuknya varian baru virus corona, B117, yang sudah memasuki Indonesia pada 2 Maret lalu, yakni mencakup pemakaian masker hingga vaksin COVID-19 yang tersedia saat ini.

Dia menyarankan Anda memaksimalkan protokol kesehatan lain yakni mengenakan masker, mencuci tangan rutin, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.

"Yang jelas 3M, dan M-M lain harus maksimal. Tentang masker yang sejauh ini ada adalah double masker kain, tentu masker medis lebih bagus dan apalagi kalau N95.

Baca Juga: Pementasan Ketoprak Minak Jingga Peringati Setahun Corona

Saya biasa pakai N95 karena usia sudah 66 tahun," kata dia kepada dilansir Kalbar-Terkini.com, dari Antara melalui pesan elektroniknya, Kamis 4 Maret 2021.

Tjandra yang menjabat sebagai Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas YARSI, mengatakan ada sejumlah kemungkinan dampak mutasi virus penyebab COVID-19 ini salah satunya terkait diagnosis.

Menurut dia, walaupun ada perubahan pada antena atau spike virus akibat mutasi, tetapi PCR masih tetap berfungsi baik.

Baca Juga: Ketua Satgas Covid-19 Optimis pada 17 Agustus RI Bebas Virus Corona

Selain itu, terkait dampak pada penularan, B117 dikatakan lebih mudah menular dibandingkan dengan versi yang lama.

"Sebagian data menyebutkan penularannya dapat sampai 30- 50 persen lebih sering," tutur dia.

Lalu, mengenai berat ringannya penyakit, saat ini belum ada cukup bukti mutasi ini akan membuat penyakit jadi lebih berat.

Halaman:

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x