Pabrik JVC Kenwood Corp di Indonesia segera Tutup: 135 Pabrik Perusahaan Jepang 'Pulkam'

26 Agustus 2022, 16:43 WIB
Ilustrasi kipas angin yang bisa dibersihkan sendiri alias do it yourself. /Pixabay/tornado fan

TOKYO, KALBAR TERKINI - Sebanyak 135 perusahaan Jepang termasuk JVC Kenwood Corp di Indonesia bakal memindahkan pabrik produksi ke negaranya.

Pemindahan lokasi pabrik untuk berbagai produk ini, yang sebagian besar berlokasi di China, juga terkait penghematan biaya produksi.

Kembalinya pabrik-pabrik tersebut ke negeri sendiri akan mengakhiri era barang elektronik murah, yang sebagian besar berlabel 'made in China'.

Baca Juga: Promosikan Ramah Lingkungan dan Dukung Produk Lokal, Birukan Langit Indonesia Gelar Festival Musik

Dilansir Kalbar-Terkini.com dari The Asahi Shimbun, Kamis, 25 Agustus 2022, JVC Kenwood Corp merupakan produsen sistem navigasi mobil dan peralatan audio.

Perusahaan ini bakal segera memindahkan produksi sistem navigasi mobil untuk pasar domestik dari Indonesia ke Prefektur Nagano, terhitung pada Januari 2023.

Pemindahan pabrik dari China telah memicu ikut pindahnya pabrik-pabrik Jepang dari wilayah-wilayah lainnya di Asia.

Gesekan politik China vs AS ditambah pandemi COVID-19 varian baru menjadi faktor utama pindahnya pabrik-pabrik Jepang ke 'kampung halaman'.

Baca Juga: Perbatasan di Kabupaten Sambas Segera Miliki Rumah Produksi Lada: Upaya Hilirisasi Produk

Produsen produk ini, mulai dari peralatan dan semikonduktor, hingga kosmetik, dan pakaian,

Semuanya sedang memikirkan kembali strategi bisnisnya, terutama untuk memfokuskan produksi di area berbiaya rendah.

Perusahan-perusahaan raksasa ini selain JVC Kenwood Corp, antara lain, Panasonic Holdings Corp, Mazda Motor Corp, Sony Group Corp, Kioxia Holdings Corp, Shiseido Co, World Co, Denso Corp, atau Mitsubishi Corp.

Panasonic Holdings Corp, misalnya,kesulitan untuk menyediakan pasokan peralatan rumah tangga yang memadai ke pasar Jepang.

Hal ini terjadi akibat penguncian Shanghai yang diperpanjang setelah kasus COVID-19 melonjak di kota tersebut serta kronisnya kekurangan semikonduktor.

Masalah tersebut menyebabkan laba operasi Panasonic Corp untuk kuartal April-Juni berkontraksi sekitar 20 miliar yen (146 juta dolar AS).

Panasonic Corp, yang menangani produksi peralatan untuk grup tersebut, mulai memindahkan pabriknya yang terkonsentrasi di China ke Jepang dan bagian lain di Asia.

"Kami harus memiliki transfer manufaktur yang fleksibel, jadi kami akan memikirkan Jepang dan Vietnam juga," kata Michikazu Matsushita, presiden Panasonic.

Produksi penyedot debu Panasonic akan dipindahkan ke pabrik di Prefektur Shiga.

Sedangkan produksi mesin cuci juga akan diperkuat di dalam negeri.

Sementara itu, penjualan kendaraan produksi Mazda Motor Corp selama kuartal kedua telah turun 34 persen YoY.

Ini akibat penguncian Shanghai dan kekurangan semikonduktor.
Perusahaan berencana untuk meningkatkan produksi suku cadang mobil di Jepang untuk menstabilkan manufaktur mobil di dalam negeri.

"Kami akan menjauh dari ketergantungan produksi suku cadang di daerah-daerah di mana biayanya rendah," kata Masahiro Moro, direktur eksekutif senior.

Mazda meminta sekitar 200 perusahaan yang memasok suku cadang, yang sebagian besar dibuat di China, untuk meningkatkan persediaan domestik mereka.

Pembuat mobil ini akan membayar biaya penyimpanan tambahan.

Kioxia Holdings Corp juga akan menghabiskan sekitar satu triliun yen untuk membangun fasilitas produksi baru untuk semikonduktor di Kitakami, Prefektur Iwate.

Pada Juni 2022, Pemerintah Jepang mengumumkan akan memberikan subsidi hingga 476 miliar yen untuk pembangunan pabrik di Prefektur Kumamoto.

Pembangunan pabrik ini direncanakan bekerjasama dengan Taiwan Semiconductor Manufacturing Co, Sony Group Corp, dan produsen suku cadang mobil utama, Denso Corp.

Pelemahan yen juga mendorong perusahan-perusahaan tersebut untuk memindahkan produksi kembali ke Jepang.

Raksasa kosmetik Shiseido Co akan menggandakan jumlah pabrik domestiknya menjadi enam selama tiga tahun.

Hal ini berarti bahwa hampir semua produk perawatan kulitnya pada akhirnya akan diproduksi di Jepang.

"Dalam hal rasionalitas ekonomi, ada beberapa contoh di mana lebih baik untuk memproduksi di luar negeri," kata Masahiko Uotani, presiden dan CEO perusahaan.

Tetapi, menurutnya, kualitas tinggi produknya sangatlah penting.

"Itu (kualitas) memberi kami kepercayaan diri yang lebih besar untuk memiliki lebih banyak lokasi produksi dalam negeri," lanjutnya.

Pabrikan pakaian jadi raksasa Jepang, World Co juga akan memindahkan produksi barang-barang bermerek mahal ke pabrik di dalam negeri.

Seorang pejabat perusahaan menyatakan: “Era memindahkan produksi ke luar negeri hanya karena lebih murah telah berakhir.”

Produksi dalam negeri akan mempersingkat periode pengiriman produk.

Hal ini juga memungkinkan pengelolaan volume produksi, dan kualitas produk yang lebih besar.

Dengan sekitar 90 persen produknya diproduksi di luar negeri, pelemahan yen merugikan keuntungan perusahaan.

Ken Hasegawa dari Mitsubishi UFJ Research and Consulting menilai bahwa dewasa ini muncul risiko yang terkait dengan pemusatan produksi di satu area.

Menurut Hasegawa, penyebab utamanya adalah pandemi virus corona baru, konfrontasi AS-China, dan invasi Rusia ke Ukraina.

Tokyo Shoko Research, sebuah perusahaan riset kredit swasta, melakukan studi pada Agustus 2022 ke perusahaan-perusahaan Jepang.

Bisnis-bisnis ini mengalami keterlambatan penerimaan bahan baku dan suku cadang akibat pandemi COVID-19.

Sebanyak 4.352 perusahaan menyatakan bahwa mereka memiliki masalah seperti itu ketika ditanya bagaimana mereka mengatasinya.

Hanya 135 perusahaan, atau 3,1 persen dari total, yang mengklaim memindahkan produksi kembali ke Jepang.

Jumlah itu jauh lebih kecil dari 2.032 perusahaan, atau 46,6 persen, yang menyatakan telah 'membubarkan jumlah pemasok'.

Hasegawa menjelaskan, perusahaan yang memindahkan produksi kembali ke Jepang akan membutuhkan investasi pabrik dan personel tambahan.

"Tetapi, konfrontasi intensif antara Amerika Serikat dan China hanya menciptakan risiko penundaan produksi dan perdagangan, dan para manajer akan menghadapi keputusan sulit di masa depan," katanya.***

Sumber: The Asahi Shimbun

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: The Asahi Shimbun

Tags

Terkini

Terpopuler