Komitmen Pertamina Kembangkan Energi Terbarukan Berbuah Positif, Hentikan Impor Solar Sejak 2019

18 Mei 2021, 10:55 WIB
Ilustrasi Pertamina ubah fosil jadi energi baru terbarukan (EBT) lewat 3 program prioritas implementasi ekonomi hijau /Instagram @pertamina/

KALBAR TERKINI – PT Pertamina (Persero) memiliki komitmen yang kuat untuk terus mempertahankan bisnis yang berbasis ekonomi hijau dalam aktifitasnya.

Satu di antara langkah yang sudah dilakukan yakni dengan terus memaksimalkan penggunaan energi biodisel yang bersumber dari tanaman lokal.

Kabar positifnya, kini Indonesia sudah mampu menghentikan impor bakar bahan solar karena sudah digantikan dengan Biodisel.

Baca Juga: Kilang Balongan Pertamina Meledak, Empat Luka dan Ratusan Warga Mengungsi

Program tersebut merupakan tindak lanjut arahan Presiden RI Joko Widodo terkait Grand Strategi Energi Nasional untuk transformasi energi dan memperkuat green economy, green technology dan green product.

Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan saat ini Indonesia masih menghadapi tantangan untuk mengatasi defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit) akibat masih tingginya impor energi.

Di sisi lain, Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumber daya domestik besar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku energi.

Untuk menjembatani kondisi tersebut, Pertamina telah memiliki 3 (tiga) program prioritas sebagai bagian dari implementasi transisi energi sekaligus ekonomi hijau.

Baca Juga: Bangun 43 Pertashop Baru, Pertamina Bidik Wilayah Kalimantan

Yang pertama, program penurunan impor BBM jenis Solar, melalui implementasi Biodiesel B20 sejak sejak tahun 2016 dan dilanjutkan dengan B30 pada 2019.

“Dengan program ini, Pertamina telah berhasil mengurangi impor solar secara signifikan.

Bahkan mulai April 2019, Pertamina sudah tidak lagi mengimpor BBM jenis solar,” jelasnya.

Program kedua, kata Nicke, untuk pengurangan ketergantungan pada impor LPG.

Pertamina menjalankan proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) yang akan menggantikan penggunaan LPG di dalam negeri.

“Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki cadangan batu bara terbesar berpeluang baik untuk melakukan gasifikasi batu bara menjadi DME.

Kami yakin dengan pengembangan DME ini dapat mencapai target pemerintah untuk bebas impor LPG pada tahun 2027,”imbuhnya.

Nicke melanjutkan bahwa program ketiga yaitu penurunan impor BBM jenis Gasoline, Pertamina akan mencampur Methanol dan Ethanol dengan Gasoline.

Methanol dapat diproduksi dari natural gas ataupun gasifikasi batu bara, dan Ethanol pun dapat diproduksi dari gasifikasi batu bara ataupun sumber bio-etanol lainnya.

Untuk menjamin keberlangsungan dari lini bisnis yang ada dan mengatasi isu lingkungan dari gasifikasi batu bara ini, tambah Nicke.

Secara bersamaan Pertamina juga menerapkan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) untuk menekan emisi karbon dan sebagai bagian dari upaya Enhance Oil and Gas Recovery di sumur-sumur Pertamina untuk meningkatkan produksi migas negara.

Untuk hal ini, Pertamina juga menjajaki potensi kerjasama dengan Exxonmobil dan sedang melakukan kerjasama study CO2 injection di lapangan eksplorasi Gundih dan di lapangan eksplorasi Sukowati berkolaborasi dengan beberapa partner lainnya.

“Melalui pemanfaatan carbon capture yang terintegrasi dengan proyek DME, Pertamina yakin dapat menekan emisi karbon hingga 45 persen,” pungkasnya.***

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: Jaringan Prima

Tags

Terkini

Terpopuler