Gawai Dayak Iban di Sarawak: Babi dan Nila 'Bersaing Ketat'!

- 6 Juni 2022, 14:23 WIB
Lazarus berfoto bersama masyarakat adat pada perayaan Pekan Gawai Dayak ke 36 di Pontianakdayak
Lazarus berfoto bersama masyarakat adat pada perayaan Pekan Gawai Dayak ke 36 di Pontianakdayak /ari/

KUCHING, KALBAR TERKINI - Menu daging babi dan ikan nila 'bersaing ketat' dalam Gawai yang digelar oleh warga Dayak Iban di rumah panjang 57 pintu di Distrik Lubok Antu, Sarawak, Negara Bagian Sarawak, Malaysia.

Berbagai asesoris termasuk senjata tajam mandau dikenakan peserta saat tarian adat, cukuo banyak.

Sebagaimana ditulis secara jenaka oleh media-media Malaysia, senjata-senjata itu 'bisa memulai kerusuhan'.

Baca Juga: Malaysia Terancam Krisis Pangan, Raja Ajak Masyarakat hidup Hemat

Gawai Dayak digelar meriah di kota-kota besar di Negara Bagian Sarawak, Malaysia, termasuk di Kuching, Ibukota Sarawak, Selasa, 31 Mei 2022.

Bergembira dalam pesta sebagai wujud kebahagiaan usai panen padi ini, sangat terasa setelah tiadanya lagi pengucian (lockdown) akibat Covid-19.

Malaysia sejak 2020 memberlakukan lockdown, sehingga Gawai Dayak tak boleh digelar, dan semua warga dilarang masuk-keluar negara bagian.

Baca Juga: Beasiswa Malaysia International Scholarship (MIS) Buka Kesempatan Kuliah di 24 Universitas Ternama di Malaysia

Dilansir Kalbar-Terkini.com dari Free Malaysia Today, Senin, 6 Juni 2022, orang-orang Dayak yang rindu kampung halaman pun berdatangan di Sarawak, dan menikmati bir, wiski, brendi, babi, dan makanan lainnya bersama orang-orang di rumah.

Gawai Dayak ini pun menghidupkan kembali 'Ruai', sebutan untuk area umum dari sebuah rumah panjang di Sebangkie Panjai.

Rumah panjang Dayak Iban dengan 57 pintu di Distrik Lubok Antu, Sarawak, telah hidup kembali di Gawai Dayak ini setelah dua tahun hening.

Sebelumnya, kepala rumah panjang memastikan bahwa aturan Covid-19 tentang social distancing diterapkan secara ketat di semua rumah panjang.

Itu, dan aturan lain bertujuan untuk menghentikan penyebaran Covid-19, sehingga berarti tidak ada Gawai Dayak, karena khawatir virus itu bisa menginfeksi banyak orang di masyarakat.

Pada 2020, warga Sebangki Panjai, yang tinggal dan bekerja di kota-kota besar Sarawak, seperti Kuching, Sibu, Bintulu, Miri, bahkan hingga Kuala Lumpur atau Kota Kinabalu di Sabah.

Mereka tidak bisa pulang karena perintah pengendalian pergerakan dan penutupan perbatasan.

Knedati begitu, masih saja ada warga yang ketika itu diam-diam mengundang tetangga untuk 'ngabang' (kunjungan) kecil-kecilan, hanya untuk mendapatkan kemiripan dengan 'suasana Gawai'.

Gawai Dayak menandai berakhirnya festival panen padi. Ini adalah festival terpenting dalam kalender untuk kelompok etnis terbesar di negara bagian itu.

Rumah panjang tempat Gawai Dayak ini jaraknya empat jam perjalanan dari Kuching ke Sebangkie Panjai, dan 12 jam dari Miri, di bagian utara negara bagian.

Seperti yang diperkirakan, lalu lintas di Jalan Raya Pan Borneo, yang telah selesai 70 persen, sangat padat.

Elizabeth Serai, yang bekerja untuk sebuah perusahaan minyak dan gas di Kota Kinabalu, kembali ke rumah panjang suaminya, untuk menjadi 'kepala koki' di dapur keluarga.

Tidak ada ajian yang disiapkan di dapur tanpa persetujuannya.

Sementara daging babi masih 'bertahta' di bagian penting di atas meja Gawai di rumah panjang di Lubok Antu, 'si babi mendapat ancaman serius dari ikan nila'.

Ikan ini tidak hanya murah, tetapi juga berlimpah di danau bendungan pembangkit listrik tenaga air di dekatnya.

Perayaan dimulai dengan sungguh-sungguh di malam hari pada 31 Mei 2022.

Tidak seperti kebanyakan rumah panjang lainnya, Sebangkie Panjai tidak mengadakan kontes 'kumang
atau 'keling'.

Ini adalah nama dari semacam kontes kecantikan untuk memilih wanita lajang tercantik (kumang), dan pria paling macho (keling) dari rumah panjang yang biasanya diadakan di Gawai Dayak pada malam hari.

Namun, ini bukan karena rumah panjang tidak memiliki cukup banyak orang muda yang memenuhi syarat untuk ambil bagian.

“Mereka hanya ingin melakukan hal yang berbeda,” kata Francis Ranggau, anggota panitia penyelenggara Gawai Dayak.

Sebaliknya, rumah panjang mengadakan kontes slapstick, yang pasti akan membawa lebih banyak kesenangan dan tawa.

Salah satu kontes semacam itu disebut 'engkeratong', yakni kontes untuk memilih penghuni rumah panjang yang paling jelek, dan paling kotor.

Kontes ini dijamin akan membuat semua orang terperangah, saat mereka menyaksikan sesama warga menunjukkan kecerdikan, dan kedalaman kebodohan mereka.

Engkeratong sendiri sebenarnya adalah replay dari pengetahuan lokal.

Alat-alat termasuk senjata tajam yang dipasang oleh para kontestan ke tubuh mereka saat berparade di atas sebuah tempat, yang disebut catwalk terpanjang di dunia, 70 meter, sudah cukup untuk memulai 'kerusuhan'.

Kontes tidak biasa lainnya yang digelar di rumah panjang ini adalah untuk memilih 'transgender terbaik'.

Segelintir anak laki-laki dipaksa memakai pakaian ibu, atau saudara perempuan mereka, dan diberi sentuhan riasan.

Selain keceriaan dan permainan, doa syukur masih menjadi bagian dari program rumah panjang Gawai.

Kontes lain yang tidak biasa adalah untuk memilih 'transgender terbaik'.

Dilaksanakan juga upacara bagi warga yang masih menganut kepercayaan lama, dan doa Kristen bagi yang pindah agama.

Perayaan malam Gawai berlangsung sepanjang malam dengan sesi karaoke yang tak ada habisnya. dan, tentu saja, minum sampai pagi.

Penghuni rumah panjang dilarang menelepon polisi atau membuat pengaduan kebisingan.

Pada hari Gawai sendiri, warga saling berlomba dalam permainan tradisional, seperti lomba menembak sumpitan.

Dengan banyaknya orang yang akhirnya kembali ke rumah, jumlah kontestan untuk selusin game Gawai ini telah dilaporkan sebagai 'luar biasa banyak'.

Dibandingkan Malaysia, Gawai Dayak di Indonesia juga digelar sangat meriah di Kalimantan, terutama di Pontianak, Ibukota Provinsi Kalimantan Barat.***

 

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: Free Malaysia Today


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x