Perjalanan Hidup Sayyid Ahmad Badawi, Wali Qutub Mesir yang Memilih Tak Menikah hingga Akhir Hayatnya

- 7 Agustus 2022, 17:38 WIB
Masjid Al Badawi, Mesir
Masjid Al Badawi, Mesir /Iqra.id

KALBAR TERKINI - Ada beberapa ulama yang memutuskan diri untuk tidak menikah. Mereka sibuk beribadah, berkarya, dan berkelana mencari ilmu sampai-sampai tidak memikirkan nikah.

Bagi mereka menuntut ilmu lebih lezat daripada menikah.

Salah satu ulama yang memutuskan diri untuk tidak menikah yaitu Sayyid Ahmad Badawi.

Baca Juga: Kisah Wali Allah yang Menjadi Ahli Neraka Karena Tak Menjawab Panggilan Ibu, Jangan Abaikan Meski Sepele

Seorang Wali Quthub yang sangat masyhur pada zamannya. Nama Sayyid Ahmad Badawi sangat popular di kalangan para ulama sufi dan ahli tarekat.

Nasab Sayyid Ahmad Badawi

Sayyid Ahmad Badawi lahir di kota Fez yang sekarang bernama Maroko, pada tahun 596 H.

Beliau merupakan anak bungsu. Ayahnya yaitu Sayyid Ali Ibn Ibrahim yang jika ditarik garis keturunannya akan sampai pada Sayyid Husein Ibn Ali Ibn Abi Thalib.

Ibunya bernama Sayyidah Fatimah salah seorang putri bangsawan di Maroko.

Baca Juga: Kisah Wali Allah yang Merasa Terhina Setelah Berikan Uang Kepada Pemuda Lusuh

Beliau memperoleh pendidikan pertama dari ayahnya, yaitu belajar ilmu-ilmu dasar agama dan belajar mazhab Hanafi.

Pada saat menginjak usia 7 tahun beliau telah hafal Al-Qur’an dan mengusai dialeknya Qira’at Sab’ah atau Qir’at tujuh imam.

Saat Sayyid Ahmad Badawi berusia 7 tahun lebih ayahnya bermimpi bahwa ia diperintahkan agar pergi ke Makkah beserta para keluarganya.

Sayyid Ali Ibn Ibrahim meyakini bahwa mimpinya tersebut datang dari Allah. Bunyi perintah dalam mimpi tersebut yaitu:

“Hai Ali, bangunlah engkau dari tidurmu, hai orang yang lalai. Segeralah engkau pergi bersama keluargamu menuju Makkah.

Di sana Aku akan memperlihatkan rahasia kepadamu dan kabar tentang kehidupan. Engkau akan segera tahu keajaiban dari tanda-tanda kebesaran-Ku di alam semesta ini.”

Maka pada keesokan harinya Sayyid Ali Ibn Ibrahim beserta keluarganya bergegas menuju Makkah, meninggalkan kota Fez dengan berjalan kaki.

Pada saat tiba di Makkah usia Sayyid Ahmad Badawi telah mencapai usia 10 tahun.

Kehidupan Sayyid Ahmad Badawi di Makkah

Selama di Makkah Sayyid Ahmad Badawi selalu menyendiri di Jabal Qubais, untuk merenung, berzikir, dan beribadah.

Beliau menjalani berbagai ritual spiritual sebagaimana yang diajarkan para gurunya yaitu Syekh Birri seorang murid dari Syekh Abu Nu’aim.

Syekh Abu Nu’aim sendiri merupakan murid dari Sayyid Ahmad Rifa’i, seorang pendiri Tarekat Rifa’iyyah.

Sayyid Ahmad Badawi merupakan seorang zahid dan darwis, beliau memperketat jalan spiritual.

Beliau tidak mau berbicara kepada siapa saja dan menjawab lawan bicaranya hanya menggunakan bahasa isyarat.

Lisannya tak pernah alpa dari zikir kepada Allah atau membaca shalawat kepada Nabi Saw.

Ada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa seusai tawaf beliau bermimpi memperoleh isyarat untuk segera meninggalkan kota Makkah menuju ke Irak dan berziarah ke makam para waliyullah yang ada di sana.

Singkat cerita, ketika beliau tiba di Irak beliau berziarah ke pada para wali di sana, salah satunya ke makam seorang sufi legendaris, Husein Manshur al-Hallaj.

Setelah ziarah ke makam al-Hallaj beliau silaturahmi kepada Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan Syekh Ahmad Rifa’i.

Kedua wali besar ini memberikan tawaran tentang kunci menuju kerajaan spiritual.

Namun, dengan lembut Sayyid Badawi menolak tawaran tersebut. Dia ingin memperoleh kunci-kunci rahasia jagat raya dari hasil usahanya sendiri.

Setelah itu Sayyid Badawi tertidur di rumah Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan dia bermimpi lagi untuk segera meninggalkan kota Irak untuk menuju kota Tonto, Mesir.

Dalam mimpi tersebut dia mendengar suara “Di sana engkau akan menjadi guru bagi para ulama dan pahlawan.”

Setelah terbangun dari mimpinya Sayyid Badawi berpamitan kepada Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan Syekh Ahmad Rifa’i untuk menuju kota Tonto.

Setelah sampai di kota Tonto, Sayyid Badawi tinggal di atas atap. Dia menggunakan pakaian dan surban yang tak pernah dicuci.

Pada saat itu beliau telah memasuki situasi “jadzab” atau tergila-gila karena Allah, jadi yang ada di pikiran dan hatinya hanyalah Allah Swt.

Mewariskan Tarekat Badawiyah

Sayyid Ahmad Badawi tidak meninggalkan karya tulis sebagaimana para ulama yang lain seperti Al-Ghazali dan Syekh Abdul Qadir al-Jilani.

Meski demikian beliau mewariskan Tarekat Badawiyah dan beliau mewariskan amalan-amalan zikir dan shalawat kepada para anak didiknya.

Salah satu salawatnya yang popular di kalangan penganut Tarekat Badawiyah yaitu Salawat “Syajarat al-Ashli”.

Para pengikut Tarekat ini memiliki keyakinan bahwa bara siapa yang mengamalkan salawat ini 3 kali selepas Subuh dan Magrib secara istikamah maka dia akan ditampakkan rahasia-rahasia alam semesta.

Beliau juga menyampaikan dakwah keagamaan dan nasihat-nasihat yang ditunjukkan kepada penggantinya (khalifah).

Sayyid Ahmad Badawi menunjuk Abd Al’al menggantikan kemursyidan Syaikh Ahmad Badawi.

Tidak Menikah

Sayyid Ahmad Badawi sampai akhir hayatnya memutuskan diri untuk tidak menikah.

Sebetulnya setelah ayah Sayyid Badawi wafat beliau ditawari kakaknya untuk menikah, namun beliau menolak tawaran tersebut.

Beliau mengatakan “Kakak, engkau memintaku menikah. Tapi aku diminta Allah tidak menikah, kecuali dengan bidadari surga.”

Menurut mantan Syekh Universitas al-Azhar Mesir, Prof. Dr. Abd al-Halim Mahmud, jalan hidup Sayyid Badawi sudah digariskan untuk memfokuskan diri pada jalan dakwah.

Dia tidak mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah dan tidak pula menghalalkan apa yang diharamkan Allah.

Beliau juga tidak menganjurkan umat hidup menjomblo atau membujang.

Beliau memiliki pandangan bahwa dunia Islam sangat membutuhkan orang-orang yang berjuang di jalan dakwah.

Dakwah menghabiskan tenaga, usia dan waktu. Beliau bertekad untuk menjalankan misi dakwah tersebut.

Syekh Ahmad Badawi merasa tidak mampu mengikuti jejak sunah Rasulullah dan para sahabat di mana mereka dapat melakukan kedua-duanya sekaligus yaitu menikah dan berdakwah.

Hasrat yang kuat dan cita-cita yang tinggi untuk membangkitkan Islam telah melalaikan mereka dari keinginan untuk menikah.

Kasus seperti ini banyak sekali menimpa para tokoh ulama besar sepanjang sejarah.

Oleh sebab itu Sayyid Ahmad Badawi tidak memiliki waktu untuk mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan atau pernikahan. (Abd al-Halim Mahmud, A-Sayyid al-Badawi, hal.33-34)

Sayyid Ahmad Badawi wafat pada tanggal 24 Agustus 1276 M. dan prosesi pemakamanya dihadiri ratusan ribu pelayat.

Mereka berduka dan sangat kehilangan sosok Wali Quthub sekaligus seorang sufi tersebut.

Sampai hari ini makamnya selalu ramai dikunjungi para peziarah yang datang dari berbagai penjuru dunia. Wallahu a’lam.***

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: iqra.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x