KALBAR TERKINI - Tawuran antarpemuda dan remaja Arab dan Israel terus berlangsung sejak dimulainya Bulan Suci 1 Ramadhan 1442 Hijriah di Yerusalem Timur. Selain ditengarai sarat nuansa politis jelang Pemilu Israel, kedua kubu ini juga saling menyerang dengan egoisme antaretnis dan saling klaim sebagai pemilik sah dari Yerusalem.
Tak jelas siapa yang duluan memulai. Aparat kepolisian Israel pun terjun untuk melakukan pengamanan. Di tengah aksi kekerasan antara kedua kubu yang melibatkan upaya pengamanan jajaran kepolisian Israel, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengecam polisi Israel karena dianggap melakukan kekerasan terhadap para pemuda Arab di seluruh kota Yerusalem Timur, bahkan menyebutnya sebagai terorisme yang diorganisir oleh Israel.
Berbicara dari Ramallah, Jumat, 23 April 2021, Shtayyeh mengutuk serangan kekerasan polisi dan dari pemukim Israel, yang mengakibatkan melukai lebih dari 100 warga Palestina, dan menahan 50 lainnya di tengah ketegangan seputar bulan suci Ramadhan di kawasan pendudukan Israel itu.
Baca Juga: Ramadhan di Yerusalem: Setiap Hari Warga Israel dan Palestina Bentrok
Dikutip Kalbar-Terkini.com dari media Palestina WAFA News Agency, Jumat, tindakan polisi Israel disebutnya sebagai 'tindakan terorganisir terorisme negara' yang dimaksudkan untuk melenyapkan karakter Palestina di Yerusalem, memaksakan fakta palsu di atasnya, dan melanggar tempat-tempat suci di Yerusalem .
Shtayyeh menyatakan hal itu dengan merujuk pada gangguan dari pemukim Israel yang sering terjadi di kompleks Masjid Al-Aqsa, dan juga upaya pemukim itu untuk membakar Gereja Getsemani, yang juga dikenal sebagai Basilika Semua Bangsa atau Basilika Penderitaan, Desember 2020.
“Adegan kepahlawanan yang muncul dari jalan-jalan dan gang-gang kota Yerusalem malam ini dari pemuda Yerusalem yang tidak berdaya, saat mereka melawan serangan, mengkonfirmasi sekali lagi tentang kegagalan dari rencana Israel untuk menghakimi Kota Suci," katanya.
Ditambahkan, aksi kekerasan dari aparat Israel ini mengingatkan kembali kenangan pada 2017, ketika umat Muslim dan Kristen di Yerusalem bersatu melakukan perlawanan, dan menggagalkan rencana otoritas pendudukan Israel untuk memasang detektor logam elektronik pada 2017.