Edy Mulyadi Hina Suku Dayak, Tokoh Dayak: Kami Selama ini Diam, Jangan Diinjak, Jangan Uji Kesabaran Kami

24 Januari 2022, 19:15 WIB
Ajonedi Minton, Praktisi Hukum dan Kepala Divisi Ekonomi Kerakyatan Dayak International Organization (DIO) /Istimewa/Oktavianus Cornelis/Kalbar Terkini

KALBAR TERKINI - Edy Mulyadi Hina Suku Dayak, Tokoh Dayak: Kami  Selama ini Diam, Jangan Diinjak, Jangan Uji Kesabaran Kami.

Para tokoh dayak nasional maupun internasional melalui Majelis Adat Dayak Nasional (MHDN) dan Dayak International Organization/DIO) mendesak Pemerintah Indonesia memproses hukum  Edy Mulyadi, mantan calon anggota legislative dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada  2019

Sebab, Edy menyatakan  bahwa Pulau Kalimantan awalnya dihuni kuntilanak, gederuwo, dan tempat jin buang anak, menurut Edy   dalam sebuah video yang viral di media sosial, Selasa, 18 Januari 2022.

Baca Juga: Lasarus Desak Polri Segera Proses Hukum Edy Mulyadi CS: Orang Kalimantan Menjunjung Tinggi Adat dan Bahasa

Baca Juga: Tak Tunjukkan Penyesalan, Ini Link Video Lengkap Permintaan Maaf Edy Mulyadi Kepada Warga Kalimantan

Dalam video itu, Edy mulyadi yang didampingi rekan rekannya, menyatakan bahwa hal itu terkait ketidaksukaannya atas pengesahan Undang-undang (UU) Ibu Kota Negara (IKN), yang akan segera pindah ke Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.

Edy  melontarkan kata-kata yang mengandung makna pelecehan terhadap masyarakat di Kalimantan, dan secara bersamaan menyatakan ketidaksukaannya terhadap Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto.

“Bisa memahami enggak, ini ada tempat elite punya sendiri, yang harganya mahal, punya gedung sendiri, lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak,” kata Edy.

Baca Juga: Ian Kasela Ajak Warga Kalimantan Maafkan Edy Mulyadi, Mari Saling Memaafkan, Kalau Tak Puas Silahkan Laporkan

Baca Juga: BREAKING NEWS: Edy Mulyadi Sampaikan Permintaan Maaf, Bandingkan Sebutan Kalimantan dengan Monas dan BSD City

Bagi Edy, orang-orang tidak akan mau membangun properti di Kalimantan,  karena pasar di Kalimantan, hanya makhluk halus. “Pasarnya siapa? Kalau pasarnya kuntilanak, genderuwongapain gua bangun di sana,” katanya.

Para tokoh Dayak se-Kalimantan pun geram atas pernyataa Edy. Ajonedi Minton, SE, SH, MKn, praktisi hukum yang juga Kepala Divisi Ekonomi Kerakyatan DIO (Dayak International organization) menyatakan, bahwa dari segi etika, hal  ini adalah pernyataan orang yang tidak beradat.

"Artinya,  dia tidak memiliki sopan santun, tidak mampu menghargai nilai persaudaraan antara sesama anak bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," kata Minton kepada Kalbar-Terkini.Com di kafenya, Coffee Jhon di kawasan Jalan HOS Cokroaminoto, Kota Pontianak, Kalbar, Senin, 24 Januari 2022.

“Selama ini, kami, ornag Dayak, diam. Tapi ingat, jangan diinjak, kami punya harga diri. Kami selama ini mengalah atas nama kebhinekaan, dan demi menopang keutuhan NKRI," lanjut Minton.

Baca Juga: Edy Mulyadi Tak Hanya Singgung Soal Kalimantan, Sempat Sebut Prabowo Kucing Mengeong dan Sebut Nama-nama Tokoh

Menurut Minton, pernyataan Edy itu sangat jelas melecehkan seluruh orang di Kalimantan, dan  bukan hanya masyarakat di Kalimantan Timur sebagai IKN.

"Melainkan juga seluruh masyarakat Kalimantan, baik yang ada di Indonesia maupun di Malaysia, Negara Bagian Sabah, Sarawak, dan Negara Brunei Darusalam, khususnya bagi orang Dayak, yang secara historis adalah penduduk asal Pulau Borneo atau Kalimantan," tegasnya.

Minton mencatat, Edy telah menyakiti dan melukai perasaan semua etnis yang menghuni Pulau Kalimantan, bukan hanya masyarakat Suku Dayak, namun juga Suku Melayu,  Banjar, Jawa, Sunda,  dan semua suku lainnya di Bumi Borneo.

"Walau secara tidak langsung manyudutkan Suku Dayak, namun secara tersirat, pernyataan Edy ini sudah mengidentikkan bahwa Pulau Kalimantan adalah pulaunya orang Dayak, yang dihuni oleh mahluk halus, orang hutan, dan segolongan monyet yang disetarakan dengan orang Dayak," tambahnya.

Baca Juga: Kesal Ulah Edy Mulyadi, Ian Kasela: Kami Orang Kalimantan Tak Pernah Buat Ulah, Tolong Jangan Diprovokasi

Ajonedi menambahkan, orang Dayak selama ini hanya diam, namun bukan berarti tinggal diam jika ditindas.

"Tapi, ini bukan berarti kalian lebih hebat,  dan lebih pintar dari kami orang Kalimantan, sehingga kami dianggap dapat sewenang-wenang di  diperlakukan secara diskriminatif dan rasis,  hanya karena kami selalu mengalah,  dan tidak bertindak keras dan kasar dalam menuntut perhatian dari pemerintah pusat," lanjut Ajonedi.

"Kami tetap diam, sekalipun hasil bumi kami, berupa kayu, tambang bauksit, batubara, minyak bumi, sawit dan berbagai kekayaan alam lainya dikuras dan diekploitasi demi devisa negara untuk menghidupi Indonesia dan membangun Jakarta dan Pulau Jawa," lanjutnya.

Dengan alasan apapun, menurut Minton,  pernyataan Edy ini tidak dapat diterima apalagi dibenarkan,

"Kami orang Kalimantan tidak pernah minta ibukota negara dipindahkan ke Kalimantan. Justru kami semakin merasa diasingkan,  ketika pemerintah menyatakan dan mengesahkan undang undang ibukota negara di Kalimantan," lanjutnya.

Baca Juga: Kapolri Dituntut Tindak Edy Mulyadi, Maman: Polisi Jangan Pandang Bulu, Ini Potensi Konflik, Kami Dukung

Selama puluhan tahun Indonesia merdeka, tambah Minton, pemerintah pusat tidak pernah menganggap orang Dayak ada di negara ini, bahkan secara terang terangan diabaikan baik di pemerintahan, swasta,  BUMN, BUMD, baik secara ekonomi, sosial, dan budaya, apalagi secara politik.

"Perihal ini terbukti selama wacana, perencanaan sampai penetapan undang undang IKN Nusantara, tokoh tokoh Dayak se-Kalimantan tidak pernah diajak berdiskusi, dimintai pendapat dan masukan,  atau melakukan sosialisai melalui tokoh-tokoh Dayak, lembaga adat Dayak setingkat Majelis Adat Dayak Nasional atau MADN," kata Minton.

 

Ditambahkan, Dewan Adat Dayak provinsi hingga tingkat desa, bahkan lembaga Dayak International Organization atau DIO, Majelis Hakim Adat Dayak Nasional (MHADN), Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN) maupun organisasi Dayak lainnya, juga dianggap tidak pernah ada.

"Dan, kami orang Dayak sudah terlalu sering diabaikan di negara ini, disakiti, belum lagi ditambah pernyataan yang sangat menyakitkan dari Edy," katanya.

Menurut Minton, ornag Dayak mengalah selama puluhan tahun, hanya demi menjaga kebhinekaan untuk menopang keutuhan bingkai NKRI.

"Namun,  kesabaran orang Dayak ada batasnya, jangan diprovokasi terus, dan diperlakukan secara tidak adil, di injak harga dirinya  oleh pemerintah maupun oleh orang luar Kalimantan.

Apalagi, pernyataan rasis, dan merendahkan martabat dan harga diri orang Kalimantan. Dan, pernyataan semaca ini, bukan yang pertama dilontarkan oleh orang orang dari luar pulau Kalimantan terhadap orang Kalimantan, khususnya kepada orang Dayak," tegas Minton.

Menurut Minton, jika Edy dan PKS-nya merasa tidak puas dengan keputusan pemerintah terkait dengan disahkanya undang undang IKN Nusantara, silakan melakukan langkah konstitusi, sesuai dengan mekanisme yang ada.

"Tunjukan kepada kami kalau kalian memang orang yang lebih pintar, dan lebih beretika dari kami orang Kalimantan. Edy dan rekan rekannya seharusnya malu mempertontonkan sikaf arogansi, rasis, bodoh,  dan tidak bermoral seperti itu kepada kami di Bumi Borneo ini," tambahnya.

Karena itu, saran Minton, demi menghindari tindakan spontanitas atas pernyataan Edy, pihaknya  meminta penegak hukum harus segera mengambil tindakkan tegas.

Sementara itu, dilansir dari website DIO,  Minggu, 23 Januari 2022, Bujino A Salan, SH MH yang juga pengurus DIO dari Provinsi Kalimantan Selatan, mengingatkan  semua lapisan masyarakat supaya tidak terpancing provokasi Edy.

“Kalau memang ada yang dinilai kurang berkenan, sampaikan aspirasi secara baik,  dan benar. Di antaranya,  membuat laporan ke Kantor Polisi Republik Indonesia (Polri) terdekat. Jangan melakukan tindakan yang bisa memancing gerakan spontanitas masyarakat," ujarnya.

Bujino  mengharapkan aparat Polri bersikap cepat tanggap untuk melakukan langkah terukur, agar tidak muncul gerakan spontanitas masyarakat yang semakin meluas terhadap ungkapan emosional Edy.

Partai Keadilan Sejahtera, membantah pernyataan Edy Mulyadi mewakili kelembagaan partai.

Klarifikasi Partai Keadilan Sejahtera

Sementara Juru Bicara PKS Ahmad Mabruri, maish dilansir dari DIO,  menegaskan bahwa Edy sudah tidak aktif lagi di struktur level manapun,  dan bukan pejabat struktur PKS.

Edy pernah menjadi calon legislatif PKS, kemudian tidak aktif setelah proses pemilu usai hingga kini.

“Sehingga sama sekali tidak ada kaitan PKS dengan pernyataan yang bersangkutan.Segala sikap resmi PKS disampaikan oleh Juru Bicara Resmi DPP PKS dan juga Anggota Fraksi PKS DPR RI sesuai dengan tupoksi dan bidang.Sikap resmi PKS bisa dilihat secara utuh di website dan media sosial resmi PKS,” ujar Ahmad, Mabruri dalam keterangan resmi, Minggu, 23 Januari 2022.

Ahmad menegaskan sikap resmi PKS terhadap pemindahan ibu kota baru disampaikan dalam forum-forum yang konstitusional oleh Fraksi PKS sesuai tugas dan wewenang Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI).

“Penolakan PKS terhadap pemindahan IKN dilakukan dalam ruang konstitusi, dijamin oleh Undang-undang sehingga sikap penolakan PKS di DPR adalah langkah yang konstitusional dengan argumentasi yang amat rasional. Sikap PKS sebagai penyeimbang pemerintah bukan berarti bersikap asal beda dan tanpa penjelasan yang lengkap dan akademik,” ujar Ahmad Mabruri.

Ahmad, berharap perbincangan soal IKN dibawa ke publik dengan iklim perbincangan yang sehat.

“Anggota Fraksi PKS juga banyak diundang dalam berbagai forum publik termasuk oleh media dan menginginkan perbincangan soal IKN juga jadi perhatian publik dengan diskusi yang sehat dalam bingkai demokrasi,” kata Ahmad Mabruri.

Nama Nusantara Langgar Prinsip Keragaman

Masih mengenai Nusantara sebagai nama IKN,  Ketua Bidang Peradilan Adat dan Hukum Adat Majelis Hakim Adat Dayak Nasional, yang juga tim penasehat hukum DIO, Tobias Ranggie SH, menyatakan,  penetapan Nusantara sebagai nama  IKN), melanggar prinsip keberagaman.

“Implikasikan melecehkan identitas masyarakat Dayak sebagai penduduk asli di Pulau Kalimantan, dalam aspek pembakuan nama rupabumi. Tidak selaras dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur masalah pemajuan kebudayaan,” katanya,  Selasa, 18 Januari 2022.

Tobias menanggapi Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Muharso Manoarfa, yang menyebut, Nusantara, ditetapkan Presiden Indonesia Joko Widodo, sebagai nama IKN.

Menteri  Suharso mengemukakan hal itu dalam rapat kerja Kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (RUU IKN DPR-RI) di Jakarta, Senin, 17 Januari 2022.

RUU IKN telah disetujui seluruh Fraksi di DPR-RI dan Pemerintah, pukul 03.15 WIB, Selasa, 18 Januari 2022, untuk dibawa ke dalam rapat paripurna dan disahkan menjadi Undang-Undang, tentang: Ibu Kota Negara.

Kebudayaan Dayak, Bagian Kebudayaan Nasional

Tobias menyatakan, Suku Dayak merupakan penduduk asli di Indonesia.Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang tumbuh dan berkembang masing-masing suku sebagai penduduk asli di Indonesia.Karena itu, kebudayaan Dayak sebagai salah satu kebudayaan nasional di Indonesia.

Diungkapkan Tobias, Nusantara ditetapkan sebagai nama IKN  telah mengingkari  Program Nawacita (berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkarakter secara budaya).

Keberadaan Program Nawacita kemudian dikukuhkan melalui kehadiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017, tentang: Pemajuan Kebudayaan.

Dimana ditegaskan, setiap warga negara Indonesia, harus berkarakter dan berjatidiri bangsa Indonesia.Orang Dayak harus berkedudayaan Dayak.

Atas dasar itulah, lanjut Tobias,  wajar jika kalangan Suku Dayak menginginkan penamaan IKN mengacu ke identitas Dayak, sebagai bentuk penghargaan Pemerintah Indonesia terhadap Suku Dayak sebagai penduduk asli di Pulau Kalimantan.

“Tidak menghargai kearifan lokal.Miskin gagasan kebudayaan. Karena nama Nusantara, itu, sudah terlalu umum dalam sejarah peradaban Indonesia, sehingga tidak menghargai kebudayaan masyarakat yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat, termasuk tidak menghargai identitas Kebudayaan Suku Dayak yang tumbuh dan berkembang di Kalimantan,” kata Tobias.

Tobias menambahkan, teknis penamaan dari aspek pembakuan nama rupabumi, mengacu kepada Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 4 Tahun 1967, dimana digariskan penamaan wilayah, harus mengacu kepada kebudayaan masyarakat setempat, demi mewujudkan identitas lokal dalam integrasi regional, nasional dan international.

Di Indonesia, sudah diterbitkan Peraturan Pemerintah, Nomor 2 Tahun 2021, tentang: Penyelenggaraan Nama Rupabumi.

Ini sebagai dasar hukum dan keterangan yang lebih jelas dan ter-update tentang nilai-nilai budaya, sejarah, dan adat istiadat kita. Nama Rupabumi adalah nama yang diberikan pada Unsur Rupabumi.

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi, terdapat poin yang memperbolehkan penamaan unsur rupabumi, antara lain pulau, laut, gunung, bukit, goa, danau, dan lainnya dengan menggunakan bahasa daerah atau asing.

Hal tersebut tercantum dalam Pasal 3 huruf b tentang prinsip nama rupabumi di Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021.

Tobias, mengutip pasal 3 huruf b, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, “Dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila unsur rupabumi memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan.”

Meskipun demikian, pada Pasal 3 huruf a telah disebutkan dengan jelas bahwa penamaan rupabumi harus menggunakan bahasa Indonesia.

Menghormati keberadaan suku

Artinya, bahasa Indonesia menjadi bahasa utama yang harus digunakan untuk penamaan rupabumi tersebut. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, menyebutkan bahwa nama rupabumi harus ditulis menggunakan abjad romawi dan menggunakan satu nama untuk satu unsur rupabumi.

“Tapi di dalamnya ditegaskan pula, nama rupabumi yang dipilih juga harus menghormati keberadaan suku, agama, ras, dan golongan, menggunakan paling banyak tiga kata, dan harus memenuhi kaidah penulisan nama rupabumi dan kaidah spasial,” ungkap Tobias.

Tobias kemudian mengutip pasal 3 huruf g, “Menghindari penggunaan nama orang yang masih hidup dan dapat menggunakan nama orang yang sudah meninggal dunia paling singkat 5 tahun terhitung sejak yang bersangkutan meninggal dunia.”

Tak hanya itu, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, menyebutkan bahwa dalam kaidah penamaan rupabumi dan kaidah spasial tersebut juga harus diatur dengan peraturan badan.

Adapun yang dimaksud unsur rupabumi dalam Peraturan Pemerintah tersebut adalah bagian dari rupabumi yang terletak di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi.

Selain itu, juga dapat dikenali identitasnya melalui pengukuran, atau dari kenampakan fisiknya, baik yang berada di wilayah darat, pesisir, maupun laut.Nama rupabumi tersebut diberikan pada unsur rupabumi yang terbagi atas unsur alami dan buatan.

Unsur alami adalah yang terbentuk secara alami tanpa campur tangan manusia meliputi pulau, kepulauan, gunung, pegunungan, bukit, dataran tinggi, goa, lembah, tanjung, semenanjung, danau, sungai, muara, samudra, laut, selat, teluk, unsur bawah laut, dan unsur alami lainnya.

Sementara unsur buatan adalah yang terbentuk karena campur tangan manusia yang terdiri atas wilayah administrasi pemerintahan, obyek yang dibangun, kawasan khusus, dan tempat berpenduduk.

Selain itu, unsur buatan tersebut juga termasuk tempat, lokasi, atau entitas yang memiliki nilai khusus atau penting bagi masyarakat suatu wilayah.

Pertimbangan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2021, tentang: Penyelenggaraan Nama Rupabumi, adalah: bahwa pengaturan penyelenggaraan nama rupabumi bertujuan untuk melindungi kedaulatan dan keamanan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, melestarikan nilai-nilai budaya, sejarah, dan adat istiadat serta mewujudkan tertib administrasi pemerintahan.

Bahwa penyelenggaraan nama rupabumi perlu dilaksanakan secara tertib, terpadu, berhasil guna, dan berdaya guna serta menjamin keakuratan, kemutakhiran, dan kepastian hukum.

Juga, bahwa penyelenggaraan nama rupabumi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memerlukan peraturan pelaksanaan yang lebih rinci dan komprehensif.

Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi.

Dasar hukum penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214).

Kemudian, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

Lindungi Keadaulatan dan Keamanan

Penjelasan Umum Peraturan Rupabumi, disebutkan Pengaturan Penyelenggaraan Nama Rupabumi bertujuan untuk melindungi kedaulatan dan keamanan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, melestarikan nilai-nilai budaya, sejarah, dan adat istiadat serta mewujudkan tertib administrasi pemerintahan.

Penyelenggaraan Nama Rupabumi perlu dilaksanakan secara tertib, terpadu, berhasil guna, dan berdaya guna serta menjamin keakuratan, kemutakhiran, dan kepastian hukum.

Penyelenggaraan Nama Rupabumi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 saat ini telah dilaksanakan oleh Badan, kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

Namun demikian belum terdapat peraturan pelaksanaan dari kedua Undang-Undang tersebut yang mengatur Penyelenggaraan Nama Rupabumi secara komprehensif dan lebih rinci.Ini latar belakang Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi.

Selain itu Nama Rupabumi baku sangat penting dalam hubungannya dengan dunia internasional. Indonesia terlibat aktif dalam forum United Nations Groups of Experts on Geographical Names. United Nations Groups of Experts on Geographical Names merupakan organisasi kelompok pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait Nama Rupabumi.

Forum ini menjadi wadah penyebarluasan dan berbagi pakai informasi Nama Rupabumi yang telah dibakukan secara nasional.

Berdasarkan pertimbangan dan kebutuhan tersebut, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi.

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, mengatur tentang unsur dan prinsip Nama Rupabumi, penyelenggara Nama Rupabumi, tahapan Penyelenggaraan Nama Rupabumi, penggunaan Nama Rupabumi baku dan perubahan Nama Rupabumi baku, pemantauan dan evaluasi, peran serta dalam pertemuan dan/atau organisasi internasional terkait Nama Rupabumi serta pendanaan.

“Dayak International Organization dan Mejalis Hakim Adat Dayak Nasional sebelumnya sudah menyurati Presiden Indonesia, Joko Widodo, agar nama ibu kota baru di Provinsi Kalimantan Timur, harus mengacu kepada kearifan lokal. Tapi terbukti tidak ditanggapi,” kata Tobias Ranggie.

“Dayak International Organization dan Mejalis Hakim Adat Dayak Nasional sudah pula mengajukan permohonan resmi agar bisa diskusi virtual dengan Menteri Badan Perencanaan Perencanaan Pembangunan Nasional, Muharso Manoarfa, tapi tidak direspons, sehingga keluar nama Nusantara sebagai nama Ibu Kota Negara di Provinsi Kalimantan Timur, Senin, 17 Januari 2022,” ungkap Tobias Ranggie.”***

 

 

Editor: Slamet Bowo Santoso

Tags

Terkini

Terpopuler