Covid Purba Infeksi Manusia 25 Ribu Tahun Silam

- 24 April 2021, 02:05 WIB
KORONA PURBA -  Virus korona purba diyakini menginfeksi manusia sejak 25 ribu tahun silam. Seiring waktu, varian tertentu muncul lebih sering daripada yang diharapkan,  dan terjadi secara kebetulan./GAMBAR ILUSTRASI: PIXABAY/GRAFIS & CAPTION: OKTAVIANUS C/
KORONA PURBA - Virus korona purba diyakini menginfeksi manusia sejak 25 ribu tahun silam. Seiring waktu, varian tertentu muncul lebih sering daripada yang diharapkan, dan terjadi secara kebetulan./GAMBAR ILUSTRASI: PIXABAY/GRAFIS & CAPTION: OKTAVIANUS C/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

KALBAR TERKINI -  Sebuah studi terbaru membuktikan  bahwa virus korona kuno sudah menginfeksi penduduk di Asia Timur sejak 25 ribu tahun silam kemudian disusul menyasar kepada keturunannya, ribuan tahun kemudian.

Pandemi Covid--19 -yang telah merenggut jutaan penduduk dunia di masa modern- mengungkapkan tentang betapa rentannya manusia terhadap virus baru, walaupun manusia sejak awal waktu telah memeranginya. 

"Selalu ada virus yang menginfeksi populasi manusia," kata penulis studi, David Enard, asisten profesor ekologi dan evolusi dari Universitas Arizona. "Virus benar-benar menjadi salah satu pendorong utama seleksi alam dalam genom manusia."

Baca Juga: Amerika Minus Masker N95, Kongres: Aib Nasional

Dikutip Kalbar-Terkini.com dari Live Science,   Jumat,  23 April 2021, kehadiran Covid-19 di masa kini tak lain karena gen -yang meningkatkan peluang orang untuk bertahan hidup dari patogen- lebih mungkin diwariskan ke generasi baru.

Dengan menggunakan alat modern, para peneliti berhasil mendeteksi sidik jari patogen purba. Ini  menunjukkan secara tepat bagaimana patogen purba mendorong seleksi alam  di dalam DNA manusia yang hidup saat ini.  

"Informasi ini dapat memberikan wawasan berharga untuk membantu memprediksi pandemi di masa depan," lanjut Enard. "Hampir selalu benar bahwa hal-hal yang sering terjadi di masa lalu,  lebih mungkin terjadi lagi di masa mendatang." 

Menggunakan informasi yang tersedia di database publik, Enard bersama timnya menganalisis genom 2.504 orang di 26 populasi manusia yang berbeda di seluruh dunia.

Temuan ini diposting pada 13 Januari 2021 ke database pracetak bio-Rxiv. Studi ini sedang dalam proses peninjauan sebelum dipublikasikan ke  jurnal ilmiah. 

Baca Juga: Covid-19 India 16 Juta, Warganya 'Serbu Indonesia, Menkes: Gunakan saja PPKM Mikro!

Bajak Mesin Sel Manusia

Ketika menyelinap ke dalam sel manusia, virus korona membajak mesin sel untuk bereplikasi. Artinya, keberhasilan virus bergantung pada interaksinya dengan ratusan protein manusia yang berbeda.

Para peneliti memperbesar sekumpulan 420 protein manusia, yang diketahui berinteraksi dengan virus korona. Sebanyak 332 protein di antaranya, berinteraksi dengan SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. 

Sebagian besar protein ini telah membantu virus untuk mereplikasi di dalam sel, tetapi beberapa di antaranya membantu sel melawan virus.

Gen yang mengkode protein tersebut bermutasi secara terus-menerus dan acak.

Baca Juga: 44.172 orang Meninggal Dunia, Ini Data Terbaru Covid-19 di Indonesia Jumat, 23 April 2021

Tetapi, jika mutasi memberikan keuntungan pada gen -seperti kemampuan yang lebih baik untuk melawan virus- maka mutasi ini akan memiliki peluang yang lebih baik untuk diturunkan ke generasi berikutnya. 

Memang, para peneliti menemukan bahwa di kalangan orang keturunan Asia Timur, gen tertentu yang diketahui berinteraksi dengan virus korona telah dipilih. Dengan kata lain, seiring waktu, varian tertentu muncul lebih sering daripada yang diharapkan dan terjadi secara kebetulan.  

Serangkaian mutasi ini, kemungkinan besar membantu nenek moyang populasi ini menjadi lebih resisten terhadap virus purba, dengan mengubah seberapa banyak protein ini yang dibuat oleh sel. 

Para peneliti menemukan bahwa varian gen yang mengkode 42 dari 420 protein yang dianalisis, mulai meningkat frekuensinya sekitar 25 ribu  tahun lalu.

Penyebaran varian yang menguntungkan, berlanjut hingga sekitar 5.000 tahun lalu, menunjukkan bahwa virus purba terus mengancam populasi ini untuk waktu yang lama. 

"Virus menggunakan beberapa tekanan selektif terkuat kepada manusia untuk beradaptasi, dan virus korona mungkin telah ada sejak lama sebelum manusia ada," kata Joel Wertheim, seorang profesor di Departemen Kedokteran di Universitas California, San Diego, AS.

"Jadi,  meskipun tidak terduga bahwa virus korona akan mendorong adaptasi pada manusia, studi ini menyajikan penyelidikan yang menarik tentang bagaimana dan kapan hal ini terjadi,: tambahnya.

Tetap saja, kata Wertheim kepada Live Science melalui email: "sangat sulit untuk mengatakan apakah virus yang menyebabkan evolusi ini juga merupakan virus korona. Tetapi tampaknya,  teori yang bekerja masuk akal."  

Enard setuju bahwa patogen kuno yang menjangkiti nenek moyang manusia, mungkin bukan virus korona.

Sebaliknya,  itu mungkin jenis virus lain yang kebetulan berinteraksi dengan sel manusia dengan cara sama, seperti yang dilakukan oleh virus korona. 

Kelompok peneliti lain baru-baru ini menemukan bahwa sarbecovirus, keluarga virus corona yang mencakup SARS-CoV-2, pertambio-rixa kali berevolusi 23.500 tahun lalu, sekitar waktu yang sama dengan varian gen,  yang mengkode protein terkait virus korona pertama kali muncul pada manusia.  

Temuan sarbecovirus juga diposting sebagai pracetak di bio-Rxiv pada Selasa, 9 Februari 2021, tapi belum ditinjau sebelum dipublikasikan di jurnal ilmiah. "Studi kedua itu memberikan konfirmasi yang rapih' untuk keseluruhan cerita," kata Enard. 

"Meskipun temuan ini menarik, tidak bisa mengubah pemahaman tentang populasi mana yang lebih baik dalam bertahan dari infeksi SARS-CoV-2,"  lanjut Enard. "Tidak ada bukti bahwa adaptasi gen purba ini membantu melindungi orang modern dari SARS-CoV-2." 

Sebaliknya, faktor sosial dan ekonomi, seperti akses ke perawatan kesehatan, kemungkinan memainkan peran yang jauh lebih besar daripada gen yang terkena Covid-19," tambahnya. 

Enard bersama timnya sekarang ini berharap,  dapat bekerja sama dengan ahli virus untuk memahami bagaimana adaptasi ini membantu manusia purba bertahan dari paparan virus korona purba.

Tim juga berharap bahwa pada akhirnya,  studi genom kuno tersebut dapat digunakan sebagai 'sistem peringatan dini' untuk pandemi di masa depan.  Misalnya, peneliti pertama-tama dapat mensurvei virus di alam liar yang belum menginfeksi populasi manusia, kemudian mencari sidik jarinya di DNA manusia.

"Jika mereka menemukan bahwa virus telah menyebabkan banyak epidemi kuno, itu bisa menjadi alasan yang baik untuk terus mengawasinya," klaim Enard. 

Meskipun bisa diketahui secara sekilas tentang dampak virus kuno ini kepada nenek moyang manusia, tapi generasi mendatang kemungkinan besar tidak akan dapat melihat jejak SARS-CoV-2 di genom manusia. 

"Berkat vaksinasi, virus tidak akan punya waktu untuk mendorong adaptasi yang evolusioner," tandasnya.***

 

Sumber: Live Science

 

 

 

 

Editor: Oktavianus Cornelis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah