Manusia bisa Hidup Abadi: Otak Diunggah ke Komputer atau ke Chip Cyborg

25 Februari 2022, 23:43 WIB
Film Terminator : menceritakan manusia dalam teror cyborg /IMDb

KALBAR TERKINI - Manusia bisa Hidup Abadi: Otak Diunggah ke Komputer atau ke Chip Cyborg.

Manusia kemungkinan bisa hidup abadi. Caranya, ketika fisiknya mati, otak manusia bisa diunggah ke komputer.

Kedua, otak manusia diunggah ke dalam sebuah chip untuk kemudian ditanamkan ke tubuh robot berbentuk manusia (cyborg).

Baca Juga: Spoiler Boruto: Kemampuan Eida dan Daimon, Amado Akui Salah Satu Cyborg Yang Berbeda dan Terkuat

Inilah prediksi kalangan ilmuwan terkait keinginan banyak orang untuk tidak mau mati ketika tubuhnya telah mencapai batas kadaluwarsa.

Tubuh manusia, cepat atau lambat, akan mencapai batas kadaluwarsa itu, sebagaimana Jeanne Calment dari Prancis.

Wafat dalam usia 122 pada 1997, menurut Guinness World Records, dilansir Kalbar-Terkini.com dari Live Science, 29 September 2021, Calment tercatat sebagai manusia paling tua.

Dalam studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications pada 2021, para peneliti melaporkan, manusia mungkin dapat hidup hingga maksimum antara 120 dan 150 tahun.

Bahwa semua manusia akan mati, ini mungkin bukan pemikiran yang paling menenangkan.

Kendati begitu, kematian adalah harga yang tak terhindarkan, yang harus dibayar manusia untuk hidup.

Ajal akan datang seiring batas kadaluwarsa tubuh, sekalipun manusia berusaha untuk memperlambatnya lewat kemajuan obat-obatan dan teknologi.


Susan Schneider, seorang filsuf dan direktur pendiri Center for the Future Mind di Florida Atlantic University, AS, menyatakan bahwa manusia tak bisa melawan alam semesta.

"Jika seseorang, katakanlah, meningkatkan otak dan tubuh mereka untuk hidup dalam waktu yang sangat lama, mereka tetap tidak akan dapat hidup melampaui akhir alam semesta," katanya.

Menurut para ilmuwan, misteri tentang potensi keabadian manusia akan redam seiring dengan berakhirnya alam semesta.

Tetapi, beberapa ilmuwan berspekulasi tentang selamat dari kematian alam semesta, seperti yang dilaporkan jurnalis sains, John Horgan untuk Scientific American.

"Tetapi, tidak mungkin ada manusia yang hidup hari ini akan mengalami kematian alam semesta," ujarnya.

Untuk hidup tanpa batas, naka manusia harus bisa menghentikan tubuh dari penuaan.

Sekelompok hewan mungkin telah memecahkan masalah ini, jadi tidak terlalu mengada-ada.

Hydra adalah invertebrata kecil seperti ubur-ubur dengan pendekatan penuaan yang luar biasa. Sebagian besar tubuh dari spesies ini terdiri dari sel-sel induk yang terus membelah untuk membuat sel-sel baru, karena sel-sel mereka yang lebih tua dibuang.

Masuknya sel-sel baru secara konstan memungkinkan hydra meremajakan diri sendiri, dan tetap awet muda.

"Mereka tampaknya tidak menua, jadi berpotensi mereka abadi," kata Daniel Martínez, seorang profesor biologi di Pomona College di Claremont, California, AS.

Penemu kurangnya penuaan hydra ini menunjukkan bahwa hewan tidak harus menjadi tua, tetapi itu tidak berarti manusia dapat meniru kebiasaan peremajaan hewan.

Dengan panjang 10 milimeter, hydra berukuran kecil, dan tidak memiliki organ.

"Itu tidak mungkin bagi manusia, karena tubuh manusiasangat kompleks," lanjut Martínez.

Manusia memiliki sel punca yang dapat memperbaiki, bahkan menumbuhkan kembali bagian-bagian tubuh, seperti di bagian hati.

Hanya saja, tubuh manusia tidak dibuat hampir seluruhnya dari sel-sel ini, seperti halnya hydra. Manusia membutuhkan sel untuk melakukan hal-hal selain hanya membelah, dan membuat sel baru.

Misalnya, sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.

"Sel ini berkomitmen pada suatu fungsi, dan dalam melakukan itu, sel ini harus kehilangan kemampuan untuk membelah," kata Martínez.

Seiring bertambahnya usia sel, maka manusia pun mengalaminya.

"Kita tidak bisa begitu saja membuang sel-sel lama kita seperti hydra, karena kita membutuhkannya," tambah Martinez.

Misalnya, neuron di otak mengirimkan informasi. "Neuron tidak bisa diganti," kata Martínez. "Karena jika tidak, manusia tidak akan bisa mengingat apapun."

Hydra dapat menginspirasi penelitian yang memungkinkan manusia untuk hidup lebih sehat.

Misalnya, dengan menemukan cara agar sel-sel manusia berfungsi lebih baik seiring bertambahnya usia.

Namun, menurut Martínez, firasatnya adalah bahwa manusia tidak akan pernah mencapai keabadian biologis seperti itu.


Manusia kemungkinan dapat hidup di luar batas biologis dengan kemajuan teknologi masa depan yang melibatkan nanoteknologi.

Ini adalah manipulasi bahan dalam skala nano, kurang dari 100 nanometer (satu miliar meter atau 400 miliar inci).

Mesin sekecil ini dapat melakukan perjalanan dalam darah, dan mungkin mencegah penuaan dengan memperbaiki kerusakan yang dialami sel dari waktu ke waktu.

Nanotech juga dapat menyembuhkan penyakit tertentu, termasuk beberapa jenis kanker, dengan menghilangkan sel kanker dari tubuh, menurut University of Melbourne di Australia.

Toh mencegah tubuh manusia dari penuaan masihhlah belum cukup untuk mencapai keabadian. Hydra, misalnya.

Meskipun tidak menunjukkan tanda-tanda penuaan, makhluk itu tetap mati.

"Hydra akan dimakan oleh predator, seperti ikan, dan binasa jika lingkungan mereka berubah terlalu banyak, seperti jika kolam membeku di musim dingin," kata Martínez.


Manusia tidak memiliki banyak predator untuk dilawan, tetapi manusia rentan terhadap kecelakaan fatal, dan rentan terhadap peristiwa lingkungan yang ekstrem, seperti dampak perubahan iklim.

Manusia akan membutuhkan wadah yang lebih kuat dari tubuhnya saat ini untuk memastikan kelangsungan hidup jauh di masa depan.

Teknologi nano juga dapat memberikan solusi untuk ini.

Seiring kemajuan teknologi, para futuris mengantisipasi dua tonggak penting.

Tonggak pertama adalah singularitas, di mana manusia akan merancang kecerdasan buatan (AI) yang cukup pintar untuk mendesain ulang dirinya sendiri.

Dengan demikian, manusia akan menjadi semakin pintar hingga jauh lebih unggul dari kecerdasan manusia itu sendiri.

Tonggak kedua adalah keabadian virtual, di mana manusia akan dapat memindai otaknya, dan mentransfer dirinya ke media non-biologis, seperti komputer.

Para peneliti telah memetakan koneksi saraf cacing gelang (Caenorhabditis elegans). Sebagai bagian dari apa yang disebut proyek OpenWorm.

Otak cacing ini kemudian disimulasikan dalam perangkat lunak, yang mereplikasi koneksi saraf, dan memprogram perangkat lunak itu untuk mengarahkan robot Lego, menurut Majalah Smithsonian.

Robot itu kemudian tampak mulai bertingkah seperti cacing gelang.

Para ilmuwan tidak dekat dengan pemetaan hubungan antara 86 miliar neuron otak manusia (cacing gelang hanya memiliki 302 neuron).

Tetapi, kemajuan dalam kecerdasan buatan dapat membantu manusia hingga ke tahap itu.

Setelah pikiran manusia ada di komputer dan dapat diunggah ke internet, maka tidak perlu khawatir bahwa tubuh manusia akan binasa.

Memindahkan pikiran manusia keluar dari tubuh, akan menjadi langkah signifikan menuju keabadian.

Tetapi, menurut Schneider, ada hal yang menarik.

"Saya tidak berpikir itu akan mencapai keabadian untuk Anda, dan itu karena saya pikir Anda akan membuat ganda digital," katanya.

Schneider, yang juga penulis Artificial You: AI and the Future of Your Mind (Princeton University Press, 2019), menjelaskan, eksperimen pemikiran itu bertujuan menguji apakah otak bertahan atau tidak dalam proses pengunggahan.

Jika otak benar-benar bertahan, maka salinan digital itu bisa menjadi manusia itu sendiri.

Sebaliknya, salinan digital juga tidak bisa menjadi diri manusia, jika otak manusia itu sendiri tidak bisa bertahan dalam proses pengunggaha.

Menurut Schneider, rute yang lebih baik untuk umur panjang yang ekstrem (sambil juga melestarikan orang tersebut) adalah melalui peningkatan biologis sesuai dengan kelangsungan hidup otak manusia.

Rute lain yang lebih kontroversial adalah melalui chip otak.

"Ada banyak pembicaraan tentang penggantian bagian otak secara bertahap dengan chip. Jadi, akhirnya, seseorang menjadi seperti kecerdasan buatan," kata Schneider.

Dengan kata lain, manusia perlahan-lahan bertransisi menjadi cyborg, dan berpikir dalam chip daripada neuron.***

Sumber: Scientific American, Live Science, Nature Communications,

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler