Keren, Cabai Hias 'Wong Ndeso' dari Malang Tembus Mancanegara

27 Februari 2021, 18:27 WIB
CABAI HIAS - Luar biasa. Budidaya cabai hias warga dari sejumlah desa di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, berhasil tembus pasar mancanegara lewat penjualan online./SHOPEE/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

MALANG, KALBAR TERKINI - Supaya lebih menarik pembeli maka arek-arek Malang ini ternyata begitu kreatif. Pelengkap bumbu masak ini dibudidayakan pula sebagai tanaman hias.

Pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian masyarakat lesu ikut terpuruk, tidak menyurutkan warga di sejumlah desa Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, nelagsa kelamaan. Terbukti, perekonomian mereka  tetap bertahan melalui sejumlah kreasi yang dimunculkan. 

Dilansir Kalbar-Terkini.com dari KBRN, Sabtu, 27 Februari 2021, kreativitas ini terlihat antara lain di Desa Dampit. Warga  melakukan budidaya tanaman cabai hias. Bahkan, 100 jenis tanaman cabai dibudidayakan sehingga menarik pembeli dari  mancanegara. 

Baca Juga: Besan Jokowi Turun 'Gunung', Pantau Vaksinasi Covid-19 di Medan

"Saya melakukan budidaya cabai hias unik impor. Sampai sekarang, ada 100 dari 450 lebih varian cabai di dunia yang kami budidayakan di sini, dengan cara hidroponik di kebun kecil kami," ungkap pembudidaya tanaman cabai hias asal Dampit, Suwassono.

Selama pandemi Covid-19, Sumassono mengaku banyak mengisi waktu di rumah sesuai mengikuti anjuran pemerintah. Waktunya dihabiskan dengan melakukan kegiatan bercocok tanam aneka varian cabai. 

Baca Juga: Harga Emas Dunia Dipatok 46,60 Dolar, Terburuk Sejak Juni 2020

Sejumlah jenis tanaman cabai yang ditanam di antaranya Carolina reaper, Jays ghost pepper, Bhut jolokia, Big black mama chupetinho, Buble gum, Sangria, Sparkler, Lemon drop, dan jenis-jenis lainnya.

Swass, sapaan akrab Swassono menjelaskan, menjelaskan bahwa dia menanam dengan cara hidroponik sistim sumbu (wick system) sejak tahun 2018 dengan memanfaatkan lahan terbatas di halaman rumah.

"Kalau dihitung, modal awal untuk instalasi greenhouse, benih, nutrisi, dan perlengkapan lain, sekitar Rp 10 juta," terangnya.

Baca Juga: Disebut Vaksinasi Gotong Royong, Pemerintah Pesan 30 Juta Vaksin Covid-19 Jenis Sinopharm

Swass mengaku membeli bibit impor dari beberapa negara. Sedangkan untuk pembelian lokal dilakukan secara online dan pertukaran benih baru dengan komunitas tanaman.

Ia juga mengaku mendapatkan ilmu budidaya hidroponik dari temannya yang memiliki hobby serupa.  "Dari komunitas tanaman, dan otodidak, juga membaca literatur praktek langsung. Kami memanfaatkan lahan seluas sekitar 25 meter persegi di depan rumah itu," urainya. 

Disebutkan, jangka waktu tanaman cabai dapat dipanen, tergantung dari jenis varietasnya. Ada yang berusia pendek, dan ada pula yang berusia panjang. Semuanya dijual dalam bentuk benih biji, buah segar, dan bibit tanaman.

Seluruhnya dijual dilakukan secara online.  "Untuk hasil buah tergantung dari jenis varietas cabainya, rata-rata usia 10-12 minggu sudah berbuah," jelasnya. 

Swass menyebut, pembeli cabai hias ini berasal dari Italia, New Delhi, India, dan Vietnam. Sementara, pembeli dari Indonesia, di antaranya dari Bogor, Jember, Semarang, Mojokerto, Jakarta, dan kota lainnya. Dari luar Jawa, antara lain,  Lampung, Samarinda, Batam, dan Palembang.

Ia sudah melakukan upaya memberdayakan warga bersama komunitas Grup Hidroponik Dampit (GHD).  "Kami melakukan pemberdayaan bersama GHD kepada beberapa pegggerak PKK," tukasnya.***

 

Sumber: KBRN

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler