Jokowi Siapkan Akhir Jabatan yang Mantap: Kendati Minus Perhatikan Penegakan Hukum

- 17 Juni 2022, 09:05 WIB
Unggahan Instagram Prabowo Subianto yang menunjukkan pertemuan bersama Jokowi dan 7 ketua umum partai.
Unggahan Instagram Prabowo Subianto yang menunjukkan pertemuan bersama Jokowi dan 7 ketua umum partai. /


KALBAR TERKINI - Pemerintahan Presiden Joko Widodo harus lebih memperhatikan reformasi di bidang-bidang seperti penegakan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan akses terhadap keadilan.

Jokowi, panggilan akrabnya, juga dinilai meremehkan visi moros maritimnya, sebagai kebijakan luar negeri untuk mengubah Indonesia menjadi hub maritim.

Hanya sedikit kemajuan yang dicapai untuk salah satu kebijakan luar negeri ini, selama masa pemerintahan pertamanya pada periode 2014-2019.

Baca Juga: RESUFFLE KABINET Jokowi! Zulkifli Hasan Jabat Mendag dan Mantan Panglima TNI jadi Menteri ATR/BPN

"Bisa dimaklumi. Mungkin karena begitu sedikit kemajuan yang telah dibuat di bidang itu sehingga janji ini sengaja diabaikan, dan dibiarkan 'dilupakan'," tulis Fulcrum Analisysis on Southeast Asia, yang dikelola oleh ISEAS – Yusof Ishak Institute.

Lebih lanjut, menurut Yanuar Nugroho dan Hui Fong dalam Fulcrum Analisysis on Southeast Asia, 28 Februari 2022, pemerintahan Jokowi, panggilan akrab Joko Widodo, tinggal tersisa dua tahun lagi.

Menjelang akhir masa jabatannya, Jokowi membutuhkan peta jalan yang layak, dan pelaksanaan kebijakan yang baik untuk mencapai hasil yang signifikan untuk prioritas yang dinyatakannya.

Baca Juga: Pasca Pencabutan Larangan Ekspor oleh Jokowi, Harga CPO Provinsi Kalbar Masih Turun Capai Rp 12.727,15/Kg

Diakui bahwa dalam semua hal, masa jabatan kedua Jokowi dimulai dengan pijakan yang benar.

Jokowi telah menang dengan margin yang lebih besar (dibandingkan ketika pertama kali bertarung pada 2014).

Jokowi juga memiliki mayoritas anggota di parlemen yang berada di belakangnya.

Bahkan faktanya, koalisinya telah berkembang dengan memasukkan beberapa partai yang menentangnya selama pemilihan.

Dia telah berhasil mengkooptasi lawan sebelumnya, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno ke dalam kabinetnya.

Baca Juga: BUYA SYAFII MAARIF Meninggal Dunia! Jokowi Langsung Terbang ke Jogja Antar ke Peristirahatan Terakhir

Dengan sangat sedikit oposisi formal di parlemen dan pertimbangan politik (karena ini adalah masa jabatan kedua dan terakhirnya) untuk membatasinya, Jokowi menikmati peluang yang signifikan untuk membentuk warisan politiknya.

Jokowi mencapai beberapa keberhasilan dalam mencapai Nawacita (Sembilan Cita-cita) di masa jabatan pertamanya.

Ini terutama dalam mengurangi kemiskinan dan mempersempit kesenjangan antara Jawa dan seluruh Indonesia, melalui pembangunan infrastruktur.

Jokowi kemudian menindaklanjuti dengan menawarkan 'lima visi' dalam bukunya term kedua: transformasi ekonomi, kelanjutan pembangunan infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia, reformasi birokrasi, dan penyederhanaan regulasi.

Baca Juga: ADIK JOKOWI Menikah dengan Ketua MK Anwar Usman, Dinikahkan Langsung Presiden Hari ini

Dia juga berjanji akan memindahkan ibu kota negara, dan meletakkan dasar untuk mewujudkan impian Indonesia 2045 dengan merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2026-2045.

Sayangnya, Covid-19 mengintervensi. Jokowi baru saja memulai masa jabatan keduanya, dan menguraikan agendanya, ketika pandemi melanda Indonesia.

Rencana untuk meningkatkan ekonomi dan reformasi birokrasi pun harus ditunda untuk mengelola tantangan kesehatan masyarakat, ekonomi dan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya yang ditimbulkan oleh pandemi.

Sementara pandemi sekarang ini kemungkinan terkendali (jika varian Omicron tidak membawa gelombang infeksi lain yang menghancurkan), Jokowi dan pemerintahannya hanya memiliki waktu sedikit.

Kurang dari tiga tahun bagi Jokowi untuk mengkonsolidasikan warisannya.

Tetapi ada fakta bahwa beberapa anggota kabinetnya (dan partai-partai politik yang mendukung mereka) akan berdesak-desakan untuk mendapatkan posisi yang menguntungkan dalam persiapan untuk pemilihan 2024.

Dengan demikian, Jokowi mungkin hanya memiliki waktu 15 bulan lagi untuk mewujudkan rencananya.

Adapun janji politik periode pertama Jokowi yakni Nawacita, dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Hal ini bertujuan untuk memperbaharui kewajiban negara untuk melindungi semua orang dan memberikan rasa aman kepada semua warga negara.

Membuat kehadiran pemerintah terasa melalui tata kelola yang andal, yakni ,embangun Indonesia dari pinggiran, dan memperkuat pedesaan.

Juga menolak negara menjadi lemah dengan mereformasi sistem hukum; meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan serta pemerataan kekayaan.

Meningkatkan produktivitas dan daya saing masyarakat; mencapai kemandirian ekonomi; merevolusi karakter bangsa; dan penguatan keragaman dan restorasi sosial.

Janji Nawacita, sebagian dipenuhi melalui proyek infrastruktur besar-besaran, yang meningkatkan konektivitas, dan pembagian sumber daya yang meningkatkan fasilitas desa.

Juga telah membantu pembangunan manusia, dan memperbarui jaminan kesehatan nasiona;.

Namun, reformasi di bidang-bidang lain, seperti penegakan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan akses terhadap keadilan, masih perlu mendapat perhatian yang signifikan.

Yang pasti, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla telah mencapai hasil yang menggembirakan, membangun infrastruktur dengan cepat di seluruh negeri.

Jokowi berhasil menjaga pertumbuhan ekonomi tetap stabil di sekitar lima persen meskipun mengalami volatilitas global, membatasi inflasi di 2,72 persen, mendorong pengangguran turun menjadi 5,3 persen.

Juga telah mengurangi kemiskinan untuk pertama kalinya ke tingkat satu digit 9,41 persen, dan menurunkan koefisien Gini (yang mencerminkan ketidaksetaraan) menjadi 0,381.

Meskipun para pembangkang mungkin mengkritik kurangnya pencapaian Jokowi dalam penegakan hukum, perlindungan hak asasi manusia, dan masalah lingkungan, Jokowi memang menyampaikan beberapa isu penting selama masa jabatan 2014-2019.

Dari lima fokus tersebut, hanya kelanjutan pembangunan infrastruktur yang terlihat on track, meski sempat tersendat.

Transformasi ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia pasti terganggu.

Sementara itu, reformasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi yang didorong dengan bantuan UU Cipta Kerja ‘Omnibus’, belum dilaksanakan secara optimal, terutama di tingkat daerah yang sebenarnya banyak melakukan investasi.

Untuk masa jabatan keduanya, dengan Maruf Amin sebagai wakil presidennya, Jokowi telah menghadirkan lima fokus: transformasi ekonomi.

Juga kelanjutan pembangunan infrastruktur; pengembangan sumber daya manusia' reformasi birokrasi; dan penyederhanaan peraturan.

Agenda Jokowi juga adalah pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur, dan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2026-2045.

Ini untuk mewujudkan mimpi 'Indonesia 2045' menjadi ekonomi terbesar keempat atau kelima di dunia.

Tetapi ketika Jokowi melanjutkan untuk mengkonsolidasikan warisannya dalam masa jabatan keduanya, pandemi Covid-19 menghantam Indonesia dengan parah.

 

Dampak pandemi sangat mempengaruhi pencapaian Jokowi.

Pada akhir 2020, perekonomian telah menyusut 2,07 persen, pengangguran meningkat menjadi 7,07%, dan tingkat kemiskinan telah kembali ke angka dua digit 10,19 persen.

Tidak diragukan lagi, pemenuhan tujuan Jokowi-Maruf telah terpengaruh.

Dua tahun masa jabatan kedua Jokowi, Kantor Eksekutif Presiden (KSP) mengeluarkan laporan perkembangan kinerja pemerintah.

Dari lima fokus tersebut, hanya kelanjutan pembangunan infrastruktur yang terlihat on track, meski sempat tersendat.

Transformasi ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia pasti terganggu.

Sementara itu, reformasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi yang didorong dengan bantuan UU Cipta Kerja ‘Omnibus’, belum dilaksanakan secara optimal, terutama di tingkat daerah yang sebenarnya banyak melakukan investasi.

Pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur juga terhambat: bukan hanya pembangunan infrastruktur yang terhambat oleh pandemi, tetapi juga sulitnya relokasi pegawai negeri sipil (ASN) dari Jakarta.

Keengganan pemerintah untuk memprioritaskan kesehatan di atas ekonomi di awal pandemi bisa jadi karena kekhawatiran tujuan yang ditetapkan di bawah lima fokus tidak akan terwujud.

Namun saat pandemi tampaknya sudah terkendali, pemerintah perlu menentukan prioritas di antara lima fokus, yakni penyusunan RPJPN dan pemindahan ibu kota.

Ini membutuhkan peta jalan yang menetapkan target yang layak, yang pada gilirannya akan mengkonsolidasikan warisan Jokowi selama sisa masa jabatannya sebagai presiden.

Dalam hal transformasi ekonomi, upaya harus diarahkan untuk membangun ekonomi yang produktif, dan berdaya saing melalui investasi di sektor produktif.

Juga diperlukan insentif bagi UKM dan sektor informal, pengentasan kemiskinan (terutama pengentasan kemiskinan ekstrim), dan pembangunan desa melalui dana desa ( dana desa).

Dalam hal pembangunan infrastruktur fisik, prioritas harus diberikan pada peningkatan produktivitas dan mengatasi ketimpangan antara Jawa dan daerah lain di nusantara.

Ini berarti melengkapi infrastruktur konektivitas di pulau-pulau utama selain Jawa.

Misalnya, jalan tol Trans-Sumatera, Trans-Kalimantan, Trans-Sulawesi dan Trans-Papua, pelabuhan laut (khususnya di Indonesia Timur), bandara di luar Jawa, dan peningkatan transportasi laut.

Pengembangan sumber daya manusia harus diarahkan untuk menghindari jebakan demografis, yakni ketika orang-orang dalam rentang usia produktif sebenarnya tidak produktif.

Beberapa langkah yang dapat diterapkan termasuk memastikan cakupan perawatan kesehatan universal, pendidikan wajib, dan defragmentasi skema yang ada untuk perlindungan sosial dan layanan publik.

Pada saat yang sama, National Talent Management (MTN) sebagai lembaga pengembangan ekosistem talenta Indonesia perlu dibentuk.

Reformasi birokrasi diperlukan untuk meningkatkan kapasitas negara melalui debirokratisasi, pengenalan merit system.

Juga harus dilakukan perombakan kurikulum peningkatan kapasitas pegawai negeri sipil, dan pengenalan database pegawai negeri.

Penyederhanaan regulasi seharusnya meningkatkan kemudahan berusaha.

Dalam hal ini, penerapan Omnibus Law harus memastikan bahwa investasi yang efektif berlangsung di lingkungan yang bebas repot dan menciptakan lapangan kerja baru.

Mencapai hal di atas sangat penting dan paling baik didorong langsung oleh presiden, karena banyak anggota kabinet yang terkait dengan partai politik dan kepentingan, dan akan terjebak dalam manuver dan kampanye untuk pemilu 2024.

Pendekatan yang paling realistis adalah Jokowi menempatkan orang-orang yang mampu sebagai wakil menteri.

Ini untuk mengerjakan aspek teknokratis dari fokus, dan memastikan penyampaian ide-idenya saat para menteri sibuk dengan politik.

Kedua, proses penanganan Covid-19, dan pemulihan ekonomi, seperti yang disampaikan Jokowi sendiri dalam rilis resmi presiden, adalah transisi dari status pandemi ke endemik.

Namun para sarjana dan ahli epidemiologi belum melihat strategi yang jelas untuk memenuhi target ini.

Indonesia membutuhkan suatu perencanaan yang komprehensif yang dapat melakukan intervensi epidemiologi, ekonomi, dan sosial dengan baik.

Ini menyiratkan pelaksanaan segera dari tiga langkah terukur: penindasan, stabilisasi, dan normalisasi.

Supresi bertujuan untuk mengurangi jumlah kasus dan kematian.

Pada tahap ini, pemerintah harus menerapkan strategi 'tarik dan dorong', yakni menggabungkan langkah-langkah pembatasan mobilitas dengan penelusuran besar-besaran, terutama ketika varian baru ditemukan dan gelombang baru melanda.

Stabilisasi mengontrol skala transmisi dan mempersiapkan pembukaan kembali kegiatan sosial-ekonomi.

Fokus di sini adalah pengembangan teknik pengendalian infeksi (seperti sirkulasi udara di tempat-tempat umum berisiko tinggi seperti restoran, mal dan pabrik), dan penguatan pengawasan untuk tracing dan isolasi.

Dan terakhir, normalisasi berusaha membantu orang menjalani kehidupan normal, meskipun di bawah pengawasan medis.

Pemerintah harus fokus menyelesaikan peluncuran vaksinasi (yang saat ini baru mencapai 60 persen dari populasi).

Juga mempercepat suntikan booster, memperkuat fasilitas kesehatan (rumah sakit dan klinik) dengan tenaga kesehatan.

Juga disediakan peralatan dan obat-obatan yang memadai, dan mendorong 'gaya hidup normal baru' yang mematuhi protokol kesehatan masyarakat.

Harus dilakukan pengalihan sumber daya anggaran pemerintah, dari pembangunan infrastruktur fisik ke pembangunan sumber daya manusia non-fisik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022.

Ini merupakan langkah yang tepat. Sebab, anggaran infrastruktur hanya Rp384,8 triliun, dibandingkan anggaran kesehatan Rp255,3 triliun, perlindungan sosial Rp427,5 triliun, dan pendidikan Rp541,7 triliun.

Tantangan sebenarnya ada di implementasi, dan di sinilah (macet) reformasi birokrasi berimplikasi.

Birokrasi yang berbelit-belit tidak membantu dalam krisis dan situasi mendesak, terbukti dengan keterlambatan penyaluran bansos.

Juga terkait pembayaran insentif fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan, pemberian santunan kepada keluarga tenaga kesehatan yang meninggal, dan proses vaksinasi.

Reformasi birokrasi tidak akan mudah. Beberapa reformasi telah dilaksanakan, seperti sistem rekrutmen berdasarkan prestasi.

Tapi, tidak mungkin untuk menyelesaikan reformasi yang komprehensif (termasuk gaji tunggal dan pesangon sukarela untuk pegawai negeri) dalam waktu yang tersisa.

Untuk menghindari kendala birokrasi yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka pendek, salah satu upaya penanganan pandemi, adalah dengan memperkuat peran Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan.

Atau juga, memberikan mandat koordinasi kepada Kementerian Kesehatan.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk bertindak sebagai otoritas tertinggi pada saat krisis, dan bencana. Jika ini terbukti efektif, itu bisa menjadi warisan penting Jokowi.

Ketiga, pemindahan ibu kota negara dengan mempertimbangkan dinamika pandemi, perlu direncanakan dengan matang.

Sejak diumumkan dalam pidato kenegaraan tahunan pada 16 Agustus 2019, belum ada langkah konkrit hingga pemerintah menyerahkan RUU tentang ibu kota kepada parlemen pada akhir September 2021.

Sejak parlemen resmi mengesahkan UU tentang Ibu Kota. Ibukota pada 18 Januari 2022, pembangunan ibu kota baru yang diberi nama 'Nusantara', harus segera dimulai.

Pembangunan infrastruktur fisik harus diprioritaskan, dilaksanakan, dan diawasi secara ketat.

Karena memindahkan semua kementerian dan personel adalah tugas logistik yang sangat besar, jadwal harus jelas, layak dan terdefinisi dengan baik.

Bahkan, jika itu berarti menyusun jadwal yang berlangsung lebih dari satu atau dua dekade.

Apa yang perlu diperjelas secara publik adalah apa yang menjadi tanggung jawab pemerintahan Jokowi-Ma'ruf saat ini, dan apa yang harus dicapai oleh pemerintahan selanjutnya.

Artinya, harus ada kerangka regulasi turunan Undang-Undang tentang Ibukota (seperti Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain).

Juga, kerangka kelembagaan, termasuk pembentukan Otoritas Permodalan yang sudah lama dibahas, atau badan serupa, sebagai badan negara pelaksana.

Untuk mengkonsolidasikan warisan ini di luar masa jabatan Jokowi, pemerintah perlu menerapkan mekanisme sistematis untuk menjaga kompetensi teknokratis negara Indonesia.

Terakhir, pemerintahan Jokowi berada pada posisi yang tepat, untuk merumuskan visi Indonesia 2045 melalui finalisasi RPJPN 2026-2045.

RPJPN harus cukup ambisius dan berani untuk memberikan arah yang jelas dan kerangka yang kokoh bagi Indonesia untuk melangkah menuju negara maju.

RPJPN ini harus mampu menjawab tantangan utama bangsa, yang setidaknya ada delapan: mobilitas sosial yang rendah, urbanisasi yang cepat, tersierisasi, perubahan iklim.

Juga ketahanan pangan, pengelolaan sumber daya alam, ketahanan energi, dan kualitas kelembagaan (Knowledge Ecosystem and Inovasi, 2020).

Lebih lanjut, Jokowi harus mampu merencanakan, mengidentifikasi dan memprioritaskan program-program yang dapat menjawab tantangan-tantangan di atas, sekaligus menavigasi lanskap politik.


Jika masalah yang diangkat di bagian terakhir dapat diatasi, maka Jokowi akan segera mengkonsolidasikan warisannya.

Apalagi jika langkah-langkah yang tepat diambil, yang akan dikonsolidasikan bukan hanya sekedar warisan, tetapi juga landasan teknokratis.

Ini akan membantu Indonesia menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia.

Gravitasi terhadap kompetensi teknokratis ini, telah berkembang, dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.

Ini karena pemilihan pemimpin secara langsung telah memunculkan kandidat yang harus bertanggung jawab kepada pemilih.

Sebagian di antara pemilih menyiratkan pemerintahan yang efektif dan efisien.

Untuk mengkonsolidasikan warisan ini di luar masa jabatan Jokowi, pemerintah perlu menerapkan mekanisme sistematis untuk menjaga kompetensi teknokratis negara Indonesia.

Mekanisme yang pertama adalah reformasi birokrasi.

Tantangan bagi Jokowi adalah menemukan cara untuk mendorong dan memantau inisiatif-inisiatif tersebut agar dapat dicapai dalam dua tahun ke depan.

Kedua, perlu ada mekanisme untuk menilai semua pencapaian pemerintah secara objektif.

Meskipun segala bentuk evaluasi dapat menimbulkan perdebatan, yang penting adalah bahwa alat evaluasi sistematis untuk mengaudit kinerja pemerintah diperkenalkan untuk mengukur kualitas tata kelola secara teratur.

Semua ini, pada gilirannya akan memperkuat kredibilitas lembaga pemerintah.

Ketiga, semua laporan tentang capaian pemerintah, terutama yang dikeluarkan oleh Kantor Eksekutif Presiden, harus diatur ke dalam gudang pengetahuan yang dapat diakses oleh publik.

Pada gilirannya, ini akan berfungsi sebagai gudang warisan masing-masing presiden Indonesia dan pemerintahannya.

Jika langkah tersebut diambil, maka akan ada substansi pemikiran Jokowi sebagai 'Bapak Indonesia Maju'.

Namun dengan sedikit waktu tersisa, Jokowi akan membutuhkan penerus yang ramah. untuk melanjutkan apa yang telah dimulainya, meskipun penerus ini juga memiliki visi politiknya sendiri.

Warisan sejati tidak hanya didasarkan pada kenangan masa lalu yang bertahan di masa sekarang.

Ini adalah pintu gerbang menuju masa depan.

Warisan terbaik Jokowi adalah fondasi di mana para penerusnya dapat terus membuat Indonesia tidak hanya lebih maju, tetapi juga lebih beradab dan bermartabat.***

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: Fulcrum Analisysis on Southeast Asia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x