Polemik UU KUHP, Dikritik Buruh Hingga PBB. Berikut Daftar Pasal-pasalnya yang Kontroversial

10 Desember 2022, 17:53 WIB
KUHP mendapat kritik dari berbagai pihak. Pasal-pasalnya yang kontroversial mendapat protes mulai dari buruh hingga PBB. /

KALBAR TERKINI - Buruh pada akhir pekan ini menggelar aksi unjuk rasa Peringatan Hari HAM Internasional.

Juru Bicara Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK), Nining Elitos mengklaim total 2.000 orang mengikuti aksi unjuk rasa tersebut.

Nining menjelaskan tuntutan utama dari aksi unjuk rasa pada Hari Ham Internasional ini adalah pembatalan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), cabut omnibus law uu cipta kerja, serta selesaikan kasus pelanggaran HAM.

Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia turut mengkritik Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang disahkan awal pekan ini.

Dalam pernyataan resmi, PBB prihatin atas pasal-pasal tertentu dalam KUHP yang dinilai tak sesuai dengan kebebasan dasar dan hak asasi manusia.

PBB khawatir beberapa pasal dalam revisi KUHP bertentangan dengan kewajiban hukum internasional Indonesia terkait hak asasi manusia.

Lebih lanjut, PBB menerangkan sejumlah pasal berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers.

Baca Juga: HUBUNGAN Romantis China, Negara-Negara Arab, dan Huawei, Ada Apa?

Pakar Hak Asasi Manusia PBB juga sempat mengirim surat ke pemerintah Indonesia soal kekhawatiran dia terkait KUHP pada 25 November 2022.

Saat itu pemerintah Indonesia sedang mempersiapkan penerapan KUHP, PBB menyerukan kepada pihak berwenang untuk memanfaatkan proses reformasi.

"Ini untuk memastikan bahwa hukum dalam negeri diselaraskan dengan kewajiban hukum hak asasi manusia internasional Indonesia dan komitmennya terhadap Agenda 2030 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)," bunyi pernyataan PBB tersebut.

Berikut beberapa pasal kontroversial yang masih dimuat dalam UU KUHP:

1. Penghinaan Terhadap Presiden.

Ketentuan pidana tersebut dituangkan dalam pasal 218.

Pelaku diancam hukuman tiga tahun penjara.

Pasal ini merupakan delik aduan.

Bagian penjelasan pasal tersebut menyebutkan, menyerang kehormatan adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri.

Perbuatan menista atau memfitnah masuk dalam kategori.

Ayat (2) pasal tersebut memberi pengecualian.

Perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri tidak termasuk kategori penyerangan kehormatan atau harkat martabat.

Baca Juga: Update Kasus Kalideres: Polisi Ungkap Proses Kematian yang di Luar Kewajaran, Satu Korban Alami Delusi

2. Pasal Makar.

Pasal 192 menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah NKRI jatuh kepada kekuasaan asing atau untuk memisahkan diri dari NKRI dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara maksimal 20 tahun.

Pasal 193 ayat (1) mengatur setiap orang yang melakukan makar dengan maksud menggulingkan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

Sementara itu, Pasal 193 ayat (2) menyatakan pemimpin atau pengatur makar dipidana dengan pidana penjara maksimal 15 tahun.

3. Penghinaan Lembaga Negara

Dalam UU KUHP juga masih mengatur ancaman pidana bagi penghina lembaga negara seperti DPR hingga Polri.

Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 349.

Pasal tersebut merupakan delik aduan.

Pada ayat 1 disebutkan, setiap orang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara, dapat dipidana hingga 1,5 tahun penjara.

Ancaman pidananya bisa diperberat jika penghinaan menyebabkan kerusuhan.

Pasal 350, pidana bisa diperberat hingga dua tahun jika penghinaan dilakukan lewat media sosial.

Sedangkan yang dimaksud kekuasaan umum atau lembaga negara dalam KUHP yaitu DPR, DPRD, Kejaksaan, hingga Polri. Sejumlah lembaga itu harus dihormati.

Baca Juga: Konsisten! Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2022 Cetak Kampiun Baru

4. Pidana Demo Tanpa Pemberitahuan

Pidana atau denda bagi penyelenggara demonstrasi tanpa pemberitahuan.

Hal tersebut tertuang dalam Pasal 256.

5. Berita Bohong

KUHP mengatur soal penyiaran, penyebarluasan berita atau pemberitahuan yang diduga bohong.

Pasal ini, dapat menyasar pers atau pekerja media.

Pada Pasal 263 Ayat 1 dijelaskan bahwa seseorang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dapat dipenjara paling lama 6 tahun atau denda Rp500 juta.

Kemudian pada ayat berikutnya dikatakan setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan, padahal patut diduga berita bohong dan dapat memicu kerusuhan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 atau denda Rp200 juta.

Lebih lanjut, KUHP terbaru juga memuat ketentuan penyiaran berita yang dianggap tidak pasti dan berlebihan.

Seseorang yang membuat dan menyebarkan berita tersebut dapat dipenjara 2 tahun atau denda paling banyak Rp10 juta. Hal itu tertuang dalam pasal 264.

Baca Juga: DUA Link Download Lensa AI yang Sedang Viral di Medsos, Berikut Cara Buat Foto Anda Jadi Gambar Apik Nan Keren


6. Hukuman Koruptor Turun.

KUHP mengatur terkait pemberantasan tindak pidana korupsi.

Namun, hukuman pidananya mengalami penurunan.

Tindak pidana korupsi diatur pada Pasal 603.

Pada Pasal tersebut dijelaskan koruptor paling sedikit dipenjara selama dua tahun dan maksimal 20 tahun.

Selain itu, koruptor juga dapat dikenakan denda paling sedikit kategori II atau Rp10 juta dan paling banyak Rp2 miliar.

7. Pidana Kumpul Kebo

KUHP juga masih mengatur ketentuan hubungan seks di luar pernikahan.

Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 413 ayat (1) bagian keempat tentang Perzinaan.

Orang yang melakukan hubungan seks di luar pernikahan dapat diancam pidana penjara satu tahun.

8. Pidana Santet

Ketentuan itu dituangkan dalam pasal 252 ayat (1).

Ancaman hukuman pidana bagi pelaku santet mencapai 1,5 tahun.***



 

Editor: Yulia Ramadhiyanti

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler