Larangan Ekspor CPO, Dewan Kalbar, Suyanto Tanjung: Sikat ke Akar-akarnya, tapi Berikan Solusi bagi Petani

- 30 April 2022, 09:27 WIB
Ilustrasi proses pengangkutan kelapa sawit/
Ilustrasi proses pengangkutan kelapa sawit/ //@ReutersAsia/Twitter

KALBAR TERKINI - Pemerintah harus memberikan solusi atas nasib petani sawit yang dampak pemberlakuan larangan ekspor bahan baku minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO).

Ini terjadi setelah pabrik-pabrik pengolah CPO dilarang mengekspor , lewat moratorium yang diberlakukan sejak Rabu, 26 April 2022 tengah malam.

Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) Suyanto Tanjung menegaskan, moratorium tersebut merupakan wewenang pemerintah pusat untuk mengatasi krisis minyak goreng dari sawit di dalam negeri.

Baca Juga: Jokowi Prioritas Minyak goreng untuk Pasokan Domestik, Ekspor CPO dan Migor Sawit Resmi di Stop

"Sejak moratorium ini diberlakukan, harga tandan buah segar (TBS) sawit kian anjlok, alias makin parah dibandingkan bebeapa pekan silam," katanya kepada Kalbar-Terkini.com di Pontianak, Jumat, 29 April 2022.

Menurut Tanjung, petani sawit memang paham akan tujuan dari moratorium itu, karena sasarannya juga untuk kesejahteraan mereka.

"Hanya saja, ini (moratorium) tidak bisa berlaku seterusnya, karena harga CPO dunia saat ini, tidak mengalami penurunan," lanjut Tanjung yang juga Ketua DPD Partai Hanura Kalbar.

Baca Juga: Larangan Ekpor Minyak Goreng dan CPO Rugikan Petani Sawit, Peneliti: Stok Sawit Melimpah, Petani Bakal Merana

Penurunan harga jual TBS sawit petani di dalam negeri -di mana Indonesia merupakan negara di peringkat pertama sebagai negara penghasil sawit terbesar di dunia- sengaja dilakukan oleh kalangan oligarki atau korporasi.

"Ketika larangan ekspor CPO yang sempat diberlakukan telah dibuka kembali, semuanya mengekspor, sehingga stok CPO di dalam negeri berkurang," lanjut Tanjung.

Akibatnya, tambah pemilik channel YouTube ST Channel ini, produksi minyak goreng terutama jenis kemasan bermasalah kaena menipisnya CPO.

Baca Juga: Manga One Piece Chapter 1048: Mengenal Garp, Karakter Bukan Pengguna Buah Iblis dan Mengesankan

"Sejak sekitar empat bulan lalu, masyarakat antre minyak goreng di mana-mana," lanjutnya.

Itu sebabnya Tanjung sangat berharap agar moratorium tersebut dapat membuat terpenuhinya kebutuhan CPO di dalam negeri, sehingga stok seklaigus harga minyak goreng di dalam negeri menjadi stabil.

Diakuinya, konsumsi CPO di dalam negeri adalah 17 juta ton dari total produksi 47 juta ton.

Menurut Tanjung, jJika total produksi ini dikurangi dengan kebutuhan di dalam negeri ini, maka akan tersisa 30 juta ton CPO yang tak bisa diekspor.

Baca Juga: Jadwal Rilis dan Spoiler One Piece Chapter 1041: Misi CPO Berubah, Luffy Miliki Teknik Baru Gomu Gomu no Hydra

Gubernur Kalbar sendiri sudah meminta semua perusahaan sawit untuk tidak membeli TBS di bawah harga resmi yang ditetapkan oleh instansi terkait.

"Jadi, sebenarnya Gubernur Kalbar sudah luar biasa berusaha demi kepentingan masyarakat petani sawit mandiri, mengintervensi langsung ke perusahaan CPO agar membeli TBS sawit sesuai harga yang dipatok oleh pemerintah.

Hanya saja, yang terjadi adaah banyak pabrik pengolah CPO yang nakal, lantaran membeli TBS sawit di bawah harga pemerintah itu.

Baca Juga: Efek Penerapan MPO DMO Pemerintah, Stok Sawit Malaysia Terus Menipis, Harga Dunia CPO Terus Terkerek Naik

"Jadi, kita berharap semua perusahaan CPO di Kalbar untuk mematuhi instruksi gubernur," tegas Tanjung.

Sebaliknya, gubernur bersama instasi terkait diharapkan turun lansung ke lapanganu ntuk memantau harga.

"Tapi hingga hari ini, jangankan membeli TBS sesuai harga pemerintah, tapi perusahaan CPO justu tidak melakukan pembelian," tambah Tanjung.

Perusahaan-perusahaan CPO cenderung memanfaatkan momentum Lebaran, sengaja tutup lebih cepat.

"Bukanya juga lama sehigga petani semakin khawatir dengan kondisi seperti ini.

Baca Juga: Efek Penerapan MPO DMO Pemerintah, Stok Sawit Malaysia Terus Menipis, Harga Dunia CPO Terus Terkerek Naik

Makanya saya mengimbau gubernur bertindak sangat tegas, cabut izin perusahaan CPO yang terbukti melakukan pelanggaran itu," tgas Tanjung.

Dengan kondisi harga turun, biaya angkut TBS pun naik, lantaran harga mintak solar, pupuk dan biaya perawatan, juga naik.

"Jadi, pemerintah seharusnya mengkaji ulang larangan ekspor ini, dengan mengkombinasikan antara memenuhi kebutuhan CPO di dalam negeri, dan sisanya bisa ekspor," sarannya.

Menurut Tanjung, pemerintah pusat harus segera memberikan solusi.

Sebab ketika harga TBS turun, dan tidak dilakukan solusi dan antisipasi tyang baik, bisa saja terjadi gejolak sosial.

"Jangan sampai hal ini terjadi. Pemerintah sebaiknya mengkaji ulang larangan ini.

Jika keran ekspor VPO ditutup sekaligus maka minyak goreng yantg berlimpah di dalam negeri, tidak akan terserapoleh seluruh rakyat," katanya.

"Konsumsi CPO di dalam negeri hanya 17 dari 47 juta ton, dan ada sisa 30 ton. Yang 70 persen itu diekspor.

Memang, dengan larangan ini, menunjukkan bahwa pemerintah lagi marah, karena korporasi ini terus bermain, kemudian ada yang ditangkap KPK," tegas Tanjung

"Bahwa permainan ini harus disikat, kita setuju, tapi harus dipikirkan dampaknya,jangan sampai petani sawit terpapar karena pukulan telak yang tak bisa mereka lewati," tandas Tanjung.***

Editor: Slamet Bowo SBS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x