Sabu Segitiga Emas Serbu Kalbar: Ini Penyebabnya! Ada Keterlibatan Aparat dan Pejabat Perbatasan?

- 6 Februari 2022, 08:23 WIB
Ilustrasi stop drugs
Ilustrasi stop drugs /Pixabay

KALBAR TERKINI - Sabu Segitiga Emas Serbu Kalbar: Ini Penyebabnya! Ada Keterlibatan Aparat dan Pejabat Perbatasan?

Sering lolosnya narkoba dari Malaysia ke Indonesia termasuk di Provinsi Kalimantan Barat ditengarai akibat rawannya aksi penyuapan dari bandar narkoba kepada oknum di perbatasan kedua negara.

Narkoba ini sebagian besar dari wilayah Segitiga Emas (Golden Triangle), yang produksinya digenjot secara luar biasa sejak 2019, terutama dari utara Myanmar dan Laos.

Baca Juga: Randa Septian Dibekuk Polresta Bali Terlibat Narkoba, Menambah Daftar Panjang Pesohor Gunakan Barang Haram

Kalbar sendiri, sebagaimana dilansir Kalbar-Terkini.Com dari laporan Kantor PBB untuk Narkoba dan Kriminal (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC), sudah menjadi titik utama serbuan narkoba asal Segitiga Emas (Golden Triangle) sekaligus lokasi transit untuk diedarkan ke seluruh wilayah Indonesia.

Analisa ini terungkap dari dokumen UNODC bertajuk Transnational Organized Crime in Southeast Asia: Evolution, Growth, and Impact (Kejahatan Terorganisir Transnasional di Asia Tenggara: Evolusi, Pertumbuhan, dan Dampak.

Mengalahkan narkoba produksi Afghanistan terutama untuk sabu, disebutkan bahwa peredaran narkoba Segtiga Emas ini sudah menjadi lebih 'sangar'.

Baca Juga: KONTROVERSI Kerangkeng Manusia di Rumah Sang Bupati, Rehabilitasi Narkoba atau Perbudakan Manusia?

Karena juga melibatkan jaringan kriminal besar transnasional serta pemodal raksasa yang berbasis di Makau, China, Hong Kong, dan Thailand.

Karena sindikat ini royal membagikan uang suap kepada aparat guna melancarkan bisnisnya, maka peringatan ini penting.

Analisisa ini menyebutkan, banyak oknum aparat terkait di negara-negara tertentu di wilayah Asia Tenggara, yang terjebak oleh uang suap, terutama yang bertugas menjaga pintu masuk tapal-tapal batas antarnegara.

Baca Juga: FICO FACHRIZA Inisial FF, Komika yang Baru Saja Terciduk Polisi karena Kasus Narkoba, Ini Profilnya

UNODC memperkirakan, bahwa total nilai regional pasar heroin buatan Segituga Emas saja, sudah berkisar dari8,7-10,3 miliar dolar AS per tahun.

Ini belum ditambah dari produksi narkoba sintetis, yakni metamfetamina (metilamfetamina atau desoksiefedrin), disingkat met, atau di Indonesia dikenal sebagai sabu. Rata-rata omzetnya per tahun senilai 30,3 dan 61,4 miliar dolar AS.

Hanya saja, dibandingkan heroin, sabu adalah jenis narkoba yang paling banyak dproduksi, sehingga menggeser posisi heroin.

Baca Juga: Velline Chu Ditangkap Bersama Suami, Inikah KDRT yang Menjadi Pemicu Si Ratu Begal Konsumsi Narkoba?

Produksi semua jenis narkoba ini juga melibatkan pemasok bahan baku dari sejumlah negara besar di Benua Asia.

Posisi Kalbar sendiri berhadapan langsung dengan Semenanjung Malaysia di sebelah barat, yang merupakan pusat pemerintah Federasi Malaysia.

Sedangkan wilayah utara Malaysia di semenanjung itu, berbatasan dengan Thailand, yang juga memasok narkoba dari Segitiga Emas ke Malaysia.

Thailand sendiri, menurut laporan UNODC, adalah titik transit peredaran narkoba dengan tujuan utama berbagai negara, terutama Republik Korea, Australia, Jepang, dan Selandia Baru.

Baca Juga: Kompol Yuni Dipecat Usai Teribat Narkoba Bersama Anggotanya di Polsek Astana Anyar, Bandung

Di empat negara ini, narkoba jenis sabu dibeli dengan harga sangat tinggi baik di tingkat grosir maupun eceran, sehingga memicu terjadinya tren produksi massal sabu, sekaligus lonjakan kenaikan harga sejak 2019, yang mengalahkan narkoba-narkoba unggulan, terutama ekstasi dan heroin.

Disebutkan, terjadi peningkatan produksi sabu yang luar biasa dari wilayah Segitiga Emas, terutama dari utara Myanmar dan Laos.

Segitiga Emas adalah kawasan di bagian utara Asia Tenggara, yang meliputi Myanmar, Laos utara dan Thailand bagian utara. Disebut 'emas', karena kekayaan kawasan ini berasal dari emas hitam alias opium.

Kawasan ini merupakan penghasil candu dan heroin yang paling utama di Asia Tenggara. Sebelumnya, komoditas utama di Segitiga emas selama ratusan tahun adalah teh, batu giok, dan jati.

Belakangan, obat bius menjadi primadona setelah Kerajaan Inggris memberlakukan penanaman massal tanaman untuk bahan baku narkoba itu.

Produksi ini, terutama untuk mendorong budaya poppy untuk pasar Cina, suatu keuntungan yang sangat besar bagi perusahaan dagang Inggris, British East India Company sekaligus juga Pemerintah Inggris saat itu.

Seluas 950.000 kilometer persegi, Segitiga Emas berada di antara pertemuan Sungai Ruak dan Sungai Mekong.

Daerah terpencil bergunung-gunung dan berhutan lebat ini didiami oleh suku Shan, Tai Lu dan Hmong, Akha, Lisu, Yao, dan suku-suku lain yang lebih kecil, dan sebagian besar wilayahnya sangat sulit dicapai.

Bahkan, dua negara terdekat, Thailand dan Rangoon, sulit mengontrolnya.

Kekuatan politik dan militer di daerah yang menjadi bagian dari negara Laos dan Thailand ini, dikendalikan oleh komandan gerilyawan, terutama untuk penanaman dan produksi narkoba di laboratarium-laboratorium tersembunyi (klandestein).

Komandan ini hidup dari perdagangan obat-obatan terlarang, dan terus berlangsung di timur laut Myanmar, tapi setelah perang saudara di China, unit tentara Republik (Kuomintang) bergerak ke utara Thailand, dan merebut wilayah dengan Tentara Pemerintah Shan di bawah komando Khun Sa.

Sementara itu, tentara Negara Bagian Wa yang semakin kuat telah menjadi pemain utama, saat memudarnya pengaruh Kuomintang, dan Khun Sa mulai pensiun.

Adapun sejak 2019 telah terjadi peningkatan produksi untuk sabu yang menggeser posisi heroin.

Ini akibat tingginya permintaan pasar sehingga produksi bubuk kristal ini digenjot di laboratorium-laboratorium klandestein, 'terutama di pedalaman utara Myanmar dan Laos, kemudian dipasok ke Thailand untuk disebar ke berbagai belahan dunia.

Dari Thailand, masih menurut UNODC, metamfetamin kristal diperdagangkan melalui Selat Malaka dengan kapal penangkap ikan, dan merupakan jalur yang paling menonjol.

Tawau dan Kalbar adalah titik keberangkatan utama untuk narkoba sintetis yang diperdagangkan dari Malaysia ke Indonesia.

Penangkapan Terbaru di Kalbar

Di Kalbar sendiri, penangkapan terus terjadi tanpa henti. Pada Jumat, 14 Januari 2021, tiga tersangka berinisial RAH, ARD, dan JUL ditangkap oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) di komplek perumahan wilayah Kelurahan Saigon, Kota Pontianak, dan dari rumah itu disita sabu-sabu seberat 31,63 kilogram.

Kalbar sendiri selalu menjadi favorit untuk pintu masuk narkoba yang juga lewat darat dari Malaysia.

Berdasarkan data BNN sejak 2003, pernah di tangkap ekstasi dari Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, ke Jakarta sebanyak 10.000 butir.

Demikian juga pada 2011, disita delapan kilogram sabu tertangkap delapan kilogram sabu, dan penyelundupannya hingga saat ini terus berlangsung lewat 'jalan tikus' di sepanjang Aruk di Kabupaten Sambas hingga Lubuk Antu di Kabupaten Putussibau.

Adapun pengungkapkan kasus kejahatan narkoba terbaru di Pontianak ini merupakan satu dari tiga pengungkapan kejahatan yang sama dalam satu jaringan di tiga provinsi, yakni Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Riau.

Total barang bukti yang berhasil BNN RI dari jaringan ini sebanyak 218,46 kilogram sabu dan 16.586 butir pil ekstasi.

Direktur Tindak Kejar BNN RI, Brigjen Pol I Wayan Sugiri memimpin langsung penangkapan bandar dan kurir Narkoba tersebut.

Dari rilis polisi yang diterima, 31 kilogram sabu itu dikemas ke dalam 30 bungkus dan disimpan ke dalam tiga ransel besar. BNN masih memburu satu orang berinisial AG sebagai pengendali kejahatan narkotika itu.

Mantan Kapolres Sanggau dan Ketapang Kalbar itu menyatakan bahwa Kalbar masih menjadi favorit pintu masuk narkoba.

Menurutnya, Pontianak masih dijadikan sebagai daerah transit narkoba sebelum dikirim ke dua provinsi ainnya di Kalimantan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, atau ke Jakarta.

"Sebagai mantan Kapolres di Kalbar, saya mengimbau masyarakat Kalbar agar waspada terhadap jaringan narkoba ini, dan mari kita sama-sama menyatakan perang melawan narkoba," ajaknya.

Dikutip dari Antara, Kepala BNN Petrus Reinhard Golose dalam konferensi pers di Ruang Ahmad Dahlan Kantor BNN RI, Jakarta Timur, Senin, 17 Januari 2022 menyatakan, BNN berhasil mengungkap kasus kejahatan narkotika dengan barang bukti berupa 218,46 kiligran sabu, dan 16.586 butir pil ekstasi dari jaringan di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Riau.

BNN mengamankan sebanyak 11 orang tersangka dari tiga jaringan tersebut, dengan rincian tiga orang tersangka dari jaringan Kalimantan Timur, lima orang tersangka dari jaringan Riau, dan tiga orang tersangka dari jaringan Kalbar.

Golose menjelaskan, petugas BNN awalnya mendapatkan informasi tentang pengiriman narkotika dari Pontianak ke Kota Balikpapan.

Setelah pihaknya melakukan penyelidikan, ditemukan dua tersangka berinisial AM dan MN di Pelabuhan Penyeberangan Kariangau, Balikpapan, Jumat, 7 Januari 2022.

Selanjutnya, petugas melakukan penggeledahan di dalam mobil kabin ganda yang dikendarai para tersangka kemudian menemukan 10 tas buatan China yang berisi sabu seberat 10,57 kilogram.

Sabu Segitiga Emas Dominasi Pasar Dunia

Masih dari laporan UNODC, pasar narkoba di Asia Tenggara telah mengalami transformasi yang mencolok lewat jenis sintetis untuk sabu, terutama dari utara Myanmar.

Penyebabnya, tak lain karena penegakan hukum yang keras diberlakukandi China sehingga sindikat terpaksa melakukan emigrasi produksi ke luar negeri.

Kelompok kejahatan terorganisir transnasional yang beroperasi di Myanmar, misalnya, bermitra dengan milisi-milisi etnis bersenjata.

Sindikat ini telah memproduksi serta memperdagangkan narkoba jenis sabu baik kristal dan tablet metamfetamin untuk Asia Timur, Asia Tenggara, dan ke negara-negara Oseania, dan juga Asia Selatan.

Juga diproduksi ketamin, yang seharusnya merupakan obat anestesi suntik disosiatif (blocks sensory perception) untuk mengatasi depresi. Masalahnya, obat bius ini juga laris-manis di kalangan 'pemakai jalanan'.

Ketamin yang mampu membuat penggunanya 'kejang-kejang nikmat', dibuat dalam jumlah yang tak terbayangkan dalam satu dekade terakhir, dengan sedikitnya 120 ton sebagaimana yang pernah disita.

Bertepatan dengan lonjakan produksi metamfetamin di Myanmar dalam beberapa tahun terakhir ini, perbatasan Myanmar-Thailand dan Thailand-Malaysia telah menjadi penting sebagai wilayah perdagangan antardaerah.

Pada 2018, misalnya, Thailand merebut lebih dari setengah wilayah Timur, dan total dikonfirmasi untuk Asia Tenggara, akibat harga grosir dan jalanan metamfetamin di Thailand, dan negara-negara tetangga mencapai tingkat terendah dalam dekade terakhir.

Karena itu, produksi sabu digenjot di utara Myanmar ke Thailand kemudian ke Malaysia sehingga terjadi pergeseran dalam pola perdagangan sekaligus peningkatan perdagangan di Asia Tenggara.

Pusat Produksi dan Transit Sabu Dunia

Asia Tenggara, dilansir UNODC, sudah menjadi pusat produksi sekaligus titik transit sabu untuk negara-negara tetangga dan dunia, yang membelinya dengan harga sangat menggiurkan, terutama Australia, Jepang, Selandia Baru dan Republik Korea.

Tetapi sejak tahun 2019, sebagai tanggapan atas ketatnya penjagaan aparat di sepanjang perbatasan utara antara
Myanmar dan Thailand, sindikat kejahatan terorganisir kembali mengalihkan rute perdagangan.

Sindikat ini memulai perdagangan dengan meningkatkan jumlah produksi metamfetamin ke timur, melalui Laos ke Thailand, Kamboja dan Vietnam, serta ke Myanmar selatan, untuk pengiriman melalui Laut Andaman, dan ke Thailand tengah dan selatan.

Beberapa kasus perdagangan metamfetamin skala besar di sepanjang perbatasan Thailand, Kamboja, Laos, Mayanmar dan Vietnam, dilaporkan mulai terjadi selama beberapa bulan sejak 2019.

Pasar gelap metamfetamin di Asia Tenggara dan tetangganya, Asia Timur, juga Australia, Baru Selandia dan Bangladesh, saling terhubung, dan diperkirakan bernilai rata-rata antara 30,3 dan 61,4 miliar dolar AS per tahun.

Meskipun populasinya sedikit, Australia, Jepang, Baru Selandia dan Republik Korea menyumbang sekitar sepertiga dari total perkiraan omzet per tahun baik dari penjualan grosir dan eceran.

Karena pasar metamfetamin terus berlanjut dan berkembang, berdasarkan beberapa indikator menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi penurunan permintaan heroin di Asia Tenggara dan negara-negara tetangganya.

Namun, pembuatan, perdagangan dan penggunaan heroin secara ilegal, tetap menjadi ancaman atas keamanan dan kesehatan publik yang signifikan.

Heroin terus dilaporkan sebagai nakroba kedua yang paling sering diperdagangkan di Asia Tenggara setelah sabu.

Heroin Afghanistan dan Berkuasanya Taliban
Penyitaan heroin di Myanmar, Thailand dan Vietnam pun terus meningkat sejak 2018.

Pada awal satu dekade silam, sekitar sepertiga dari heroin yang ditemukan di Asia Timur dan Pasifik, adalah diimpor dari Afghanistan.

Tetapi, sekali lagi, heroin produksi Afghanistan sejak 2019 telah digantikan oleh produksi dari dua negara bagian di utara Myanmar, yakni Shan dan Kachin.

Adapun dalam catatan Suara Pemred, permintaan heroin dari Afghanistan oleh bandar-bandar di Asia Timur dan Pasifik, kian menurun menyusul tampilnya kelompok Taliban sebagai penguasa negara itu.

Sejak berkuasa pada akhir 2021, Taliban lebih memusatkan perhatian untuk mengrus negara, berusaha mencitrakan dirinya positif di mata dunia.

Sebelumnya, sejak Taliban bergerilya pasca terdepak dari kekuasaan oleh AS pada 2001, Taliban terus mengendalikan bisnis narkoba di Afghanistan untuk membiayai kepentingan militernya melawan AS dan sekutunya.

Adapun rute perdagangan heroin yang paling penting dari
Asia Tenggara, dan berasal dari area produksi di bagian utara Myanmar ini, juga melintasi perbatasan ke China, atau secara tidak langsung ke China, melalui utara Laos dan Vietnam.

Vietnam juga merupakan tujuan utama perdagangan heroin di Asia Tenggara. Terhitung, sekitar 36 persen dari semua heroin berhasil disita di wilayah tersebut pada 2013- 2018.

Malaysia, Titik Transit ke Luar Asia Timur dan Tenggara
Pada saat yang sama, Malaysia melaporkan bahwa peningkatan jumlah heroin sedang diperdagangkan ke dan transit melalui negara tersebut, adalah untuk tujuan di luar Asia Timur dan Tenggara, khususnya ke Australia.

Analisis forensik menunjukkan hahwa pembuatan dari profil heroin yang disita di perbatasan itu, dominasi oleh heroin buatan Asia Tenggara. UNODC memperkirakan, total nilai regional pasar heroin berkisar dari8,7-10,3 miliar dolar AS per tahun

Pada dasarnya, kelompok kriminal transnasional terorganisir adalah bisnis atau jaringan terlarang yang didorong oleh kekuatan pasar seperti bisnis yang sah.

Sindikat ini termotivasi untuk mencari peluang yang menawarkan finansial tertinggi sambil menekan biaya, dan menghindari risiko.

Sangat adaptif terhadap perubahan dan peluang,
sindikat ini juga mencari cara untuk memperluas dan mendiversifikasi operasi, yang di Asia Tenggara dianggap telah menghasilkan ancaman transnasional, dan berkembang menjadi lebih kompleks, fluktuatif, dan mendestabilisasi.

Ada bukti kuat bahwa peningkatan jumlah kejahatan terorganisir transnasional dari kelompok yang berasal dari luar wilayah, telah menargetkan Asia Tenggara.

Laporan intelijen menunjukkan bahwa sindikat kriminal besar dan pemodal yang berbasis di Makau, China, Hong Kong, dan Thailand, telah bekerja sama dengan jaringan kriminal dan ahli kimia dari Provinsi Taiwan, dan telah menjadi pemain dominan dalam produksi dan perdagangan metamfetamin dan obat-obatan sintetis lainnya.

Selama beberapa dekade terakhir, sindikat kejahatan di di Afrika dan Republik Islam Iran juga terlibat dalam bisnis heroin dan sabu -selain perdagangan manusia- dalam jumlah yang signifikan.

Sementara kelompok kriminal di India terus diidentifikasi sebagai sumber bahan baku ketamin, dan berbagai bahan kimia prekursor lainnya.

Geng motor pelanggar hukum (OMCGs) dari Australia dan Selandia Baru juga telah menjalin kerjasama dengan sindikat di Asia Tenggara. Mereka terlibat dalam perdagangan narkoba, pemerasan, uang pencucian uang, dan kejahatan lainnya.

Jaringan kriminal yang memperdagangkan barang palsu dan obat palsu, sering tersebar secara global, dan melibatkan individu yang bekerja untuk bisnis yang sah, dan sering memproduksi barang palsu di mesin yang sama yang digunakan untuk menghasilkan produk asli untuk mencuci uang.

Kelompok kriminal terorganisir transnasional di Asia Tenggara juga sering merekrut orang yang berpengalaman untuk menjadi manajer keuangan baik tinggal di luar daerah atau yang beroperasi di pusat-pusat keuangan terdekat.

Laju perubahan teknologi yang cepat mengubah cara orang berkomunikasi, membeli barang, telah mengubah kemampuan jaringan kriminal untuk mengeksploitasi teknologi ini untuk keuntungan mereka.

Inilah dampak yang signifikan untuk tarus barang terlarang, membuat kejahatan transnasional lebih efisien, lebih sedikit berisiko, dan lebih menguntungkan.

Pertumbuhan pasar online, platform media sosial, pembayaran lewat ponsel, mata uang digital, dan anonimisasi perangkat lunak, misalnya, memungkinkan penjahat untuk berkomunikasi dengan bebas, menyembunyikan identitas mereka, dan pindah secara ilegal untuk mendapatkan uang di seluruh dunia, tanpa deteksi.

Meningkatnya penggunaan pos dan layanan kurir untuk mengirimkan produk terlarang di sekitar dunia telah secara langsung terkait dengan pertumbuhan platform e-commerce.

Hal ini telah memungkinkan penjahat untuk mencapai pasar baru untuk obat-obatan terlarang, produk satwa liar, tembakau, dan barang palsu, dan obat-obatan.

Keterlibatan Oknum Pejabat dan Aparat Korup

Perluasan kegiatan kriminal transnasional di Asia Tenggara, tidak dapat terjadi tanpa tingkat korupsi yang signifikan.

Guna memfasilitasi kegiatan kriminal, kelompok penjahat terorganisir ini telah menembus lembaga publik dan organisasi swasta, mengandalkan suap, konflik kepentingan, pengaruh perdagangan, dan kolusi.

Korupsi memiliki potensi untuk memfasilitasi perdagangan gelap di mana saja, tetapi pos pemeriksaan perbatasan tampaknya paling rentan korupsi.

Modusnya pun beragam, lewat informasi kepada penjahat tentang rute patroli atau pemeriksaan pabean, untuk secara aktif membantu pengiriman yang aman, mengabaikan inspeksi, dan membersihkannya untuk masuk.

Di banyak negara di Asia Tenggara, kerap terjadi pembayaran uang suap secara sistematis.

Korupsi di bandar udara di wilayah ini juga menjadi perhatian serius.

Para oknum personel bea cukai, petugas polisi, pejabat maskapai penerbangan, dan staf lapangan, telah terlibat dalam sejumlah kasus trafiking dan narkoba dalam beberapa tahun terakhir.

Pasar obat-obatan terlarang di Asia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir untuk jenis sintetis, khususnya metamfetamin, dan kian banyak diproduksi dan diperdagangkan dari Myanmar utara.

Lonjakan ini, tampaknya, didorong oleh pemindahan lokasi produksi oleh sindikat kejahatan terorganisir transnasional.

Produksi metamfetamin pun digenjot dalam skala besar di daerah terpencil yang aman.

Perubahan ini merupakan indikasi yang jelas dari meningkatnya mobilitas organisasi transnasional dari kelompok kejahatan, dan kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan cepat, dan mengeksploitasi daerah yang tata kelola dan perbatasannya lemah kontrol.

Ada sindikat narkoba regional skala besar yang menargetkan berbagai negara di kawasan ini, melalui jaringan yang luas di sumber transit.

Melalui jaringan ini, kelompok kejahatan transnasional terorganisir telah memperluas jangkauan, dan skala metamfetamin yang diperdagangkan dari Asia Tenggara.

Pada saat yang sama, kelompok kejahatan terorganisir transnasional yang berasal dari luar wilayah, telah memperluas kehadiran mereka di Asia Tenggara untuk mengatur perdagangan metamfetamin, bahan kimia prekursor terkait, dan narkoba sintetis lainnya.

Produksi, pengalihan dan perdagangan gelap dari bahan kimia prekursor yang digunakan dalam pabrik metamfetamin, berlanjut di Asia Timur dan Asia Tenggara.

Kelompok pengedar narkoba melakukan diversifikasi jenis bahan kimia dan metode produksi, sedangkan jumlah prekursor yang disita, tetap jauh di bawah pasokan.

Asia Tenggara dan Timur, Sumber Bahan Baku

Secara alami, produksi gelap obat-obatan sintetis, termasuk metamfetamin, membutuhkan penggunaan
bahan kimia prekursor.

Produksi obat nabati, seperti heroin, melibatkan ekstraksi bahan aktif, yang harus dibudidayakan dalam kondisi iklim tertentu untuk tumbuh, sedangkan pembuatan obat sintetik tidak dibatasi secara geografis.

Karakteristik unik dari sintetis narkoba menyediakan kelompok perdagangan narkoba di Asia Timur dan Asia Tenggara sebagai keunggulan komparatif.

Kawasan ini pun merupakan pusat global untuk bahan kimia dan produksi farmasi.

Jadi, bukan suatu kebetulan bahwa dua pasar metamfetamin terbesar di dunia, Asia Timur dan Asia Tenggara dan Amerika Utara, juga merupakan bagian dari penyebab signifikan produksi bahan kimia dan produk bahan kimia di tingkat global.

Kurangnya strategi kontrol prekursor regional, ditambah dengan lemahnya kapasitas nasional untuk secara konsisten menegakkan hukum yang ada, telah memungkinkan kelompok kejahatan terorganisir transnasional di Asia Timur dan Asia Tenggara untuk memasok sejumlah besar metamfetamin ke wilayah-wilayah dan negara-negara sekitarnya.

Tumbuh Cepat di Asia Tenggara

Asia Timur dan Asia Tenggara dengan cepat menjadi produsen yang terbesar di dunia, dan pasar metamfetamin paling dinamis sehingga menjadi tantangan langsung untuk keamanan dan kesehatan masyarakat dari wilayah tersebut.

Faktor pendorong lain untuk perluasan pasar metamfetamin regional meningkat akibat permintaan obat.

Dari 13 negara kecuali Vietnam dilaporkan bahwa metamfetamin menjadi sangat laris pada 2018.

Padahal, satu dekade sebelumnya, hanya lima negara yang dilaporkan.

Salah satu karakteristik unik dari pasar metamfetamin di wilayah tersebut adalah permintaan besar untuk tablet metamfetamin, atau lebih populer disebut 'yaba' atau 'yama'.

Lebih murah daripada metamfetamin kristal, yaba telah hampir secara eksklusif dikonsumsi di negara-negara wilayah Mekong dan terus disukai oleh pekerja manual di konstruksi, manufaktur dan pertanian serta pekerja tempat hiburan di malam hari.

Adapun ke-13 negara tersebut yakni Brunei Darussalam, Kamboja, China, Indonesia, Jepang, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Republik Korea, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

Jaringan Informasi Penyalahgunaan Narkoba untuk Asia dan Pasifik (DAINAP) menyebutkan, yaba diterjemahkan sebagai 'obat gila' dalam bahasa Thailand.

Yaba terdiri dari campuran metamfetamin dan kafein, dan sebelumnya disebut sebagai yama, yang diterjemahkan sebagai 'obat kuda'.

Negara-negara di kawasan Mekong adalah Kamboja, Laos Myanmar, Thailand, Vietnam dan China. menunjukkan bahwa penggunaan tablet metamfetamin memiliki menjadi lebih luas.

Menurut sebuah studi baru-baru ini, prevalensi penggunaan tablet metamfetamin di Thailand meningkat dari 0,19 persen menjadi 0,87 persen antara 2011 dan 2016.

Tablet adalah bentuk metamfetamin yang disukai di tempat lain, sementara sebagian besar wilayah lebih menyukai kristal metamfetamin – disebut pula sebagai 'sabu' dan 'es' - yang dihancurkan menjadi bubuk halus dan diasapi, meskipun beberapa pengguna juga menyuntikkan obat.***

 

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: Berbagai Sumber Wikipedia undocs.org


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x